Naskah Tim Patologi Anatomi

i.underline

Departemen Patologi Anatomi, Fakultas Kedokteran UGM, berhubungan erat dengan diagnosis penyakit yang umumnya memerlukan pembedahan, termasuk berbagai jenis tumor. Peran Patologi Anatomi dalam dunia kedokteran kerap belum diketahui masyarakat umum. Karena itu, diperlukan medium diseminasi untuk meningkatkan pemahaman masyarakat, khususnya terkait dengan penyakit-penyakit yang berhubungan dengan tumor dan sekaligus memperkenalkan peran Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran UGM.

Melalui proposal ini, Departemen Patologi Anatomi FK UGM hendak mengusulkan dua tema film dokumenter: yang pertama, “Kanker: Apa Itu Tumor, Gejala Awal dan Langkah Menghadapinya”; kedua, “Kanker Serviks: Pencegahan dan Metode Pemeriksaan Pap-Smear”. Dua film tersebut diharapkan dapat mendukung pengembangan konten Kanal Pengetahuan dan Menara Ilmu (KPMI), Fakultas Kedokteran UGM. Sesuai dengan visi dan misi KPMI Fakultas Kedokteran UGM, dua produk diseminasi ini juga diharapkan membawa kemanfaatan bagi peningkatan status kesehatan masyarakat.

Kanker Payudara: Menghalau Ketakutan, Menghidupi Harapan
Kanker Serviks: Pencegahan dan Metode Pemeriksaan Pap-Smear

Empat februari adalah hari Kanker sedunia dan mendapat respon cukup hangat dari masyarakat. Masyarakat luas telah mengetahui adanya penyakit kanker, dan sebagian mengalami sendiri berbagai penyakit kanker. Masyarakat mengantisipasi dan merasakan bahwa kejadian penyakit kanker telah meningkat dan dapat ditemukan pada berbagai usia. Namun tidak banyak yang mengetahui apakah sesungguhnya tumor itu. Video ini merangkum pernyataan para ahli patologi anatomi dan ilustrasi menarik mengenai apa dan bagaimana terjadinya tumor secara umum, gejala awal, dan apa yang harus dilakukan bila mencurigai adanya tumor.

Yanti duduk termenung di ruang tunggu klinik onkologi. Pasien lain dan para petugas kesehatan yang lalu lalang tak ia hiraukan. Pikirannya berkecamuk. Campur aduk antara sedih, marah, tak percaya, dan hancur. Semuanya terjadi karena benjolan yang bersarang di payudara kanannya. Benjolan yang tak diundang, tak diminta, dan tak terduga datangnya. Benjolan itu selama ini ia abaikan. Dan kini, benjolan itu menggerogoti tubuhnya pelan-pelan. Benjolan itu mengubah jalan hidupnya. Membelokkan harapan masa depan, jadi tak tentu arah. Dokter telah mendiagnosis Yanti menderita kanker payudara stadium 3. Tak semua orang tau, ingin tau, atau peduli dengan kanker. Hingga, penyakit itu hinggap dan merayap, merusak tubuh pelan-pelan.

Berbagai pemeriksaan telah dijalani ibu lima orang anak ini sebelum dokter menyatakan Yanti menderita kanker payudara. Sebenarnya, semua pemeriksaan yang dilakukan tidaklah menyakitkan. Namun, pengetahuan yang kurang dan informasi yang menyesatkan membuat semua pemeriksaan menjadi begitu menyeramkan. Pertama, dokter melakukan pemeriksaan pada kedua payudara, daerah ketiak, tulang selangka, dan leher, untuk mengetahui apakah ada benjolan. Setelah itu, dokter merujuknya untuk melakukan pemeriksaan mammografi dan ultrasonografi di instalasi radiologi. Pemeriksaan ini bertujuan uantuk mengkonfirmasi pemeriksaan dokter sebelumnya dan memperkirakan apakah benjolan yang terdeteksi ganas atau jinak. Untuk lebih meyakinkan lagi, dokter juga merujuk Yanti untuk melakukan pemeriksaan aspirasi jarum halus atau AJH di instalasi patologi anatomik. Pada saat pemeriksaan AJH, benjolan pada payudara disedot menggunakan jarum kecil, sehingga didapatkan sel-sel dari benjolan tersebut. Selanjutnya, sel-sel yang didapat diperiksa di bawah mikroskop. Dengan pemeriksaan tersebut, bisa dipastikan apakah benjolan di payudara ganas atau jinak. Bagi Yanti, rasa sakit atau tidak nyaman saat pemeriksaan itu tidaklah penting. Yang jauh lebih penting adalah hasilnya. Menunggu hasil itu sangat menakutkan, seperti menunggu vonis hukuman mati!

Mungkin, berat bagi dokter dengan segala rasa empatinya untuk menyampaikan diagnosis kepada pasien. Namun, tentu jauh lebih berat bagi pasien untuk bisa menerima itu semua. Saat dokter menyatakan bahwa Yanti menderita kanker payudara, rasa takut muncul sedemikian hebatnya. Takut menjalani berbagai macam terapi, takut kehilangan pekerjaan, takut ditinggalkan teman dan saudara, takut memikirkan masa depan kelima anaknya, dan berbagai ketakutan lain yang tak bisa digambarkan dengan kata-kata. Bagaimana bisa benjolan itu ada? Dari mana datangnya? Setahu Yanti, tak ada yang sakit serupa di keluarganya. Lantas bagaimana bisa benjolan itu dengan seenaknya menghancurkan hidupnya? Dokter menjelaskan berbagai terapi yang harus dijalaninnya, mulai dari operasi pengangkatan payudara, kemoterapi, sampai radioterapi. Itu semakin membuatnya takut. Rasa takut yang luar biasa membawa Yanti menjalani pengobatan alternatif dengan ramuan herbal. Namun, setelah 6 bulan menjalani terapi alternatif, benjolan tak kunjung hilang, justru semakin membesar.

Rasa putus asa menghinggapi Yanti, apalagi saat perusahaan tempatnya bekerja selama ini meminta Yanti untuk pensiun dini, agar Yanti bisa fokus menjalani pengobatan. Salah satu sumber keuangan tempat bergantung selama ini tiba-tiba hilang. Lantas bagaimana Yanti bisa membiayai pengobatan? Untunglah, suami dan anak-anak tercinta senantiasa mendukungnya, memberinya semangat dan cinta yang tak pernah putus. Kehadiran teman-teman sesama penderita kanker payudara juga sangat membantu. Dukungan mereka sungguh jauh lebih berarti daripada dukungan materiil semata. Senyum merekalah yang senantiasa menghidupkan harapan untuk hidup lebih baik, untuk berdamai dengan penyakit, dan berkarya untuk orang-orang tercinta. Senyuman merekalah yang menghalau ketakutan, menghidupkan harapan.

No Action Sound/ Naration
1 Teaser:

Menggambarkan kesibukan pasien dan tenaga kesehatan di RSUP Dr. Sardjito (Departemen PA, Penyakit Dalam, Bedah, Radiologi, ICC) dan daerah-daerah menarik di Yogyakarta.

Tulisan: Secara nasional, angka kejadian kanker di Indonesia pada tahun 2013 sebesar 1,4‰ atau diperkirakan sekitar 347.792 orang. Provinsi D.I. Yogyakarta memiliki angka kejadian kanker tertinggi, yaitu sebesar 4,1‰. Kanker payudara menduduki peringkat kedua teratas penyumbang jumlah kasus kanker di Indonesia, yaitu sebesar 0,5‰. Angka kejadian kanker payudara tertinggi terdapat di Provinsi D.I. Yogyakarta, yaitu sebesar

2,4‰. Namun demikian, pemahaman masyarakat terhadap penyakit ini masih kurang.

2 a. Yanti duduk menunggu panggilan di klinik onkologi. Tenaga admin dan tenaga kesehatan sibuk berlalu-lalang mengerjakan tugasnya.

b. Wawancara dengan masyarakat awam di pedestrian Malioboro.

Pertanyaannya:

– Apa yang Anda ketahui tentang tumor?

– Apa perbedaannya dengan kanker?

– Apa saja gejala atau tanda kanker payudara?

c. Wawancara dengan dokter spesialis patologi anatomik (Dr. dr. Irianiwati, Sp.PA(K)): menjelaskan tumor, kanker, dan kanker payudara.

Yanti duduk termenung di ruang tunggu klinik onkologi. Pasien lain dan para petugas kesehatan yang lalu lalang tak ia hiraukan. Pikirannya berkecamuk. Campur aduk antara sedih, marah, tak percaya, dan hancur. Semuanya terjadi karena benjolan yang bersarang di payudara kanannya. Benjolan yang tak diundang, tak diminta, dan tak terduga datangnya. Benjolan itu selama ini ia abaikan. Dan kini, benjolan itu menggerogoti tubuhnya pelan-pelan. Benjolan itu mengubah jalan hidupnya. Membelokkan harapan masa depan, jadi tak tentu arah. Dokter telah mendiagnosis Yanti menderita kanker payudara stadium 3. Tak semua orang tau, ingin tau, atau peduli dengan kanker. Hingga, penyakit itu hinggap dan merayap, merusak tubuh pelan-pelan.
3 1. Proses pemeriksaan klinik oleh dokter spesialis bedah onkologi

2. Proses pemeriksaan USG dan mammografi

3. Proses pemeriksaan AJH

4. Wawancara dengan Prof. Dr. dr. Teguh Aryandono, Sp.B(K) Onk: menjelaskan tujuan dan bagaimana langkah pemeriksaan benjolan pada payudara

5. Wawancara dengan Dr. dr. Lina Choridah, Sp.Rad(K): menjelaskan tujuan dan prosedur pemeriksaan USG dan mammografi.

6. Wawancara dengan Dr. dr. Irianiwati, Sp.PA(K): menjelaskan tujuan dan prosedur AJH

Berbagai pemeriksaan telah dijalani ibu lima orang anak ini sebelum dokter menyatakan Yanti menderita kanker payudara. Sebenarnya, semua pemeriksaan yang dilakukan tidaklah menyakitkan. Namun, pengetahuan yang kurang dan informasi yang menyesatkan membuat semua pemeriksaan menjadi begitu menyeramkan. Pertama, dokter melakukan pemeriksaan pada kedua payudara, daerah ketiak, tulang selangka, dan leher, untuk mengetahui apakah ada benjolan. Setelah itu, dokter merujuknya untuk melakukan pemeriksaan mammografi dan ultrasonografi di instalasi radiologi. Pemeriksaan ini bertujuan uantuk mengkonfirmasi pemeriksaan dokter sebelumnya dan memperkirakan apakah benjolan yang terdeteksi ganas atau jinak. Untuk lebih meyakinkan lagi, dokter juga merujuk Yanti untuk melakukan pemeriksaan aspirasi jarum halus atau AJH di instalasi patologi anatomik. Pada saat pemeriksaan AJH, benjolan pada payudara disedot menggunakan jarum kecil, sehingga didapatkan sel-sel dari benjolan tersebut. Selanjutnya, sel-sel yang didapat diperiksa di bawah mikroskop. Dengan pemeriksaan tersebut, bisa dipastikan apakah benjolan di payudara ganas atau jinak. Bagi Yanti, rasa sakit atau tidak nyaman saat pemeriksaan itu tidaklah penting. Yang jauh lebih penting adalah hasilnya. Menunggu hasil itu sangat menakutkan, seperti menunggu vonis hukuman mati!
4 Wawancara dengan Bu Yanti:

– Bisa diceritakan awal mula Ibu merasakan ada benjolan pada payudara?

– Bagaimana perasaan Ibu ketika dokter menyatakan bahwa Ibu menderita kanker payudara?

– Apa yang paling Ibu takutkan/ khawatirkan/ pikirkan saat itu?

– Mengapa Ibu memutuskan untuk menjalani terapi alternative herbal?

– Bagaimana Ibu menjalani kehidupan sebagai penyintas kanker payudara?

– Bagaimana keluarga Ibu menyikapi hal tersebut?

Mungkin, berat bagi dokter dengan segala rasa empatinya untuk menyampaikan diagnosis kepada pasien. Namun, tentu jauh lebih berat bagi pasien untuk bisa menerima itu semua. Saat dokter menyatakan bahwa Yanti menderita kanker payudara, rasa takut muncul sedemikian hebatnya. Takut menjalani berbagai macam terapi, takut kehilangan pekerjaan, takut ditinggalkan teman dan saudara, takut memikirkan masa depan kelima anaknya, dan berbagai ketakutan lain yang tak bisa digambarkan dengan kata-kata. Bagaimana bisa benjolan itu ada? Dari mana datangnya? Setahu Yanti, tak ada yang sakit serupa di keluarganya. Lantas bagaimana bisa benjolan itu dengan seenaknya menghancurkan hidupnya? Dokter menjelaskan berbagai terapi yang harus dijalaninnya, mulai dari operasi pengangkatan payudara, kemoterapi, sampai radioterapi. Itu semakin membuatnya takut. Rasa takut yang luar biasa membawa Yanti menjalani pengobatan alternatif dengan ramuan herbal. Namun, setelah 6 bulan menjalani terapi alternatif, benjolan tak kunjung hilang, justru semakin membesar.
5 1. Wawancara dengan keluarga pasien:

Bagaimana perasaan Anda ketika tahu Ibu/ Istri anda terdiagnosis kanker payudara?

Apa yang Anda lakukan menyikapi hal tersebut?

2. Wawancara dengan Prof. Dr. dr.Teguh Aryandono, Sp.B(K) Onk: menjelaskan terapi bedah untuk kanker payudara

3. Wawancara dengan dr. Kartika Widayati, Sp.PD-KHOM: menjelaskan terapi non-bedah untuk kanker payudara

4. Proses pemeriksaan imunohistokimia dan interpretasinya

Rasa putus asa menghinggapi Yanti, apalagi saat perusahaan tempatnya bekerja selama ini meminta Yanti untuk pensiun dini, agar Yanti bisa fokus menjalani pengobatan. Salah satu sumber keuangan tempat bergantung selama ini tiba-tiba hilang. Lantas bagaimana Yanti bisa membiayai pengobatan? Untunglah, suami dan anak-anak tercinta senantiasa mendukungnya, memberinya semangat dan cinta yang tak pernah putus. Kehadiran teman-teman sesama penderita kanker payudara juga sangat membantu. Dukungan mereka sungguh jauh lebih berarti daripada dukungan materiil semata. Senyum merekalah yang senantiasa menghidupkan harapan untuk hidup lebih baik, untuk berdamai dengan penyakit, dan berkarya untuk orang-orang tercinta. Senyuman merekalah yang menghalau ketakutan, menghidupkan harapan.

Mencegah lebih baik dari pada mengobati. Hal ini telah menjadi fokus dan sudut pandang dunia kedokteran modern. Menjadi sehat adalah keinginan semua orang, termasuk para wanita. Kanker serviks adalah kanker yang terjadi pada wanita dan dapat dicegah. Bagaimana caranya? Video ini menghadirkan fakta-fakta kanker serviks dan pencegahannya, berupa pernyataan dokter ahli patologi anatomi termasuk dengan ilustrasi pemeriksaan rutin Pap-Smear. Selama ini masyarakat kurang mengenal pemeriksaan yang efektif, mudah, dan murah ini. Video ini ingin memudahkan pemahaman para wanita mengenai pemeriksaan Pap Smear dan dengan demikian membantu dalam mencegah kejadian kanker serviks. 

2 replies
  1. Adam Herdanto
    Adam Herdanto says:

    “Menghalau Ketakutan, Menghidupkan Harapan” terolah dalam rangkaian sinopsis yang baik. Artinya pembaca terbawa pada alurnya, suspense-nya, “nasibnya”, hingga penasaran menyelesaikannya sampai akhir. Jika dalam sinopsis kisah sudah terangkai seperti itu, hanya soal teknis filmnya nanti juga akan interesan. Pilar kekukuhan sinopsis ini ada pada upaya merepresentasikan tema pada karakter/tokoh tertentu (Yanti) – serta detail proses yang dialaminya.

    Penulis sinopsis taktis menempatkan kisah dalam jalinan fragmen yang sinematis. Kisah mengalir tidak linear, tidak sebab-akibat, tapi maju-mundur-maju, berselang-seling antara masa kini dengan masa sebelumnya. Pola semacam ini bisa terasa “indah”, karena dinamis, tidak datar, tidak monoton; dan bisa efektif dalam merangkul sekaligus mempertahankan penonton (andai tidak terlalu sibuk dengan keindahannya sendiri).

    Penonton akan terbawa menyertai alur si tokoh sekaligus merasakan nasibnya. Dalam konteks tematik kanker cara tutur demikian punya daya dorong bagi penonton untuk melakukan identifikasi di lingkupnya sendiri. Mereka akan lebih aware pada potensi kanker payudara dalam anggota keluarga serta komunitasnya, dan akan lebih care jika ada penderita di sekitarnya.

    Alur kisah sama sekali tidak perlu dikoreksi. Sudah apik, sudah kompeten sebagai pondasi film yang subtil. Catatan yang muncul lebih pada perlunya gambaran lebih deskriptif pada hal-hal spesifik dunia medis. Sehingga kaum awam seperti saya tidak menduga-duga, tidak spekulatif, saat membacanya. Meskipun sinopsis hanya beredar di kalangan terbatas namun sejak awal kita mesti “melibatkan” kalangan luas, kalangan awam, yang kelak menjadi penonton film ini. Sehingga istilah seperti onkologi, mammografi, dan aspirasi jarum halus idealnya disertai deskripsi yang paling mudah dipahami. Jadi pembaca punya pemahaman yang utuh. Pembaca sinopsis merepresentasikan sudut pandang penonton.

    Sinopsis basisnya adalah upaya storytelling, proses bercerita. Kita seolah saksi rangkaian peristiwa berkesinambungan. Lalu kita menceritakan apa yang terjadi pada pihak lain. Dari proses ini asumsi dan spekulasi dihindari. Misal: “Rasa sakit saat pemeriksaan tidaklah penting”. Dalam sinopsis dan treatment kita menceritakan peristiwanya, bukan perasaannya.

    Semisal pada kalimat tadi kita ubah dengan: “Setelah mengalami berkali-kali pemeriksaan Yanti sudah tidak menangis, tidak banyak bicara maupun bertanya.” Teks ini menempatkan penulis murni sebagai “saksi” yang menceritakan peristiwa. Rasa akan menyatu dan terpancar dengan sendirinya di dalamnya.

    Ketrampilan sebagai storyteller, pencerita, merupakan landasan terwujudnya film yang nyaman ditonton. Penonton lebih bersetia dicritani timbang diwejangi. Tinggal bagaimana kompleksitas proses produksinya nanti bisa menjaga intensitas serupa sinopsisnya.

    Reply
  2. Hanggoro Tri Rinonce
    Hanggoro Tri Rinonce says:

    Terima kasih banyak atas masukkan Pak Adam. Saya jadi lebih memahami penulisan naskah film dokumenter.

    Reply

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply

Your email address will not be published.