Rumah Sakit Syariah di Indonesia

[info_post_meta]

Ilustrasi RS Syariah (doc: islamedia.id)

Industri syariah di Indonesia semakin ramai, setelah bank dan lembaga keuangan syariah saat ini mulai berkembang ke arah bisnis real seperti hotel syariah, supermarket syariah dan yang terbaru adalah rumah sakit syariah. Indonesia dengan mayoritas penduduknya yang beragama Islam merupakan pangsa pasar yang luas bagi bisnis syariah, sehingga tidak mengherankan ketika bisnis yang berkembang saat ini mulai memperhatikan kepentingan konsumen dari sisi kebutuhan pemenuhan aturan agama. Bisnis syariah terutama rumah sakit sangat berbeda jauh dengan bisnis syariah di bank dan lembaga keuangan, operasional utama rumah sakit yang berbentuk interaksi antar manusia merupakan objek yang juga diatur dalam penerapan rumah sakit syariah ini.

Rumah sakit berbasis keagamaan, terutama yang menggunakan dasar nilai-nilai Islam sebenarnya bukan hal baru di Indonesia. Keberadaan rumah sakit ini sudah cukup lama ada dan banyak tersebar di seluruh Indonesia. Hal ini ditandai dengan penamaan rumah sakit yang menggunakan kata-kata Islam semisal RSI, RS PDHI dan sebagainya. Kemudian yang ditandai dengan penamaan berbahasa arab semisal RS Hidayatullah, RS Nur Hidayah, RS An Nisa , dan sebagainya, serta rumah sakit di bawah naungan organisasi keagamaan seperti PKU Muhammadiyah, RS NU, dan sebagainya.

Keberadaan rumah sakit yang berbasis agama Islam tersebut belum memiliki standar acuan dan lembaga yang melegitimasi. Apakah rumah sakit tersebut sudah memenuhi nilai-nilai Islam dalam penyelenggaraan layanannya atau belum?. Penerapan nilai-nilai Islam perlu dikukuhkan dengan sertifikasi rumah sakit syariah. Hal tersebut dilakukan supaya dapat meyakinkan pasien yang beragama Islam bahwasanya rumah sakit tersebut sudah mengadopsi nilai-nilai Islam dalam pelayanannya, sehingga tidak perlu ragu lagi dalam menerima pengobatan yang diberikan. Beberapa alasan perlunya sertifikasi rumah sakit syariah ini antara lain:

  1. Berkembangnya skema kerja sama bisnis antara pihak rumah sakit dengan pasien maupun pihak ketiga memerlukan pendalaman secara lebih. Mengingat akad dapat mempengaruhi kehalalan transaksi. Perlu dikaji dalam transaksinya apakah tidak mengandung unsur yang haram (maisir, gharar, riba, dan zholim) atau tidak dalam transaksi.
  2. Berkembangnya ilmu pengobatan jangan sampai melakukan praktik-praktik yang bertentangan dengan syariat. Misalnya operasi transgender, perawatan pasien rawat inap dengan yang berlainan jenis (bukan kondisi darurat).
  3. Berkembangnya obat-obatan dan bahan habis pakai diusahakan menggunakan obat-obatan yang mengandung bahan-bahan yang halal, seperti tidak mengandung alkohol, gelatin babi, dan sebagainya.
  4. Adanya edukasi nilai-nilai keagamaan dalam proses perawatan pasien dikarenakan sebagian besar peduduk Indonesia beragama Islam. Misalnya edukasi tata cara sholat di tempat tidur bagi pasien beragama Islam.

Keberadaan rumah sakit syariah ini juga sangat baik untuk mendorong pasien yang beragama Islam untuk meyakini bahwa pengobatan medis juga sesuai dengan aturan Islam. Mengingat saat ini banyak ajakan beredar di masyarakat untuk tidak mempercayai pengobatan medis dan mengganti dengan pengobatan alternatif yang berkedok agama.

Baru-baru ini dicanangkan adanya Mukisi yang menaungi rumah sakit syariah dan mendorong adanya fatwa yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional  (DSN) pada 2016 yang menjadi acuan bagi rumah sakit syariah. Mungkin ke depan, fatwa-fatwa lain akan mendukung pelaksanaan operasional rumah sakit syariah ini.