Latar Belakang
Angka harapan hidup di Indonesia meningkat dengan layanan kesehatan yang lebih baik. Namun hal ini menyebabkan peningkatan jumlah pasien dengan penyakit tidak menular yang bersifat kronis dan tidak dapat disembuhkan seperti kanker, gagal organ dan penyakit degenerative. Prevalensi penyakit kanker misalnya, telah meningkat di Indonesia, dari 1.4% o di tahun 2012 menjadi 1.79% o in 2018. Permasalhan penyakit kanker di Indonesia makin bertambah, karena sebagian besar ditemukan dalam stadium lanjut. Data dari RS Kanker Dharmais menunjukkan 63% kanker berada dalam stadium paliatif, yang memerlukan pengobatan yang bertujuan untuk memperpanjang harapan hidup, bukan menyembuhkan. Sebagian besar pasien kanker akan masuk dalam stadium terminal, yaitu suatu periode progresifitas penyakit yang tidak dapat dihentikan dengan modalitas apapun, dan membawa kepada kematian. Di Indonesia kanker merupakan penyebab kematian ke-4 setelah stroke, hipertensi, dan diabetes (DepKes, 2011)
Seperti di negara- negara dengan pendapatan rendah dan menegah lainnya, penyakit tidak menular menimbulkan beban bagi negara. Di Indonesia, penyakit kanker memberikan beban pembiayaan yang sangat besar bagi pemerintah dan masyarakat. Data Badan Pengelola Jaminan Sosial (BPJS) tahun 2014 menunjukkan pengeluaran dana untuk pasien kanker sebesar 2,5 trilliun rupiah dan merupakan terbanyak ke-3 setelah penyakit jantung dan gagal ginjal (Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Sekretaris Jendral Kementrian Kesehatan RI, 2016).
Penyakit kronis, menimbulkan gejala fisik, gangguan psikologis, kesulitan sosial, dan masalah spiritual yang berat selama menjalani pengobatan sehingga memberikan dampak negatif terhadap kualitas hidup, biaya pengobatan dan bahkan harapan hidup (Zhi & Smith, 2015). Pasien memerlukan tatalaksana yang tidak bersifat disease-centered, namun yang berdasar prinsip patient’s-centered (Lamont, 2005; Davis, et al., 2015; Rietjen, 2016) dan layanan yang bersifat patient and family-centered care (Kirk & Mahon, 2010).
Tata laksana pasien stadium terminal adalah salah satu indikator kualitas layanan pasien pdengan penyakit kronis seperti kanker (Grendarova, 2015). Namun stadium terminal sering tidak terdiagnosis, sehingga tidak mendapat tatalaksana sebagaimana mestinya. Sebaliknya, mendapatkan intervensi yang dirancang untuk mencapai kesembuhan. Tindakan medis standar atau pengobatan agresif, pada pasien stadium terminal bisa bersifat iatrogenic dan akan menjadi sia-sia dan tidak efisien (Bailey, 2005). Tata laksana stadium terminal yang adekuat berfokus pada kualitas sisa hidup, kenyamanan, dan penghindaran tindakan sia-sia atau intervensi invasif yang menghalangi kematian yang tenang, damai, dan bermartabat (Kennedy, 2014).
Apa yang dimaksud dengan Perawatan Paliatif?
Perawatan paliatif adalah suatu pendekatan yang ditujukan bagi pasien dnegan penyakit yang dpat mengancam jiwa yang bertujuan untuk memperbaiki kualitas hidup pasien dan keluarganya yang mengalami masalah yang berhubungan dengan penyakit yang dapat mengancam jiwa melalui
pencegahan dan mengurangi penderitaan melalui deteksi dini dan asesmen yang seksama serta pengobatan nyeri dan masalah lain baik fisik, psikologis, dan spiritual (WHO, 2002). Perawatan paliatif dilakukan oleh tim multidisiplin yang bekerja secara interdisiplin untuk mencapai tujuan tatalaksana yang ditentukan bersama (Doyle, et al; 1999).
Integrasi perawatan paliatif pada penyakit yang dapat mengancam jiwa misalnya di bidang onkologi memberikan banyak manfaat bukan hanya bagi pasien tetapi bagi keluarga dan layanan kesehatan, termasuk dalam hal pembiayaan (Morisson, et al., 2011; Putranto, et al., 2017). Namun di Indonesia sampai saat ini belum berjalan dengan baik. Pada tahun 2018, Program Improving Access to Cancer Clinical Trial (ImPACT) melaporkan bahwa dari pasien yang memerlukan perawatan paliatif di Indonesia, baru 1% yang mendapatkan layanan (IARC, 2018).
Pengembangan layanan kesehatan yang komprehensif memerlukan tidak hanya pengobatan yang bersigfat kuratif tetapi juga perawatan paliatif. Perawatan paliatif di Indonesia ditujukan terutama bagi pasien stadium terminal, yang diatur melalui Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 812/Menkes/SK/VII/2007. SK tersebut menyebutkan bahwa dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan bagi pasien dengan penyakit yang belum dapat disembuhkan, selain dengan perawatan kuratif dan rehabilitatif juga diperlukan perawatan paliatif.
Disamping mendapatkan tatalaksana konvensional untuk mencapai tujuan pengobatan, pasien dengan penyakit yang memiliki harapan hidup terbatas harus mendapatkan kesempatan memperoleh perawatan paliatif yang berkualitas sepanjang perjalanan penyakit untuk meningkatkan kualitas hidup dan mengurangi beban keluarga serta mencapai efisiensi layanan kesehatan. Pengembangan perawatan paliatif memerlukan kebijakan pemerintah, tenaga kesehatan yang memiliki pengetahuan dan ketrampilan tentang perawatan paliatif, masyarakat yang sadar akan kebutuhan dan terlibat dalam perawatan paliatif dan ketersediaan obat-obat yang diperlukan.
Tujuan:
Memberikan pengetahuan tentang prinsip- prinsip perawatan paliatif sehingga dapat memberikan perawatan paliatif dasar dalam praktek klinis
Sesi Pembukaan
Ketua Panitia
Dr. Ronny Roekmito, M.Kes
Sesi Panel
Penelitian lintas profesi sebagai dasar layanan paliatif dan kebijakan pemerintah
Prof. dr. Adi Utarini, M.Sc, MPH, Ph.D
Implementasi prinsip dasar perawatan paliatif sesuai kondisi dan budaya masyarakat serta kebijakan pemerintah
Dr. dr. Maria. A. Witjaksono, MPALLC
Peran Pendidikan Kedokteran dalam menyiapkan tenaga layanan Paliatif
Prof. dr. Mora Claramita, MHPE,PhD, SpKKLP
Perawatan Paliatif dalam Pendidikan Keperawatan
Dr. Christantie Effendy, SKp. M.Kep