Potensi Kecurangan Di Rumah Sakit

[info_post_meta]

kcuranganKecurangan (fraud) merupakan tindakan yang sering terjadi, termasuk juga di rumah sakit. Upaya pemerintah yang dilakukan untuk menanggulangi kecurangan yang terjadi di rumah sakit salah satunya yaitu dengan mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 36 Tahun 2015. Dalam peraturan tersebut dicantumkan tentang tindakan kecurangan JKN yang dilakukan rumah sakit, pencegahannya, serta sanksi yang diterima apabila melakukan kecurangan tersebut.

Tindakan kecurangan JKN di rumah sakit yang tercantum dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 36 Tahun 2015 yaitu dilakukan pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) dan Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL). Tindakan kecurangan JKN pada FKTP meliputi:

  1. Memanipulasi klaim pada pelayanan yang dibayar secara non kapitasi;
  2. Menerima komisi atas rujukan ke FKRTL;
  3. Menarik biaya dari peserta yang seharusnya telah dijamin dalam biaya kapitasi dan/atau non kapitasi sesuai dengan standar tarif yang ditetapkan; dan
  4. Tindakan kecurangan JKN lainnya.

Tindakan kecurangan JKN pada FKRTL meliputi:

  1. Penulisan kode diagnosis yang berlebihan/upcoding;
  2. Klaim palsu/phantom billing;
  3. Penggelembungan tagihan obat dan alkes/inflated bills;
  4. Tagihan berulang/repeat billing;
  5. Memperpanjang lama perawatan/prolonged length of stay; dan
  6. Tindakan kecurangan JKN lainnya.

Selain kecurangan yang tercantumkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 36 Tahun 2015 masih ada kecurangan lain yang pernah dilakukan oleh rumah sakit, yaitu menggunakan anggaran dengan tidak sesuai. Sebagai contoh rumah sakit mengadakan pelatihan ke luar kota selama 5 hari. Rumah sakit mengadakan pelatihan sebenarnya hanya satu atau dua jam, namun ada kegiatan lain selain pelatihan. Kegiatan lain yang sering terjadi adalah digunakan untuk liburan karyawan rumah sakit yang sebelumnya mengikuti pelatihan selama satu atau dua jam tersebut. Mungkin jika liburan tersebut menggunakan uang pribadi tidak begitu masalah, namun yang terjadi tetap menggunakan anggaran untuk pelatihan dan dianggap sebagai bagian dari pelatihan yang dilakukan. Tindakan tersebut jika dilakukan dapat menyebabkan laporan pertanggungjawaban yang tidak sesuai dengan yang dilakukannya. Sebagai stakeholder harus lebih teliti dalam membaca laporan pertanggungjawaban dari kegiatan rumah sakit. Apabila terdapat hal yang janggal dalam laporannya bisa segera ditindak, supaya tidak menjadi suatu kebiasaan.

Kecurangan lainnya adalah dalam hal pengadaan alat-alat kesehatan. Ada rumah sakit yang memberikan kewenangan untuk mengadakan alat kesehatan langsung dari unit. Hal tersebut memiliki risiko kecurangan yang besar karena akan sulit untuk pengendaliannya. Kecurangan yang bisa terjadi yaitu unit yang melakukan pengadaan bekerjasama dengan pihak yang menjual alat kesehatan untuk menuliskan harga pada nota pembelian lebih tinggi dari yang dibayarkan. Tindakan tersebut sangat mungkin bisa terjadi karena manajemen rumah sakit sulit untuk melakukan pengendalian. Lebih mudah dilakukan pengendalian jika pengadaan dilakukan secara terpusat di satu tempat, misalnya ada bagian dari manajemen yang bertugas khusus untuk melakukan pengadaan alat kesehatan. Dengan begitu dapat memperkecil kemungkinan terjadinya kecurangan.

Risiko terjadinya kecurangan bisa saja terjadi di rumah sakit manapun. Sudah seharusnya dilakukan sikap yang tegas untuk melawan tindak kecurangan, agar tidak menjadi suatu kebiasaan. Namun lebih baik untuk mencegah tindakan kecurangan sebelum terjadinya tindakan tersebut. Pencegahan yang dilakukan dengan memperbaiki sistem pengendalian yang ada di rumah sakit. Dengan sistem pengendalian yang kuat, akan sangat kecil terjadinya tindakan kecurangan di rumah sakit. (Miftakhul Fauzi, SE)