Mengintegrasikan Layanan Edukasi Pasien dalam Meningkatkan Self-Management Untuk Penanganan Penyakit Asma
Dengan semakin bergesernya pola penyebaran penyakit dari penyakit menular ke penyakit kronis, penanganan penyakit kronis di Indonesia patut mendapatkan perhatian khusus. Apalagi di era JKN saat ini dimana kendali mutu kendali biaya di fasilitas kesehatan sangat gencar dipromosikan oleh Kementerian Kesehatan dan BPJS Kesehatan. Salah satu penyakit kronis yang sering disepelekan adalah asma dimana penanganan yang kurang tepat dapat meningkatkan tingkat keparahan dan penggunaan layanan kesehatan yang sebenarnya tidak perlu.
Salah satu pendekatan yang dilakukan oleh Boulet et al. (2015) melalui riset yang dilakukan di Quebec, Kanada adalah dengan mengoptimalkan layanan self-management di pelayanan kesehatan primer melalui edukasi terhadap pasien. Boulet et al. (2015) membandingkan pengetahuan, utilisasi layanan astma, ketaatan pengobatan, dan penggunaan inhaler diantara 124 pasien di 6 Klinik Keluarga pada tahun 2013 sebelum dan sesudah intervensi.
Selama kurang lebih 8 bulan intervensi, Boulet et al. (2015) menemukan adanya penurunan utilisasi layanan asma dikarenakan pasien mampu untuk memanage keadaan penyakitnya sendiri. Penurunan utilisasi ini telihat lebih signifikan pada angka kunjungan yang tidak direncanakan. Penggunaan antibiotik juga menurun drastis setelah intervensi, lebih dari 50%. Disisi lain, dengan meningkatnya pengetahuan akan manajemen asma ketaatan mengkonsumsi obat juga ikut meningkat. Di akhir follow-up, lebih dari setengah responden memiliki action plan untuk penanganan penyakit mereka (Boulet et al., 2015).
Dalam studi mereka, Boulet et al. (2015) juga mengidentifikasi mengapa pengunaan layanan edukasi pasien tersebut jarang digunakan sebelumnya oleh dokter di layanan kesehatan primer. Salah satu penyebab utama adalah karena layanan edukasi yang disediakan tidak terintegrasi dengan layanan pelayanan kesehatan primer sehingga pasien harus pergi ke institusi lain dan membuat appointment. Penyebab lain adalah klinisi di layanan kesehatan primer jarang menyarankan pasien untuk mengakses layanan edukasi tersebut. Oleh karena itu menurut Boulet et al. (2015) diperlukan sinergitas yang kuat antara klinisi di layanan primer dan educator di layanan edukasi pasien. Masukan dari educator bisa menjadi pertimbangan klinisi dalam menentukan perawatan yang tepat dan efektif bagi pasien. Sebaliknya, masukan dari klinisi kepada pasien untuk memanfaatkan layanan edukasi pasien bisa lebih memotivasi pasien untuk meningkatkan self-management-nya dengan pengetahuan yang diperoleh dari layanan edukasi.
Beberapa penelitian lain juga sejalan dengan Boulet et al. (2015), self-management melalui pemanfaatan layanan edukasi pasien, untuk penyakit kronis seperti asma, dapat meningkatkan outcome perawatan sekaligus menekan biaya. Intervensi ini sejalan dengan apa yang sedang terjadi di Indonesia, di era JKN ini, dengan kendali mutu kendali biaya yang menjadi prioritas utama dari layanan kesehatan. Self-management harusnya menjadi bagian yang tak terpisahkan, dengan memanfaatkan keberadaan layanan edukasi pasien dan promosi kesehatan, di Puskesmas dan layanan primer lainnya.
Oleh: Stevie A. Nappoe-MPH Graduate from University of Alabama at Birmingham, 2016 Fulbright Scholar.
Sumber:
Boulet, L. P., Boulay, M. E., Gauthier, G., Battisti, L., Chabot, V., Beauchesne, M. F., . . . Cote, P. (2015). Benefits of An Asthma Education Program Provided at Primary Care Sites on Asthma Outcomes. Respir Med, 109(8), 991-1000. doi:10.1016/j.rmed.2015.05.004