[info_post_meta]

Seminar Hospital Safety :
Progress dan Tantangannya 

Selasa, 28 Oktober 2014
Ruang Teater Gedung perpustakaan lantai 2 FK UGM

i.underlinehospital

Rumah sakit di Indonesia harusnya sudah berpikir tentang rencana kesiapsiagaan untuk menghadapi bencana karena bencana bisa terjadi di mana saja, baik di dalam maupun di luar Rumah Sakit, apalagi karena Indonesia berada di daerah yang rawan bencana. Biasanya yang terjadi pada saat bencana, Rumah Sakit sangat sibuk dan kacau terutama pada masa awal dimana banyak pasien yang harus ditangani, sehingga mengakibatkan menurunnya kualitas pelayanan. Padahal, harusnya Rumah sakit bisa menyediakan pelayanan kepada pasien dan melindungi staf, pengunjung dan masyarakat di sekitarnya serta menyelamatkan fasilitas Rumah Sakit.

Di samping itu, Rumah Sakit sering dihadapkan pada situasi dimana sumber daya yang terbatas pada saat bencana, padahal rumah sakit diharapkan dapat menyelamatkan sebanyak mungkin nyawa. Oleh karena itu, rencana kesiapsiagaan rumah sakit perlu memastikan keamanan lingkungan rumah sakit dan tindakan yang perlu diambil untuk memastikan pelayanan kesehatan yang penting tetap tersedia. Tapi masih banyak Rumah Sakit yang memiliki rencana kesiapsiagaan yang terdokumentasi dan teruji, apalagi melibatkan masyarakat di sekitarnya untuk siap menghadapi bencana.

Dua hal pokok yang harus dapat dilakukan oleh rumah sakit agar siap menghadapi bencana adalah dukungan kemampuan tehnis medis (Medical Support) dan dukungan kemampuan manejerial (Management Support). Begitu penting rencana penanggulangan bencana bagi rumah sakit ini didukung oleh adanya Undang-undang RI No.44 Tahun 2009 tentang rumah sakit, khususnya pada pasal 29 yang salah satu poinnya berbunyi bahwa “Rumah sakit mempunyai Kewajiban memiliki system pencegahan kecelakaan dan penanggulangan bencana”.

Selain itu, dalam Pembahasan Akreditasi Rumah sakit tahun 2012 pada elemen penilaian akreditasi pada Standar Manajemen Fasilitas dan Keselamatan (MFK) mengenai Kesiapan menghadapi bencana pada Standar MFK 6 yang berbunyi “Rumah Sakit membuat rencana manajemen kedaruratan dan program penanganan kedaruratan komunitas, wabah dan bencana baik bencana alam atau bencana lainnya”. Salah satu elemen penilaian MFK 6 adalah rumah sakit telah mengidentifikasi bencana internal dan eksternal yang besar, seperti keadaaan darurat di masyarakat, wabah, dan bencana alam atau bencana lainnya serta kajadian wabah yang bisa menyebabkan terjadinya risiko yang signifikan.

Oleh karena itu, dalam rangka peringatan hari Pengurangan Risiko Bencana Sedunia dan hari Kesehatan Nasional dan mendukung kampanye yang digalakkan oleh United Nation –International Strategy for Disaster Reduction (UNISDR), maka diadakan workshop yang membahas mengenai Hospital Safety, progress dan tantangan yang dihadapi ini sehingga diharapkan semakin banyak Rumah Sakit siap menghadapi bencana.

PPKK Kemenkes: Kebijakan Kemenkes tentang Pedoman Perencanaan Penyiagaan Bencana di Rumah Sakit (P3BRS)


PPKK1

Pembukaan Seminar Hospital Safety

 Sesi satu dimoderatori oleh dr. Bella Donna, M.Kes dari Divisi Manajemen Bencana Pusat Kebijakan Manajemen Kesehatan FK UGM. Beliau memperkenalkan pembicara dari Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan Kementerian Kesehatan, dr. Indro Murwoko.

PPKK2

Dok. PKMK: dr. Indro Murwoko dari Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan Kemenkes

Dikesempatan ini dr. Indro Murwoko menyampaikan beberapa hal penting terkait tema Hospital Safety ini. Ketika bencana terjadi, RS sebagai salah satu fasyankes harus menjadi fasyankes yang aman, yang dapat melindungi pasien-petugas, lalu meyakinkan fasyankes serta yankes berfungsi saat terjadi bencana. P3K ini berlokasi kerja di 9 regional yaitu Kalsel, Makasar, Manado, Medan, Jakarta, Surabaya, dan seterusnya. Serta 2 sub regional yaitu Papua dan Padang. Ke depan, P3K ini akan dikembangkan menjadi UPT, jadi yang menduduki staf Dinkes namun fasilitas milik Kemkes Pusat, tutup dr. Indro.

Organisasi internasional juga turut andil dalam hal ini, sejak tahun 2008 WHO Indonesia sudah mengawali kampanye safe school dan safe hospital. Tantangan untuk implementasi ini ialah kurangnya peraturan untuk pasien, harus terakreditasi, serta kurang political will. World Bank juga ada ketertarikan di bidang program pengembangan fasyankes ini.

Sesi Diskusi:

Laham (RSAB An Nur Yogyakarta.) mengajukan pertanyaan, dalam Pedoman Kebijakan Penanganan Bencana RS (P3BRS), poin penting apa yang harus di-share RS untuk menjadi safety hospital. Lalu poin apa yang harus dipenuhi untuk hospital safety index, apakah SOP dan fasilitas harus disiapkan secara khusus?

PPKK3dr. Indro menjawab pertanyaan tersebut melalui penjelasan, P3BRS merupakan produk yang dibuat tahun 2009 atau sering dikenal dengan pedoman penyiagaan bencana RS. Bagaimana menyusun perencanaan RS, sulit untuk treatment dengan RS yang sudah eksis. Komponen utama yang ada harus segera dibuat, contohnya untuk internal disaster RS misal ada call center.

dr. Hendro sempat memaparkan dua buku yang berperan penting dalam penyusunan Hospital Safety ini. Pertama, buku Hospital preparedness for emergency disaster (HOPE) yang banyak membahas syarat bangunan yang sesuai jika terjadi bencana. HOPE ini cukup komprehensif untuk menjadi acuan. Jadi, ada semacam hospital insider command system. Jika sistem komando tidak berjalan, prosedur tidak akan jalan juga. Misalnya banyak dokter namun tidak ada nomor telpon nya jadi kurang baik dalam penanganan saat bencana. Lalu, buku Safe Hospital yang bercerita tentang jangan membuat RS di lereng gunung, jangan membuat RS di bawah jalan jadi kebanjiran, tutup dr. Hendro.

pdf3Materi PPKK – Seminar Hospital Safety Yogya