[info_post_meta]

KONFERENSI HEALTH PROMOTING HOSPITAL

3-5 Agustus 2016
Yogyakarta

i.underline

konfrensi

“Penyediaan fasilitas kesehatan merupakan salah satu upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat untuk meningkatkan kualitas hidup. Tujuan dari pembangunan nasional adalah tercapainya hidup sehat dan pencapaian derajat kesehatan yang optimal. Healthy hospital adalah RS yang berwawasan lingkungan dan berusaha mewujudkan kenyamanan pasien dan masyarakat sekitarnya”. Demikian kutipan sambutan gubernur DIY, Sri Sultan Hamengkubuwono X yang dibacakan oleh Wakil Gubernur KGPAA Paku Alam X pada pembukaan Health Promotion Hospital Conference yang diselenggarakan di Yogyakarta pada 3-5 Agustus 2016. Konferensi ini diikuti oleh peserta dari beberapa negara anggota Global Green and Healthy Hospital (GGHH), antara lain Filipina, Taiwan dan Korea Selatan.

Selanjutnya, Nila mengatakan bahwa saat ini pembangunan kesehatan diarahkan untuk peningkatan kegiatan promotif dan preventif. Ada tiga pilar yaitu paradigma sehat, penguatan layanan kesehatan (yankes) dan JKN. Menurutnya, climate change membawa banyak tantangan dan masalah baru, antara lain berkurangnya sumber air bersih dan terbatasnya energi bersih. Untuk itu pemerintah melakukan penguatan pelayanan kesehatan melalui regionalisasi pelayanan rujukan untuk menjamin continuum of care. Harapannya  ke depan hanya 10-20% masyarakat yang sakit dan ditangani oleh RS, sedangkan yang 80-90% adalah masyarakat yang sehat. Pertanyaan pentingnya adalah: apakah pihak-pihak yang terkait bersedia membuat RS yang green dan promoting health?

Saat membuka konferensi, Menteri Kesehatan RI, Nila Moeloek juga sekaligus meresmikan pembukaan International Cancer Center (ICC) RSUP Dr. Sardjito yang penandatanganan prasastinya disaksikan oleh Wakil Gubernur DIY KGPAA Pakualam X dan Dr. Syafak Mochammad Hanung, Sp.A., MPH.

Jelas climate change memiliki pengaruh terhadap kesehatan. Sejak awal tahun 1990-an data cuaca menunjukkan adanya peningkatan suhu yang berkali lipat dibanding suhu rata-rata dekade sebelumnya. Penyakit-penyakit yang berkembang di region Asia Tenggara antara tahun 1970-2009 akibat adanya perubahan iklim antara lain: malnutrisi (menyebabkan 69.875 kematian), diare (870.991 kematian), malaria (33.303 kematian), serta panas ekstrim (790.000 kematian). Data ini disampaikan oleh Mr. Sharad Adhikary, MPH, M.Sc (WHO). Dampak dari perubahan iklim adalah kekeringan, berubahnya pola penyakit menular melalui vektor, kematian terkait dengan cuaca panas, banjir, penyakit menulai melalui air, naiknya permukaan laut, migrasi, tekanan psikologis dan sebagainya. Menurut Adhikary, aksi penting yang harus segera dilakukan wajib bertujuan untuk mencegah dan mengendalikan adaptasi kesehatan terhadap penyakit, early warning system meningkatkan kapasitas komunitas dan sebagainya.

Sementara itu, menurut Dirjen Pelayanan Kesehatan yang diwakili oleh Dr. drg. Hesty, MKes climate change membawa dampak pada kesehatan, penyakit dapat dicegah (dan dikendalikan) dengan promosi kesehatan RS (PKRS) dan pada RPJMN III (2015 – 2019) fokus pembangunan kesehatan difokuskan pada area promotif dan preventif. Untuk itu, Kementerian Kesehatan telah melaksanakan dua program utama, yaitu program peningkatan akses dan program peningkatan kualitas pelayanan. Peningkatan akses antara lain dengan penguatan sistem rujukan, pengembangan layanan inovasi (misalnya telemedicine) dan mewujudkan kemitraan yang berdaya guna (misalnya melalui Sister Hospital). Program kualitas pelayanan dilakukan antara lain dengan pemenuhan sarana dan prasarana sesuai standar, pemenuhan SDM dan penguatan sistem manajemen kinerja fasilitas layanan kesehatan (fasyankes).