[info_post_meta]

Kuliah Tamu
Lesson Learned  Penerapan Thai-DRG di Thailand”
Prof.Supasit Pannarunothai, MD, PhD dan Orathai Khiaocharoen, B.N., Ph.D

Ruang Teater, Lt. 2 Gd. Perpustakaan FK UGM
Rabu, 15 Maret 2017 Pukul 09.00 – 12.00 WIB

i.underline

Kuliah tamu HPM FK UGM melalui webinar dengan pembicara Prof. Supasit Pannarunothai, MD, PhD telah dilaksanakan pada Rabu (15/3/2017). Selain Prof Supassit yang berbicara langsung dari Bangkok, hadir pula Dr. drg. Yulita Hendrartini, M.Kes, AAK dan Dr. dr. Andreasta Meilala, DPH, M. Kes, MASsebagai pembahas. Kuliah tamu ini dihadiri sekitar 120 peserta, mayoritas para mahasiswa FK UGM yang tertarik mengikuti isu pembiayaan kesehatan di Thailand dan Indonesia.

Pengembangan DRG di Thailand

Thailand menjadi salah satu negara cukup berhasil dalam menerapkan sistem pembayaran dengan menggunakan pendekatan Diagnosis Related Groups (DRG). Berawal dari kebutuhan reformasi  pelayanan kesehatan (1985) menjadi langkah awal dalam penerapan pembiayaan kesehatan di Thailand.Namun sebelumnya pada 1980 telah dilakukan upaya penguatan sistem kesehatan nasional khusus daerah rural. Professor SupasitPannarunothai, MD, PhDjuga menjelaskansejarah perkembangan DRG di Thailand,dimana upaya penerapan DRG telah dimulai sejak 1993 dan terus menerus hingga saat ini. Poin menarik dari penerapan di Thailand yang mungkin dapat kita gunakan sebagai bahan pembelajaran di Indonesia yaitu adanya kolaborasi yang melibatkan banyak pihak meliputi peneliti, regulator dan praktisi yang siap memberikan data-data yang dibutuhkan untuk pengembangan program UHC di Thailand dan pengembangan dilakukan secara terus- menerus. Hal tersebut menjadi poin yang penting dalam perkembangan dan implementasi DRG.

Dalam implementasinya, Thailand menerapkan 3 skema dalam pembiayaan kesehatan nasional yang memiliki sasaran berbeda.  Pertama adalah Social Security Scheme (SSS) ditujukan kepada para pekerja swasta, skema yang kedua yaitu Civil Servant Medical Benefit Scheme (CSMBS) yang bekerja di sektor pemerintahan, selanjutnya yaitu Universal Coverage Scheme (UCS) yang melindungi seluruh warga negara Thailand di luar kedua skema yang disebutkan di awal. UCS mengaplikasikan DRG dengan pendekatan global budget.

Andreasta Meliala menambahkan bahwa model yang dikembangkan di Thailand sangat akomodatif pada skema UCS, yang mana dasar penentuannya berbeda tiap daerah tergantung dari kasus penyakit dan kondisi daerah tersebut. Global budget sendiri merupakan seluruh perencanaan anggaran ditetapkan diawal agar fasilitas pelayanan kesehatan bisa mengelola dananya sendiri secara fleksibel dalam batas waktu tertentu. Ada 2 model yang diadopsi oleh Thailand diantaranya indemnity dan managed care. Indemnity dapat dilihat dari adanya batas atas yang ditetapkan untuk mencegah adanya biaya yang terlalu tinggi seperti pada penyakit katastropik. Sedangkan prinsip managed care juga dilakukan dengan mementingkan prosesnya, artinya selama proses yang dilakukan telah sesuai prosedur maka badan penyelenggara akan me-reimburse klaim yang diajukan. Namun ada beberapa hal yang belum nampak dari penerapan UHC di Thailand seperti belum adanya clinical outcome dari pelayanan, opini dari tenaga kerja kesehatan, serta survei kepuasan pasien dengan dilaksanakannya UHC.

Dengan diterapkannya UHC di Thailand, para tenaga kesehatan merasa adanya peningkatan beban kerja karena terkait kemudahan akses memperoleh pelayanan kesehatan, serta terjadinya penurunan kualitas pelayanan karena pembiayaaan yang telah diatur dalam paket tidak mencukupi untuk memberikan pelayanan yang lebih. Selain itu, juga ada indikasi pasien yang mulai malas untuk merawat kesehatan diri, manja, dan terkadang meminta pelayanan yang berlebihan. Ketegangan juga terjadi karena sistem rujukan yang terkesan ditarik ulur.

Pengembangan INA CGBs di Indonesia ke Depannya

Indonesia telah menerapkan sistem pembayaran Kesehatan Nasional sejak tahun 2014, dalam implementasinya bahwa Indonesia memiliki fasilitas pelayanan kesehatan yang terdiri dari 1815 rumah sakit dan klinik yang tersebar di seluruh Indonesia dengan menerapkan sistem pelayanan dalam 3 kelas perawatan, serta terdapat 5 region dan 1077 kode INA CBGs.

Bercermin dari penerapan DRG di Thailand, Profesor Supasit mengusulkan beberapa rekomendasi dalam pengembangan INA CBGs di Indonesia seperti akurasi pengkodean data dan penentuan biaya, jumlah dan kompetensi sumber daya manusia, serta politik ekonomi rumah sakit. Jika ditinjau dari penerapan Thai DRG ada beberapa kunci penting sebagai faktor pendorong yaitu sistem teknologi informasi, penelitian yang berkelanjutan, adanya sistem pembiayaan, coding, pemrograman, dan audit serta melibatkan stakeholder dalam proses pengembangan sistem yang terus menerus dan bekelanjutan.

Yulita Hendrartini juga menambahkan bahwa sudah ada upaya dari pemerintah Indonesia untuk memperbaharui grouper INACBGs dan diharapkan pada 2019  Indonesia bisa menggunakan grouper sendiri. Namun dalam menentukan grouper dibenturkan berbagai kendala misalnya data yang tersedia tidak valid tentu ini juga akan berdampak pada kualitas grouper yang dihasilkan serta dibutuhkan peneliti independen dalam merumuskan grouper tersebut dengan tidak mengesampingkan keterlibatan pihak pemerintah, BPJS, klinisi, serta akademisi dalam pengumpulan data.

Di Indonesia dengan paradigma klinisi memandang bahwa sistem pembayaran retrospektif lebih bagus karena ada kejelasan berapa biaya pelayanan kesehatan yang akan diterima dan cenderung bebas atau liberter. Perbaikan sistem pembiayaan khususnya di Indonesia, diperlukan lebih banyak kajian serta penelitian yang dapat dijadikan sebagai acuan (evidence base) untuk mengimplementasikan sistem yang lebih baik dan sesuai dengan kondisi di lapangan. Maka, kemudahan akses serta keterbukaan data dan informasi dari pihak BPJS Kesehatan sangat menunjang pengembangan dari sistem pembayaran provider ini  untuk mencapai Universal Health Coverage yang ditargetkan tercapai pada 2019 (Dilla).

Materi 1:

Prof. Supasit Pannarunothai, MD, PhD
Lesson learned from Thailand (mixed payment) DRG and Global budget

Materi 2:

Prof. Supasit Pannarunothai, MD, PhD
Future development of DRG/INA CBGs

Pembahasan 1:

Dr. drg. Yulita Hendrartini, M.Kes, AAK
Perkembangan INA CBG

Sesi Diskusi :

Pembahasan 2:

Dr. dr. Andreasta Meliala, MAS, MKes
Mixed Payment: What We Can Learn from Thai’s Experience

Sesi Diskusi :