Geneva Health Forum 2018

10 – 12 April 2018
Center Internasional de Conferences Geneve

i.underline

Geneva Health Forum (GHF) 2018 yang mulai dilaksanakan pada 2006 merupakan kegiatan rutin di Swiss yang membahasisu kesehatan global. Setiap dua tahun, GHF diikuti oleh baik pemangku kepentingan dari Swiss maupun dunia internasional dan menggabungkan peserta dari semua sektor (kesehatan, akademisi, politik, masyarakat sipil dan profesional sektor swasta). GHF pada 2018 dilaksanakan di Center Internasional de Conferences Geneve (10-12 April 2018). GHF menghadirkan 420 pembicara dengan 13 sesi sharing informasi. Tema yang diangkat dalam GHF 2018 adalah “Precision Global Health in The Digital Age” dengan mengangkat sub tema:

  1. Kesetaraan Akses Kesehatan (Health Equity)
  2. Jaminan Kesehatan Semesta (Universal Health Coverages)
  3. Akses ke Pengobatan Esensial (Access to essential medicine)
  4. Sekuritas Masalah Kesehatan dan Pandemik (Future pandemics and Health 
Security)
  5. Penyakit Tropis (Neglected Tropical Disease)

GHF adalah forum praktik inovatif untuk mengatasi tantangan masalah kesehatan dunia. GHF diharapkan menjadi forum untuk mencari solusi bersama mengenai tantangan yang dihadapi, merumuskan pendekatan baru terhadap kesehatan global, dan menciptakan tools baru yang dapat diterapkan secara global, oleh beberapa unsur. GHF 2018 dihadiri oleh kurang lebih 1000 peserta yang berasal dari seluruh dunia. CHPM ikut serta mengambil peran dalam kegiatan ini.

REPORTASE HARI PERTAMA

Plenary 1 bertema Quality of health system – The missing piece between better access and Improved Health”.

Sesi ini disampaikan oleh Edward Kelley dan dipandu oleh Schule Alexander dari Swiss Agency for Development and Cooperation (SDC), Direktur Department of Service Delivery WHO, Kruk Margaret dari Harvard T.H Chan School of Public Health, dan Yogan Pillay, Deputy Director General of the National Department of Health, South Africa. Pada sesi ini, ketiga narasumber memaparkan kualitas dari sistem kesehatan dari berbagai perspektif sebagai salah satu indikator Millennium Development Goals (MDGs).

MDGs telah menggerakkan sumber daya dalam skala besar yang belum pernah terjadi sebelumnya. Masih terdapat tantangan besar yang mengarah pada penilaian ulang terhadap kerangka kerja MDGs. Salah satu kritiknya terletak pada fokus ke aspek penyakit yang terlalu besar, sehingga mengorbankan sistem kesehatan dan kualitas pelayanan. Oleh karena itu, kualitas pelayanan digambarkan sebagai faktor yang perlu mendapat perhatian untuk menerjemahkan cakupan intervensi dari sistem kesehatan. Narasumber menjelaskan beberapa tantangan utama serta temuan-temuan yang muncul kaitannya dengan pendekatan ukuran dan peningkatan kualitas serta pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan etika mengenai hak atas perawatan kesehatan yang berkualitas dan distribusi yang adil.

The Lancet Global Health telah menginisiasi terbentuknya Komisi terkait sistem kesehatan yang berkualitas. Komisi ini telah mengusulkan rekomendasi kebijakan untuk mengukur dan meningkatkan kualitas dalam mengejar Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Senada dengan hal tersebut, Kruk Margaret memaparkan bahwa The Lancet Global health telah menerbitkan laporan, naskah akademik, dan laporan komisi di berbagai negara terkait kualitas dari sistem kesehatan, usulan indikator kualitas, dan upaya baru terkait perubahan sistem. Kualitas kesehatan menurut Margaret tidak selalu berkaitan dengan cakupan (coverage) karena cakupan kesehatan yang tinggi belum tentu meningkatkan kualitas hidup masyarakat.

Contoh konkretnya adalah cakupan kesehatan ibu dan anak yang tinggi di beberapa negara tidak diikuti dengan penurunan angka kematian ibu dan anak. Indonesia adalah salah satu negara dengan angka kematian ibu dan anak yang masih cukup tinggi. Salah satu isu yang diangkat mengenai kompetensi tenaga kesehatan. Berdasarkan data dari 18 negara, masyarakat hanya mendapatkan setengah dari jumlah pemeriksaan kesehatan yang seharusnya dalam kunjungan ke fasilitas kesehatan. Beberapa publikasi juga menunjukkan bahwa kompetensi tenaga kesehatan tidak dapat menyediakan pemeriksaan kesehatan yang baik dan seharusnya. Hal tersebut diharapkan akan diminimalkan seiring dengan perbaikan sistem kesehatan dari aspek kualitas.

Menurut Margaret dan Yogan, sebuah sistem kesehatan yang berkualitas harus mempertimbangkan 3 hal penting yakni konsisten dalam memberikan pelayanan, bernilai dan mendapatkan kepercayaan dari masyarakat, serta respons terhadap perubahan yang terjadi. Fondasinya adalah masyarakat itu sendiri, pemerintah, platform, tenaga kesehatan, dan alat penunjang. Didukung oleh sebuah proses belajar dan perubahan maka diharapkan tercapai indikator kesehatan yang lebih baik, sistem yang terpercaya dan kontinuitas, serta keuntungan secara ekonomis. Berdasarkan data yang ada di beberapa negara Low Middle Income menunjukkan sebuah sistem kesehatan yang berkualitas akan menyelamatkan 7,8 juta kehidupan, dimana 3,2 juta berkaitan dengan perbaikan akses kesehatan dan 4,6 juta lainnya terkait dengan perbaikan kualitas pelayanan kesehatan.

Hal serupa diungkapkan oleh Edward Kelley, hanya 34% diagnosis akurat yang ditemukan di negara Low Middle Income (LMI). Kemudian yang menjadi perhatian berikutnya, ditemukan 40% dari fasilitas kesehatan memiliki akses air bersih yang rendah dan 20% memiliki sanitasi yang buruk. Diperburuk bahwa wanita di negara-negara tersebut menjadikan wanita sebagai korban, rendahnya respek terhadap pelayanan, dan ekslusi (pengecualian) dari pengambil keputusan pada pelayanan prenatal dan post natal. Jika dilihat dari ilustrasi Universal Health Coverage, maka dengan jelas terlihat bahwa indikator cakupan memegang peranan penting, akan tetapi timbul pertanyaan besar yakni apakah pemerintah dapat menggalakkan pelayanan gratis kepada ibu hamil hanya untuk meningkatkan cakupan ibu yang melahirkan di fasilitas kesehatan, sementara di lain sisi, pelayanan yang diberikan dapat tergolong berbahaya?.

Salah satu alternatif dalam mengatasi masalah tersebut adalah strategi kebijakan pemerintah yang juga dituntut berkualitas. Indikatornya adalah adanya prioritas masalah kesehatan, indikator kualitas yang bersifat nasional dan dapat diterapkan di daerah, kerja sama lintas sektor, analisis situasi, struktur pemerintahan yang jelas, perubahan dari segi metode dan intervensi, serta sistem informasi dan manajemen data yang terpadu. Hal terpenting adalah pelayanan kesehatan yang terintegrasi dan alur rujukan yang jelas. Perbaikan pelayanan kesehatan di Primary Health Care (PHC) juga sangat penting karena 80-90% dari kebutuhan kesehatan dapat dideteksi sejak awal di fasilitas kesehatan tersebut. Langkah WHO ke depan terkait isu ini yaitu melakukan pendekatan di level pollitik dengan menghasilkan dokumen peningkatan kualitas kesehatan sebagai indikator utama dalam mencapai UHC, di level strategis yakni memberikan dukungan teknis berupa pilihan kebijakan dan jenis intervensi yang sesuai, serta di level operasional dengan mengembangkan development plan yang disertai dengan monitoring dan evaluasi seperti pada program UHC 2030.

Reporter: Muhamad Asrullah, MPH (PKMK UGM)

Sesi ini dipandu oleh Detlev Ganten dari World Health Summit, Jerman. Tema sesi ini berkaitan dengan Cybersecurity and the health system: What risk for patients”, dibahas oleh beberapa pakar cybersecurity yakni Jacqueline Hubert dari Grenoble University Hospital Prancis, Solange Ghernaouti dari University of Lausenne Switzerland, Bertrand Levrat dari Geneva University Hospital Switzerland da Charlotte Lindsey-Curtet dari International Commitee of Red Cross (ICRC) Switzerland.

Era teknologi digital memberikan fakta bahwa catatan pasien yang direkam secara elektronik, tindak lanjut perawatan yang terkomputerisasi, dan sistem informasi berbasis teknologi telah diperkenalkan di seluruh elemen sistem kesehatan. Meskipun penggunaan alat digital ini dapat meningkatkan kuantitas dan kualitas pelayanan, tetapi juga dapat menciptakan banyak kelemahan. Pencurian data dalam sektor kesehatan dalam beberapa bulan terakhir juga menjadi target serangan cybercrime. Hal ini menjadi perhatian publik karena penyalahgunaannya dapat menyebabkan kerugian banyak pihak, terutama pasien dan sistem kesehatan yang berada dalam masalah.

Menurut Bertrand, pengalaman dari rumah sakit di Swiss dalam menanggulangi kejahatan Cybercrime menunjukkan tidak seluruh rumah sakit dapat memberikan data pasien, walaupun untuk keperluan studi atau digunakan dalam upaya pengambilan kebijakan. Hal ini disebabkan pengalaman yang berbeda dalam menghadapi penggunaan data pasien yang tidak tepat sasaran pada masa sebelumnya. Bertrand menyadari bahwa seluruh data medis pasien tidak selalu bersifat anonymous karena penggunaan data medis memerlukan beberapa data konfidensial yang bersifat individual, sehingga berpotensi disalahgunakan. Hal tersebut menjadi alasan perlunya secara perlahan memperbaiki sistem informasi yang ada untuk bisa mengontrol penggunaan data, “siapa dan untuk apa penggunaan data tersebut”.

Hal yang berbeda dikemukakan oleh Charlotte, yakni terdapat beberapa data yang bersifat konfidensial dari pasien yang tidak perlu diberikan kepada pihak manapun. Ini dilakukan dengan mempertimbangkan privasi dan bahwa perlu adanya batasan mengenai definisi dan indikator konfidensial yang dapat diakses oleh publik. ICRC telah melakukan beberapa analisis yang menunjukkan bahwa seluruh data pasien dapat dianalisis tanpa melibatkan data konfidensial yang merugikan masyarakat. Pertimbangan bahwa sistem informasi dan penggunaan data oleh pihak kedua tidak dapat dikontrol setiap saat. Meta data analisis juga berpotensi disalahgunakan jika tidak didukung oleh legalitas yang ada. Di lain sisi, era demokrasi adalah era di mana seluruh data dapat dipergunakan publik sehingga menurut Solange, perlu adanya kesadaran dari berbagai pihak dalam menggunakan data yang bertujuan untuk kepentingan masyarakat umum.

Isu cybercrime disadari semakin mengkhawatirkan bidang kesehatan karena data medis memuat informasi detail terkait individu, sehingga rentan disalahgunakan oleh pihak tertentu. Inovasi telah banyak dilakukan untuk meminimalisir kejahatan terhadap data. Sistem informasi kesehatan tidak dapat dibandingkan dengan sistem informasi perbankan karena memuat data yang lebih rumit dan sistem yang lebih kompleks. Begitu pun dengan isu transfer data antar negara. Menurut Bertrand, Swiss dan negara Eropa lainnya belum dapat mengimplementasikan transfer data antar negara karena terkendala regulasi yang berlaku di negara masing-masing. ICRC telah melakukan transfer data antar negara namun masih dalam skala yang lebih kecil, dengan terlebih dahulu melalui proses engagement dari kedua negara dan justifikasi penggunaan data yang sesuai.

Umumnya, cybercrime adalah sesuatu yang tidak bisa dihentikan tetapi bisa diminimalisir potensi terjadinya dengan perbaikan sistem dan regulasi yang jelas.

Reporter: Muhamad Asrullah, MPH (PKMK UGM)