Peran Pemerintah dalam Penurunan Angka Kematian Ibu (AKI)
[info_post_meta]
Sejak berakhirnya MDGs pada 2015 dan berlakunya SDGs, upaya penurunan AKI masih menjadi perhatian khusus di dunia. Salah satu perubahan mendasar yang dibawa oleh SDGs adalah prinsip “tidak ada seorang pun yang ditinggalkan”. Artinya cakupan target dan pelayanan dalam era SDGs lebih menyeluruh (100%) bila dibandingkan saat era MDGs yang hanya setengahnya (50%). Mengingat banyaknya aspek yang ada dalam SDGs dan informasi yang terlalu sedikit terkait SDGs di Indonesia, maka dibuatlah buku “Panduan SDGs untuk Pemerintah Daerah (Kota dan Kabupaten) dan Pemangku Kepentingan Daerah”. Buku panduan ini menyajikan penjelasan mengenai SDGs, peranan pemerintah daerah, pengalaman dan pembelajaran dari pelaksanaan MDGs, serta upaya– upaya yang diperlukan untuk memulai pelaksanaan SDGs untuk kurun 2015–2030.
Sistem desentralisasi yang berlaku di Indonesia membuat dua pertiga nasib dan kualitas hidup warga sangat ditentukan oleh baik buruknya kinerja pemerintah daerah. Mulai dari kebersihan lingkungan, seperti pengelolaan sampah, hingga kualitas sekolah dan pelayanan kesehatan, semuanya tergantung pada tinggi rendahnya mutu pelayanan publik di daerah.
Pentingnya peran pemerintah daerah bukan hanya berlaku di Indonesia saja, melainkan juga di seuruh dunia. Dalam bukunya If Major Ruled The World (2013), Benjamin Barber meletakkan harapan kepada para wali kota untuk mengatasi masalah–masalah besar dunia (perubahan iklim, pencegahan terorisme, pengurangan kemiskinan, tata niaga perdagangan obat). Menurutnya pemerintah daerah merupakan tenaga dan energi perubahan. Menurut Barber, ada tiga alasan yang mendasari pemikiran tersebut: (i) kota merupakan hunian bagi lebih dari separuh penduduk dan karenanya merupakan mesin penggerak ekonomi; (ii) kota telah menjadi rumah pencetus dan inkubator berbagai inovasi sosial, ekonomi dan budaya; dan (iii) para pemimpin kota dan pemerintah daerah tidak terbebani dengan isu kedaulatan serta batas–batas bangsa yang menghalangi mereka untuk bekerja sama.
Keberhasilan SDGs tidak dapat dilepaskan dari peranan penting pemerintah daerah. Pasalnya pemerintah kota dan kabupaten berada lebih dekat dengan warganya, memiliki wewenang dan dana, dapat melakukan berbagai inovasi, serta ujung tombak penyedia layanan publik dan berbagai kebijakan serta program pemerintah.
Dari pengalaman era MDGs (2000–2015), Indonesia ternyata belum berhasil menurunkan angka kematian ibu, akses kepada sanitasi dan air minum, dan penurunan prevalansi AIDS dan HIV. Hal ini disebabkan karena pemerintah daerah tidak aktif terlibat di dalam pelaksanaan MDGs. Juga karena pemerintah daerah kurang didukung. Salah satu upaya untuk mendorong keberhasilan SDGs di daerah adalah melalui penyediaan informasi yang cukup bagi pemerintah daerah.
Secara khusus, buku panduan ini bertujuan:
- Menyediakan informasi kunci, meski serbasingkat, tentang SDGs dan mengapa peranan pemerintah daerah dan para pemangku kepentingan di daerah menjadi kunci keberhasilan pelaksaaan SDGs
- Menyediakan pilihan dan contoh – contoh kebijakan dan program yang dapat diadopsi dengan melihat keragaman dan tingkat kemajuan atau tantangan pembangunan di tiap – tiap daerah
- Menyediakan contoh – contoh praktis yang dapat menjadi inspirasi bagi pemerintah daerah dan para pemangku kepentingan lainnya di daerah.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor : HK.02.02/Menkes/52/2015 ditetapkan Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2015-2019, yang mengacu pada Visi, Misi, dan Nawacita Presiden tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2015-2019. Pembangunan kesehatan Indonesia pada periode 2015-2019 adalah meningkatkan derajat kesehatan dan status gizi masyarakat melalui upaya kesehatan dan pemberdayaan masyarakat yang didukung dengan perlindungan finansial dan pemerataan pelayanan kesehatan. Sasaran pokok RPJMN 2015-2019 antara lain :
- Meningkatkan status kesehatan dan gizi ibu dan anak
- Meningkatkan pengendalian penyakit
- Meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan dasar dan rujukan terutama di daerah terpencil, tertinggal dan perbatasan
- Meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan universal melalui Kartu Indonesia Sehat dan kualitas pengelolaan SJSN Kesehatan
- Memenuhi kebutuhan tenaga kesehatan, obat dan vaksin
- Meningkatkan responsivitas sistem kesehatan.
Sasaran pembangunan kesehatan yang akan dicapai pada 2025 adalah meningkatnya derajat kesehatan masyarakat yang ditunjukkan oleh meningkatnya Umur Harapan Hidup, menurunnya Angka Kematian Bayi, menurunnya Angka Kematian Ibu, menurunnya prevalensi gizi kurang pada balita. Tujuan Renstra Kementerian Kesehatan pada tahun 2015-2019, yaitu :
- Meningkatkan status kesehatan masyarakat
- Meningkatkan daya tanggap (responsiveness) dan perlindungan masyarakat terhadap risiko sosial dan finansial di bidang kesehatan.
Peningkatan status kesehatan masyarakat dilakukan pada semua siklus kehidupan, mulai dari bayi, balita, anak usia sekolah, remaja, kelompok usia kerja, maternal, dan kelompok lansia. Dalam peningkatan status kesehatan masyarakat, indikator yang akan dicapai adalah:
- Menurunnya angka kematian ibu dari 359 per 100.00 kelahiran hidup (SP 2010), 346 menjadi 306 per 100.000 kelahiran hidup (SDKI 2012)
- Menurunnya angka kematian bayi dari 32 menjadi 24 per 1.000 kelahiran hidup.
- Menurunnya persentase BBLR dari 10,2% menjadi 8%.
- Meningkatnya upaya peningkatan promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat, serta pembiayaan kegiatan promotif dan preventif.
- Meningkatnya upaya peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat.
Sedangkan dalam rangka meningkatkan daya tanggap (responsiveness) dan perlindungan masyarakat terhadap risiko sosial dan finansial di bidang kesehatan, maka ukuran yang akan dicapai adalah:
- Menurunnya beban rumah tangga untuk membiayai pelayanan kesehatan setelah memiliki jaminan kesehatan, dari 37% menjadi 10%
- Meningkatnya indeks responsiveness terhadap pelayanan kesehatan dari 6,80 menjadi 8,00.
Beberapa wilayah di Indonesia masih mengalami kendala dalam menurunkan AKI. Jawa Barat masih tercatat sebagai daerah di Jawa dengan AKI tertinggi pada 2013. Jawa Tengah masih mengalami fluktuasi AKI tiap tahunnya, namun sudah berhasil menurunkan 711 kasus kematian ibu pada tahun 2014 menjadi 115 pada tahun 2015. Selain Jawa Barat dan Jawa Tengah, Surabaya juga turut mengalami masalah dalam upaya penurunan AKI ini. Dengan bantuan pemerintah daerah yang dinilai cukup tanggap, banyak relawan digerakkan untuk melakukan pendampingan kepada para ibu hamil di wilayah Surabaya.
Pada 2006, Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan, merupakan salah satu kabupaten dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) terburuk di Provinsi Sulawesi Selatan. Di kabupaten ini, rasio kematian ibu masih sangat tinggi, yaitu sebesar 300 per 100.000 kelahiran hidup. Salah satu penyebab tingginya AKI diduga akibat proses persalinan tradisional yang hanya ditolong oleh dukun bayi atau dukun beranak yang tidak terlatih.
Untuk memecahkan masalah ini, pemerintah kabupaten menginisiasi program Kemitraan Bidan dan Dukun (KBD) pada tahun 2007. Program ini secara umum berupaya mengalihfungsikan peranan dukun bayi atau dukun beranak (sanro) dalam persalinan tradisional kepada perawatan bayi dan ibu pasca–melahirkan. Selain dilatih, mereka diajak untuk mendorong setiap ibu melahirkan agar dapat ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih seperti bidan. Setiap dukun bayi mendapatkan insentif Rp 50.000 manakala merujuk upaya persalinan ini ke bidan desa.
Tiga tahun kemudian, program KBD diperkuat melalui payung hukum Peraturan Daerah No.2/2010. Adanya jaminan hukum melalui peraturan daerah, secara perlahan ikut mendorong bidan mendapatkan kepercayaan dari masyarakat. Sementara itu, dukun tetap tidak kehilangan pekerjaan, bahkan mendapatkan tambahan penghasilan. Sebagai hasilnya, indikator–indikator seperti K1 (kunjungan antenatal trimester pertama) naik lima kali lipat, dari 23 persen (2006) menjadi 105 persen (2012), K4 (kunjungan antenatal trimester keempat) naik dari 25,37 persen (2006) menjadi 97 persen (2012) dan persalinan ditolong tenaga kesehatan meningkat menjadi 96,4 persen pada tahun 2011. Upaya tersebut juga telah membuat angka kematian ibu di Takalar menurun hingga 0 pada kurun waktu 2009 – 2010. Pada tahun 2012, di Kabupaten Takalar tidak ditemui lagi insiden kematian ibu.
Dari berbagai contoh kasus di atas, terlihat bahwa peran pemerintah daerah sangat menentukan keberhasilan dalam upaya penurunan AKI. Semakin responsif/ tanggap suatu pemerintah daerah makan penurunan AKI akan semakin mudah dicapai. Tentunya hal ini juga diperngaruhi dengan sistem informasi/ pencatatan kejadian kematian ibu yang baik, sehingga dapat membantu pemerintah dalam menentukan langkah atau kebijakan yang sesuai dengan masalah yang ada dan target penurunan AKI bisa tercapai.
Sumber :