[info_post_meta]

SEMINAR ANNUAL SCIENTIFIC MEETING 2017
“Optimalisasi Peran Pemerintah Daerah dalam Mendukung Percepatan Pencapaian Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)”

Ruang Rapat Senat, FK UGM
Sabtu, 25 Maret 2017 Pukul 09.30 – 16.00 WIB

i.underline

Pemateri dan Moderator Seminar Annual Scientific Meeting

Pemateri dan Moderator Seminar Annual Scientific Meeting

Pusat KPMAK menggelar seminar Annual Scientific Meeting 2017 di Ruang Rapat Senat Fakultas Kedokteran UGM pada 25 Maret 2017,  sejak pukul 09.30 hingga 16.00 WIB. Seminar ini melibatkan berbagai pihak seperti Prof. dr. Ali Ghufron Mukti M.Sc, Ph.D (Kemenristek Dikti), PPJK Kemenkes RI, BPJS Kesehatan, Dinas Sosial Prov. DIY, Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc, PhD (Dosen FK UGM), Kepala Dinas Kesehatan Kab. Tanah Datar, Kepala Dinas Kesehatan Kota Samarinda, akademisi dan Peneliti Pusat KPMAK. Seminar ini mengangkat sebuah tema yaitu Optimalisasi Peran Pemerintah Daerah dalam Mendukung Percepatan Pencapaian Program Jaminan Kesehatan Nasional, dan pada akhir kegiatan menghasilkan beberapa rekomendasi dalam mewujudkan UHC.

Prof. dr. Ali Ghufron Mukti M.Sc, Ph.D (Kemenristek Dikti)

Prof. dr. Ali Ghufron Mukti M.Sc, Ph.D (Kemenristek Dikti)

Prof. dr. Ali Ghufron Mukti M.Sc, Ph.D selaku keynote speaker mengawali seminar dengan menyampaikan bahwa seminar ini untuk mendiskusikan daerah memiliki peran penting menuju jaminan kesehatan nasional, dibutuhkan sebuah evaluasi untuk mendorong peran dari pemerintah daerah karena sejauh ini dalam perjalanannya BPJS belum bisa mewujudkan tujuan dari JKN, tentu hal ini membutuhkan dukungan dari berbagai pihak salah satunya yaitu pemerintah daerah. Indonesia tercatat sebagai salah satu negara bersama 7 negara lain dalam mewujudkan resolusi PBB, yaitu peningkatan akses, peningkatan mutu, pemerataan equity, efisiensi, dan sustainibilitas dalam program JKN serta didorong dengan visi misi Presiden  yang tertuang dalam 9 Agenda Program Nawa Cita yang salah satunya yaitu Indonesia Sehat. Namun, beban penyakit katastropik yang menggelontorkan dana yang cukup besar, sedangkan upaya promotif dan preventif belum jelas dalam program-programnya yang menjadi penyebab non effective coverage. Disinilah, peran pemda dalam mendorong provider misal rumah sakit dan layanan tingkat primer serta dinas kesehatan untuk mewujudkan upaya promotif dan preventif menuju effective coverage.


Prof. dr. Ali Ghufron Mukti M.Sc, Ph.D
Materi

Peran dan Tanggung Jawab Pemerintah Daerah dalam Implementasi JKN

drg. Armansyah, MPPM
Materi

Urusan pemerintah daerah tertuang dalam UU No 23 Tahun 2014 tentang pemerintah daerah, seperti yang disampaikan oleh drg. Armansyah, MPPM (PPJK Kemenkes RI) bahwa urusan konkuren meliputi urusan pemerintah pusat dan pemerintah daerah, sedangkan urusan absolut menjadi urusan pemerintah pusat. Peran pemda juga dijelaskan dalam Standar Pelayanan Minimal bidang kesehatan yang tertuang dalam Permenkes 43 Tahun 2016, dimana dalam aturannya mendorong pemerintah daerah dalam mewujudkan masyarakat yang sehat.

Namun dalam perjalanannya masih dijumpai berbagai masalah, misal aspek pendataan PBI.  Mutasi penduduk seperti meninggal ataupun pindah domisili serta adanya data yang tumpang tindih, sehingga dibutuhkan kordinasi yang baik antara pihak dinas kesehatan dan dinas sosial hingga level pusat. drg. Armansyah, MPPM juga menambahkan bahwa terdapat 443 Jamkesda yang telah terintegrasi dengan JKN, 41 daerah yang memiliki Jamkesda belum terintegrasi dengan JKN dengan berbagai alasan seperti anggaran APBD tidak mencukupi, data peserta belum siap, dan komitmen pemda masih rendah. Hal lain yang juga perlu mendapatkan perhatian lebih dari pihak pemda yaitu pemanfaatan dana kesehatan, pemantauan dan pengendalian fraud.

Harapan BPJS Kesehatan terhadap Peran Pemerintah Daerah di Program JKN

dr.Ikhsan, MM, AAK
Materi

Data dari BPJS Kesehatan memberikan informasi bahwa program JKN mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan jumlah lapangan kerja. Di sisi lain untuk mewujudkan UHC tidak dapat bergantung pada BPJS saja dibutuhkan kordinasi dari berbagai pihak salah satunya yaitu pemda. Ada 3 hal pokok yang menjadi peran pemda dalam implementasi JKN yaitu pada kepatuhan peserta sektor informal dalam membayar premi, efisiensi dalam pelayanan kesehatan, serta meningkatkan mutu dan kualitas pelayanan.

Mengapa Proses Pendataan Peserta PBI Masih Menjadi Kendala? Apa solusinya?

Drs. Pramujaya Hadi Prianto, M.Si
Materi

Dinas sosial DIY memiliki tugas dalam mekanisme verifikasi dan validasi data kepesertaan PBI JKN di daerah DIY. Proses validasi dan verifikasi telah dilakukan pada tingkat desa/ kelurahan, kemudian ke tingkat selanjutnya hingga ke kementerian sosial. Dinsos memiliki aplikasi sistem informasi konfirmasi data sosial terpadu (SISKADA SATU) membantu mempermudah melakukan validasi data salah satunya data PBI, dengan sistem ini diharapkan dapat menjadi sistem yang membantu mencakup seluruh jaminan kesehatan. Diharapkan adanya integrasi semua data yang meliputi semua identitas penduduk, agar tidak tumpang tindih.

Setelah Integrasi Jamkesda, Apa yang Bisa Dilakukan Daerah?

Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc, PhD
Materi

Aspek inequity pada JKN menjadi pokok pembahasan yang disampaikan oleh Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc, PhD bahwa BPJS harus mengembalikan tujuan dari JKN yaitu memberikan jaminan bagi masyarakat tidak mampu dan yang memiliki keterbatasan dalam akses layanan kesehatan, hal ini jelas tertuang dalam UU SJSN. Penyebab semakin buruknya inequity antar daerah karena tarif PBI daerah sama padahal masing-masing daerah memiliki karakteristik yang berbeda pula, fasilitas kesehatan dan SDM jauh berbeda dari segi kualitas dan kuantitas di berbagai daerah. Akibatnya dana iuran PBI daerah tidak bisa dipergunakan kembali oleh daerah yang bersangkutan karena akses yang terbatas, dan kemungkinan daerah kaya  menggunakan anggaran dari daerah miskin. Sehingga Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc, PhD mengusulkan berbagai rekomendasi untuk mewujudkan tujuan dari JKN yaitu penentuan tarif PBI pemda disesuaikan dengan akses masyarakat terhadap fasyankes, pembatasan pengeluaran BPJS misal pengurangan benefit package, penggunaan batas atas untuk PBPU kelas 1 dan peningkatan efisiensi, serta pelaksanaan kompensasi BPJS. Jadi pemerataan menjadi fokus utama dalam pelaksanaan JKN.

Sharing Pelaksanaan Pilot Project Optimalisasi Peran Pemda dalam Kebijakan JKN-KIS antara Kabupaten Tanah Datar dan BPJS Kesehatan

Dr. Ermon Revlin
Materi

Kadinkes Kab. Tanah Datar Sumatera Barat memaparkan berbagai upaya dalam mendorong pelaksanaan JKN di tanah Datar, seperti masyarakat miskin dijamin dalam Badan Amil Zakat (BAZ), Program Bupati tanah datar berkantor satu hari di nagari (desa) dengan melibatkan seluruh dinas terkait dengan pelayanan masyarakat termasuk program JKN-KIS, Survei Mawas Diri (SMD) 2017, penyuluhan dan sosialisasi JKN oleh tim Musyawarah Rencana Pengembangan (Musrenbang) Nagari di 75 Nagari ,menambahkan pesan-pesan bupati tantang JKN pada setiap pertemuan, adanya program Gerakan Peduli Sehat (Geliat), Penempatan tenaga BAZ di RSUD serta akan melakukan kerja sama melalui perantau minang agar memberikan dukungan pada masyarakat di kampung untuk ikut program JKN-KIS.

Best Practice Penggunaan SIKDA Samarinda dalam Mendukung Program JKN di Kota Samarinda

dr. Osa Rafshodia, MscIH, MPH, DTM&H
Materi

Penerapan SIKDA menjadi kunci utama dalam pelaksanaan JKN di Kota Samarinda. SIKDA yang telah terintegrasi dengan Primary Care (P-care) BPJS Kesehatan memberikan kemudahan dalam hal memperoleh data SPM dari seluruh puskesmas melalui elektronik, memiliki data SPM dari fasilitas pelayanan kesehatan. Kinerja puskesmas diukur dari data informasi puskesmas, serta audit kualitas pelayanan berbasis data.

Data UKM dan UKP yang diinput oleh puskesmas, dokter, atau tenaga kesehatan lain yang selanjutnya akan diolah oleh Dinas Kesehatan sebagai bahan penentuan kebijakan selanjutnya, serta data tersebut bisa diakses oleh masyarakat umum karena berbasis NIK dan smartphone serta sangat mudah diperoleh. Kota Samarinda juga telah menerapkan Kapitasi Berbasis Kinerja (KBK) di puskesmas, semua data dapat terkumpul dalam satu data sehingga mudah dipantau. Dengan sistem terintegrasi, praktek fraud di FKTP puskesmas dapat dikenali, dicegah, dan dikendalikan dengan mekanisme kolektif antar semua tenaga kesehatan. Samarinda juga mencanangkan Skema integrasi sistem rujukan antara SIKDA FKTP  dan SIKDA FKRTL pada April-Mei 2017.

Berapa Ability to Pay (ATP) dan Willingness to Pay (WTP) Masyarakat Kurang Mampu? Apa Solusinya Memperluas Cakupan Kepesertaan?

Muhammad Syamsu Hidayat SE, MSc, Ph.D
Materi

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Pusat KPMAK menunjukkan bahwa ATP dan WTP dari masyarakat masih berada jauh di bawah premi kelas III sebagai standar dalam studi tersebut. Kemampuan dan keinginan membayar, pendapatan per kapita serta persepsi masyarakat terhadap program JKN menjadi pemicu masih rendahnya tingkat WTP masyarakat. Di samping itu, ditemukan alasan menunggak yang dilakukan oleh masyarakat diantaranya yaitu pendapatan tidak tetap, malas mengantri, dan kecewa terhadap fasilitas pelayanan kesehatan. Sehingga Pusat KPMAK memberikan rekomendasi bahwa pemerintah baik pusat maupun daerah tetap memberikan subsidi kepada masyakarat karena WTP dan ATP gapnya terlalu jauh dengan standar pelayanan premi kelas III, serta memberikan edukasi terhadap masyarakat terutama kelompok PBPU mengenai manfaat dari JKN.

Penyusunan Rekomendasi Optimalisasai Peran Daerah dalam Mempercepat Pencapaian Program JKN

Dr. Diah Ayu Puspandari Apt, M.Kes, MBA
Materi

Berdasarakan diskusi yang telah dilakukan, rekomendasi menjadi poin penting dalam seminar ini dalam perbaikan program JKN khususnya mengenai optimalisasi pemerintah daerah. Dr. Diah Ayu Puspandari Apt, M.Kes, MBA bersama dengan Prof. dr. Ali Gufron Mukti M.Sc, Ph.D mengkategorikan 5 poin penting rekomendasi pada semnar ini terkait akses, kualitas, ekuitas, kesinambungan dan efisiensi dalam percepatan pencapaian JKN.

Reporter: Sri Fadhillah






Diskusi Sesi 1 dan Sesi 2