DERU KEBEBASAN
– ronny roekmito –
Darah yg telah tertumpah membasahi tanah tercinta, ternyata bukanlah hal yg sia sia.
Jiwa yg tercerabut dari raga, nyatanya jadi bukti hasil perjuangan.
Hutang Kemerdekaan telah terbayar lunas karena semangat perjuangan pahlawan.
Dan….
Deru kebebasan telah menggaung di seantero negeri seiring datangnya kemerdekaan,
Menohok keberanian utk berdiri tegak menderap langkah-langkah maju meraih asa,
Tunggulah Indonesia, kami datang dengan cita cita besar.
Hawa kemerdekaan telah membawa udara kebebasan,
Yang niscaya memberikan kesejukan, kemajuan bermartabat di bumi pertiwi.
Deru kebebasan,
Menjamin kebebasan berkreasi,
Menjamin kebebasan berprestasi,
Menjamin kebebasan bersekolah,
Menjamin kebebasan bekerja,
Menjamin kebebasan menentukan arah,
tanpa dibayangi lagi jerit penindasan dan rasa ketakutan.
Deru kebebasan,
Yang terkemas dalam koridor martabat, mampu menumbuhkan integritas dan hanya berpamrih untuk kemaslahatan negeri.
Kebebasan yang menumbuhkan kebahagiaan,
Bahagia melihat manusia Indonesia tersenyum,
Bahagia mendengar kemajuan pembangunan,
Bahagia merasakan keamanan di bumi pertiwi,
Bahagia dalam kesejahteraan.
Deru kebebasan,
Menyilahkan anak negeri menggapai mimpi,
tanpa harus kerja rodi yang menyengsarakan,
Deru kebebasan,
Niscaya mampu memanusiakan manusia yang adil dan beradab,
Mengedepankan kerukunan nan indah bertoleransi,
Menjunjung tinggi nafas gotong royong,
Menolong sesama tanpa disertai kepentingan,
Serta meraih kedamaian menyusuri aroma musyawarah.
Deru kebebasan,
Bertekad melindungi tanah air tercinta,
Berada di arena yang berdaulat, adil dan makmur,
Bertekad menjaga persatuan dan kesatuan NKRI,
Menuju kejayaan Indonesia selama-lamanya.
AKU ADALAH NEGERI
– Iwan Dwiprahasto –
Saat marahku menggelegak
Nafasku terasa sesak
Merah darahku bergejolak
Tak tahan hati ini untuk tidak berontak
Mereka harus pergi
Mereka harus tinggalkan ibu pertiwi
Atau aku yang mati
Untuk membela negeri
Saat semua desingan peluru berhenti
Sebagian masih diam bersembunyi
Terlalu banyak yang tak mengerti
Bahwa penjajah sudah pergi
Saat aku pekikkan merdeka
Hanya segelintir yang percaya
Kita sudah merdeka bung……
Dan pekik merdeka pun sambung menyambung
Kawan, kini kita sudah merdeka
Jangan bicara kau cinta negeri
Padahal kau tak bernyali
Jangan katakan kau penjaga pertiwi
Sementara hati kami selalu kau lukai
Mengapa kini kau menjadi pendengki
Mengapa kau jadi mudah membenci
Sumpah serapahmu tak juga pernah berhenti
Meski kita sudah memenangi bumi
Kau seperti bukan bagian dari kami
Kau seperti ingin hidup sendiri
Kau tidak lagi bersama negeri
Karena kau hanya sibuk mencaci maki
Kawan,
Biarkan aku mengisi republik ini
Dengan semua kebaikan
Bukan dengan kemunafikan
Bukan pula dengan permusuhan
Kawan,
Biarkan aku mengisi kemerdekaan
Dengan kebaikan
Dengan keberadaban
Dengan kedermawanan
Dan dengan kesetiakawanan
Bukan dengan saling menjatuhkan
Bukan pula saling mempermalukan
Apalagi saling membongkar keburukan
Singkirkan kesombonganmu
Buang jauh syahwat perseteruanmu
Pendam dalam gejolak dendammu
Enyahkan nafsumu untuk mempermalukanku
Kita adalah kita
Negeri ini adalah kita
Dan aku adalah negeri
JIKA KEMERDEKAAN ADALAH
Heru Marwata
Jika kemerdekaan adalah
Kebebasan dari penjajahan bangsa lain
Pasti kita PERNAH meraihnya
Setidaknya pada tahun 45
Soal kini dan nanti
Tergantung pada makna yang kita sematkan
Jika kemerdekaan adalah
Kebebasan menebar cercaan dan kecaman
Kini kita telah mendapatkannya
Jika kemerdekaan adalah
Kebebasan menyebar fitnah dan kebencian
Kini pun kita telah memperolehnya
Jika kemerdekaan adalah
Kebebasan mengumbar amarah dan kejengkelan
Kini kita telah memilikinya pula
Jika kemerdekaan adalah
Kebebasan melontar kata ketidaksukaan
Kini kita juga telah menikmatinya
Jika kemerdekaan adalah
Kebebasan melepas racun dalam ucapan dan tulisan
Sungguh, saat ini kita telah mengalaminya
Jika kemerdekaan adalah
Kebebasan saling mencaci tanpa basa basi
Sungguh, saat ini kita juga telah menemukannya
Semua itukah makna kemerdekaan
Yang diperjuangkan dengan segala taruhan?
Jika benar, betapa 73 tahun telah kita sia-siakan
Jika kemerdekaan adalah
Kebebasan saling berbagi kesempatan
Kebebasan saling memahami keberagaman
Kebebasan saling memudahkan dan memaafkan
Kebebasan saling mempercayai dalam persaudaraan
Kebebasan saling menganulir rasa iri serta kedengkian
Kebebasan saling menyulam erat tali jaring kebersamaan
Atau, jika kemerdekaan adalah
Kebebasan menabur benih subur silaturahmi
Kebebasan menyamanlancarkan alur komunikasi
Kebebasan melaras hati di bening telaga luas jaladri
Kebebasan membangun simpati, empati, dan toleransi
Tampaknya, selama ini, kita BELUM benar-benar merdeka
Terbentang jalan panjang penuh juang ‘tuk mewujudkannya
Yogyakarta, #pondokilusikatatanpaarti, 12 Agustus 2018
NYANYIAN KEMERDEKAAN
(karya Ahmadun Yosi Hervanda)
hanya kau yang kupilih, kemerdekaan
di antara pahit-manisnya isi dunia
akankah kaubiarkan aku duduk berduka
memandang saudaraku, bunda tercintaku
dipasung orang asing itu?
mulutnya yang kelu
tak mampu lagi menyebut namamu
Berabad-abad kau terlelap
Bagai laut kau kehilangan ombak
Burung-burung yang semula
Bebas dihutannya
Digiring ke sangkar-sangkar
Tak bebas mengucapkan kicaunya
Hanya kau yang ku pilih
Darah dan degup jantungmu
Hanya kau yang ku pilih
Diantara pahit-manisnya isi dunia
Orang asing itu berabad-abad
Memujamu dingerinya
Namun di negriku
Mereka berikan belengu-belenggu
Maka bangkitlah Sutomo
Bangkitlah Wahidin Sudirohusodo
Bangkitlah Ki Hajar Dewantara
Bangkitlah semua dada yang terluka
-Bergenggam tanganlah dengan saudaramu
Eratkan genggaman tangan itu atas namaku
Kekuatan yang memancar dari genggaman itu –
Suaramu sayup diudara
Membangunkanku dari mimpi siang yang celaka
Hanya kau yang kupilih, kemerdekaan
Di antara pahit-manisnya isi dunia
Berikan degup jantungmu
Otot-otot dan derap langkahmu
Biar kurterjang pintu-pintu terkunci itu
Dan mendobraknya atas namamu
Terlalu pengap
Udara yang tak tertiup
Dari rahimmu
Jantungku hamper tumpas
Karena racunnya
( matahari yang kita tunggu
Akhirnya bersinar juga
Di langit kita )
GUGUR
Karya : W.S. Rendra
Ia merangkak
di atas bumi yang dicintainya
Tiada kuasa lagi menegak
Telah ia lepaskan dengan gemilang
pelor terakhir dari bedilnya
Ke dada musuh yang merebut kotanya
Ia merangkak
di atas bumi yang dicintainya
Ia sudah tua
luka-luka di badannya
Bagai harimau tua
susah payah maut menjeratnya
Matanya bagai saga
menatap musuh pergi dari kotanya
Sesudah pertempuran yang gemilang itu
lima pemuda mengangkatnya
di antaranya anaknya
Ia menolak
dan tetap merangkak
menuju kota kesayangannya
Ia merangkak
di atas bumi yang dicintainya
Belumlagi selusin tindak
mautpun menghadangnya.
Ketika anaknya memegang tangannya
ia berkata :
” Yang berasal dari tanah
kembali rebah pada tanah.
Dan aku pun berasal dari tanah
tanah Ambarawa yang kucinta
Kita bukanlah anak jadah
Kerna kita punya bumi kecintaan.
Bumi yang menyusui kita
dengan mata airnya.
Bumi kita adalah tempat pautan yang sah.
Bumi kita adalah kehormatan.
Bumi kita adalah juwa dari jiwa.
Ia adalah bumi nenek moyang.
Ia adalah bumi waris yang sekarang.
Ia adalah bumi waris yang akan datang.”
Hari pun berangkat malam
Bumi berpeluh dan terbakar
Kerna api menyala di kota Ambarawa
Orang tua itu kembali berkata :
“Lihatlah, hari telah fajar !
Wahai bumi yang indah,
kita akan berpelukan buat selama-lamanya !
Nanti sekali waktu
seorang cucuku
akan menacapkan bajak
di bumi tempatku berkubur
kemudian akan ditanamnya benih
dan tumbuh dengan subur
Maka ia pun berkata :
-Alangkah gemburnya tanah di sini!”
Hari pun lengkap malam
ketika menutup matanya
KEPADA PROFESOR SARDJITO
(Wahjudi Djaja)
Di tungku baramu
Kau ramu beragam ilmu
Menggumpal jadi laku
Penuh manfaat bagi bangsamu
Di jejak derap langkahmu
Perguruan adalah medan perjuangan
Baktikan ilmu di ruang-ruang kehidupan
Karena pendidikan tak boleh jauh dari kemanusiaan
Api yang membakar Bandung Selatan
Geliat rakyat yang mengerang kesakitan
Memantik kesadaran kebangsaan
Bahwa ilmuwan adalah perisai kemerdekaan
Dokter STOVIA peringkat pertama
Berkedalaman jiwa multitalenta
Penuhi bakti demi kedaulatan pertiwi
Jadikan visi biar hidup lebih berarti
Ksatrian Sendaren 3 Juli 2018
SATU SUMBER TIGA RASA
Dimalam yang dingin, merayap sejak senja jatuh
Angin sore menyapu dedaunan kering yang jatuh dihalaman
Sorot rembulan menambah keindahan surgawi
Kunikmati malam itu dengan ditemani secangkir teh
Kuterkantuk, jiwaku melayang entah kemana…?
Aku merasa bertemu raja tanpa mahkota, sorot mata tajam menembus girus otakku
Sel sel otakku bicara sendiri, dengan berguma lirih bercerita tetangnya :
Saat semua raja pakai mahkota
Tanda kebesaran tak pernah ditinggalkan
Bergelimang kawibawan, kecukupan tak pernah kekurangan, apa yang diinginkan terlaksana, entah dari mana
Raja ini tidak punya wilayah
Apalagi kuasa
Hidup cukup mengelola rumah kost
Kumis melintang bak Salvador Dali, tanpa ayam dipundak, takut baju kebesaran kotor, kena telek
Jangan tanya tingginya intelektualitasnya
Menembus langit
Melintas mega-mega
Melewati tingginya gunung semeru
Menjebol tatanan kolonial
Memporak porandakan tertip ala priyayi
Kerendahan hatinya
Menjelma pemikiran ke Indonesiaan
Pemikiran liarnya mengundang para pejuang muda, entah dari mana asal usulnya
Dengan sukarela menyediakan sumur pengetahuan
KOPI PAHIT
Saat aku masuk didalam salah satu bilik kostnya
Ku duduk bersama muridnya
Diperkenalkan dirinya Muso
Lelaki gempal dengan gelora perjuangan, yang menggelegak diubun ubun
Bicara berbuih
Tetang sosialisme, perjuangan dengan pertentangan kelasnya, menerorkan kata kata provokatif, indonesia harus bebas dari cecunguk kapitalisme Belanda
Di menerangkan Indonesia makmur hanya dengan model kopi buatannya
Menurut propagandanya
Kopi ini sangat enak
Kopi Rusia
Di tuang air telaga tuju sumber
Dicampur gula buatan Karl Marx
Diaduk cepat maka siap dihidangkan
Ditawari secangkir kopi masakanya
Kureguk seteguk
Kurasa didalam mulutku pahit rasanya
Berr…berr…..berr
Aku bergeser di kamar sebelah
KOPI MASAM
Aku bergeser pada kamar sebelah
Kudengan suara parau mempersilahkan aku masuk
Kududuk dikursi sedan ala Cepu yang nyaman
Dia menyalamiku
Sambil dibisikkan katanya lirih mengenalkan dirinya : Sekarmaji Karto Suwiryo
Dia dengan meyakinkan gaya bicaranya pelan berwibawa
Setiap kata dengan didasari ilmu yang tinggi, rasional dan logis
Aku terkesima
Aku terpana
Dia berbuih menceritakan
Indonesia merdeka dengan dasar model ala kopi buatanya dan segera akan makmur, gemah ripah loh jinawi, toto tetrem karto raharjo
Aku terdiam
Bicara tenang dia mengatakan kopi adonannya;
Kopi Arabica
Di campur gula jawa
Di beri mantra mistis jawa
Dituang dengan air sumber sumur tujuh sumber
Diaduk lembut
Ditawarkan kepadaku
Kucicipi dengan seksama
Lidahku terasa masam….
Ada rasa pahit …bercampu
Ciaahss….hemmmm aku tak mampu menelannya
KOPI NANO NANO
Tak dapat kucegah kakiku bergerak menuju kamar paling ujung
Ku bertemu dengan lelaki gantheng dengan sotot mata yang menghanyutkan
Senyumnya menawan,
Kerlingan mata bisa meruntuhkan hati setiap wanita,
Bicaranya kadang pelan, kadang menggegar, seperti dalang memainkan wayang, menghanyutkan , seolah aku diajak mengarungi lautan imaginasinya
Dia memperkenalkan diri : Soekarno
Dengan suara mantap
Hati gemetar
Mataku nanar, dengan pandangan seribu kunang kunang
Dialog imaginatif dilakukan entah mengapa aku tak bisa menolak
Disodorkan pemikirannya, Indonesia masa depan, berdasarkan ketuhanan, sosialisme dan demokrasi…..
Wah…..
Aku teringat pada penghuni kost ini dikamar sebelah, yang satu sosialis,yang satu agamis.
Nah ….yang ini gabungan keduanya, di tambah demokrasi
Aku hanya termangu
Disodorkan kopi
Katanya ini kopi paling enak didunia; campuran kopi aceh,kopi lampung,kopi toraja,kopi banaran, kopi bali dan gula nusantara
Ku cicipi
Satu reguk, dan hemmmm
Nikmat, ada pahit tanpa menghilangkan manis,ada asam yang menyegarkan terasa nano nano
Aku memberanikan diri bertanya
Sumber air dari mana bung ?
Sama dari sumur sang tuan rumah
HOS Cokro Aminito
Aku hanya termangu
Dan segera pamit, dan keluar lewat butulan
Wah ….indah halaman belakangnya, kukagum dengan taman bunganya
Ditumbuhi aneka bunga
Kumbang dan kupu kupu saling kejaran
Burung kolibri menghisap madu bunga indah
Bertiup angin semilir
Kucium harum mewangi, menghinggapi hidungku, kupu kupu indah sayapnya, menghinggapi pipiku
Aku dikagetkan suara tokek dg suara aneh
Bangun….bangun…..bangun
Yogjakarta (Bulak sumur; 14/8/2018)
KEMERDEKAAN SEJATI
(Novi Indrastuti)
Jemari jingga fajar perlahan meraba
menjamahi skenario tentang persatuan
di antara para penghuni rahim pertiwi
menjelmakan misteri prasasti kemerdekaan
mengatupkan segala kisah kefanaan manusia
yang telah lenyap ditelan perangkap tekad.
Kobar kemerdekaan menggulung penjajahan
menyulut bara membakar segala tirani
menjelagakan segala halang perintang
menghimpun keberanian dalam genggaman
dan menyusun perjanjian di serambi sunyi.
Tanah air pun berhias kulminasi benderang
meretakkan tempurung cakrawala pandang
meranggaskan reranting belantara duka
mengeringkan luka sengkarut sengketa
dan meretas tabir rahasia hikmah kedamaian.
Kemerdekaan sejati adalah mimpi negeri ini
yang terus berdegup nyala di sekujur zaman
bersama gema doa yang sanggup bertualang
di bawah kesaksian matahari dan rembulan
di atas pengorbanan darah para pahlawan
Yogyakarta, 12 Januari 2018
MERDEKA KATANYA
sri penny alifiya H.
berwindu windu lebih setengah abad terbebas dari deruan peluru
tak ada lagi tumpahan darah pejuang raga dan sukma
tak ada lagi bentuk propaganda pengekang syurga
tak ada lagi drama tragedi yang mengebiri negeri
dan 17 Agustus 1945 adalah saksi kemenangan
ending derita berbuah bahagia
dan hari itu kita telah merdeka katanya
kebyar, pilar, panji kemerdekaan, kerlap kerlip cahaya lampu bak gemintang menyatu dengan reranting pepohonan
aneka sesajen kemeriahan terpajang rapi
nyanyian kemerdekaan membahana di sebuah negeri bagai simphoni membuai hati
anak anak disibukkan segudang agenda lomba
remaja pun terjadwal pelaksana karnaval bertajuk kebangsaan
orang tua mengotak atik sinema kemerdekaan
lanjut usia pun unjuk raga menyaksikan euphoria kemerdekaan
tak ada pengecualian semua turun tahta, bebas berlaga, bebas bersuka, bebas bersuara, bebas berkarya, karena memang kita sudah merdeka katanya
lupakan panggung politik yang sedang berguncang
lupakan para birokrat yang beradu pendapat
tutup luka biang nestapa yang menggulana
balutlah luka akibat sayatan durjana melata
karena kita sedang merdeka katanya
jangan hiraukan para cendekia beradu argumen
jangan kau prihatin dengan banyaknya pengamen penghias jalan
jangan kau iba dengan pengemis bau amis yang hidupnya tragis
tak perlu kau persoalkan pemerintahan hasil merdeka ini miris
karena kita ini sedang merdeka katanya
ditengah hingar bingar negeri ini aku masih babu negeri tetangga penguasa dolar
aku masih menjadi jelata korban sistem abal abal
aku adalah sahaya yang masih terjajah kawanku sendiri
dan di usia 73 merdekamu aku adalah pertanyaan pertanyaan yang belum terjawab
dan persoalan persoalan yang belum terpecahkan di negeri yang merdeka ini katanya
Grobogan, Senin, 13 Agustus 2018
PELAJARAN MERDEKA
Umi Kulsum
“….hal-hal mengenai pemindahan kekoeasaan dll,
diselenggarakan dengan tjara saksama
dan dalam tempoh jang sesingkat-singkatnja” (1)
Itu dulu
ketika orangorang dengan bambu runcing
meneriakkan kemerdekaan melawan mesiu
ketika penjajahan mencengkeram
selama berabadabad itu
Dan sekarang harus ku ceritakan
kepada anakanak
agar mereka tahu
bahwa semua
bukan sekadar dongeng masa lalu
sungguh, betapa mahalnya
mengibarkan bendera di langit biru
Maka,
tak kubiarkan mereka dijajah waktu
dan merobek negeri sendiri
dengan cacimaki
antara yang tinggal di pulau sana
antara yang tinggal di pulau sini
Aku ingin anakanak
bernyanyi di halaman
melukis keindahan
di bawah langit yang sama
sebagai sebuah ruang merdeka
:
satu
yang beraneka
Bantul, Yogyakarta. 2018
(1) Penggalan teks proklamasi
Rakyat…
(Hartojo Andangdjaja)
Rakyat adalah kita
jutaan tangan yang mengayun dalam kerja
dibumi ditanah tercinta
Jutaan tangan mengayun bersama
membuka hutan hutan ilalang jadi ladang ladang berbunga
mengepulkan asap dari cerobong pabrik pabrik di kota
menaikkan layar menebar jala
meraba kelam ditambang dan batu bara
Rakyat ialah tangan yang bekerja
Rakyat ialah kita
otak yang menapak sepanjang jemaring angka angka
yang selalu berkata dua adalah dua
yang bergerak di simpang siur garis niaga
Rakyat ialah otak yang menulis angka angka
Rakyat ialah kita
beragam suara di langit tanah tercinta
suara bangsi di rumah berjenjang bertangga
suara kecapi di pegunungan jelita
suara bonang mengambang di pendapa
suara kecak di muka pura
suara tifa di hutan kebun pala
Rakyat adalah suara beraneka
Rakyat ialah kita
puisi kaya makna di wajah semesta
di darat
hari yang berkeringat gunung batu berwarna coklat
di laut
angin menyapu kabut awan menyimpan topan
Rakyat adalah puisi di wajah semesta
Rakyat ialah kita
darah di tubuh bangsa
debar sepanjang masa
Pasaman, Oktober 1961
Sri Gunung Kemerdekaan
Oleh Wulan Astuti
Setiap kita adalah pahlawan
Tak butuh status, tak butuh komen
Seorang pahlawan berkarya dalam senyap
Seorang pahlawan … tidak ada yang melihat
Pahlawan … dibuat hanya untuk memulai perubahan
Berharap orang selanjutnya akan melihat cahaya lebih terang
Di negriku,
perang kemerdekaan dengan darah telah usai tujuh puluh tiga tahun silam
Tapi merdeka bagi setiap kita bukan sebuah momentum menuju titik
Setiap kita adalah pahlawan
Setiap kita mengharapkan kemerdekaan
Merdeka untuk berpikir
Merdeka untuk bertindak
Merdeka dalam tubuh dan jiwa
Merdeka dalam jiwa adalah bebas untuk berharap
Siapa mereka?
siapa kamu?
hendak merampas harapanku
Kau cibir tubuhku, kau salahkan kain pelindung kulitku, kau hina rumahku, kau remehkan pemikiranku, kau bahkan seenaknya tertawakan tungganganku
Kau bisa ongkang-ongkang di apartemen mahal tanpa halaman depan
Kau bisa gadaikan jiwamu ke bank lokal
Kau beli mobil besar
Yang uang mukanya kau dapat dari hasil rengekan ke Mama Papa
Kau kibarkan wajahmu kala berkeliaran di kota
Kau pura-pura bahagia!
Kutahu jiwa bebasmu terbelenggu
Lelapmu terganggu oleh tumpukan jadwal cicilan di agendamu
Bebasmu adalah bebas yang semu
Hanya sri gunung saja
Indahnya lenggokmu kala dilirik dari nun jauh pandang
Bebasku bukan bebas atas iriku pada gaya hidupmu
Bebasku adalah bisa menikmati hari senggangku tanpa memikirkan semua cibiranmu
Ini merdekaku, merdeka sederhana, merdeka tanpa hutang
Lelapku tanpa terbelit cicilan
Setiap kita adalah pahlawan
yang merdeka untuk memiliki harapan
Bulaksumur, Agustus 2018
Merdeka …jaman now
Merdeka …
sekali merdeka tetap merdeka
Begitu selalu kita dengar di layar kaca
pada setiap ulang tahun bangsa Indonesia
yang senantiasa dirayakan dengan suka cita
Apa arti merdeka…
Guru bilang merdeka berarti bebas dari penjajah
Kamus menjelaskan merdeka berarti berdiri sendiri
Atau…juga mandiri
Merdeka juga bermakna tidak terikat dengan apapun
Dan juga siapapun
Merdeka di jaman sekarang
Jaman now kata anak muda di balik karang……
Millenial…..kata si abang
Apakah benar-benar merdeka….
Bebas lepas tanpa ikatan dan terbuka
Tiada penjajah bersembunyi dibalik dua muka
Merdeka di jaman tilpun genggam sudah isi lagu
Harusnya tidak terbelenggu
pada ganti status setiap hari atau tiap minggu
pada setiap kali mencari wifi jika pulsa di batas pagu
pada cari testimony ketika membeli
pada keharusan berfoto selfi dengan kecermatan berposisi
Merdeka di jaman berkantor bisa dari rumah
Apakah sudah tidak ada namanya penjajah
Ketika anak-anak sudah tidak lagi menembangkan lagu daerah
Ketika remaja tidak doyan lagi tempe dan jadah
Ketika ibu-ibu tidak lagi ke pasar tapi swalayan di pertokoan lantai lima
Ketika bapak-bapak minum kopi di café yang ada barista
Merdeka di jaman semua aplikatif
Sudahkah bangsa kita bebas dari perilaku-perilaku adiktif
Mengepulkan asap atau yang katanya hanya uap….
Mengakses situs begituan sambil mengusap….
Main game berjam-jam sampai berkeringat dan ruangan pengap….
Nonton film korea semalaman sampai terkantuk menguap…..
Atau katanya trading….tapi ratusan ribu hilang dalam sekejap…
Merdeka jaman now….
Banyak anak muda di café kongkow-kongkow…
Namun mereka bekerja di dunia maya katanya..
Bahkan jenis pekerjaan menembus batas dunia….
Semoga mereka masih punya rasa kebanggaan berbangsa Indonesia…
Harapanku mereka juga masih ingat Indonesia Raya
Dan dengan benar berbahasa Indonesia
Merdeka jaman now
Membuatku terlihat kuno…..
Laptop hanya untuk kerja
Akses medsos seadanya….
Aku juga sering terpana…..
Bahkan calon pemimpin bangsa…
Dinyatakan dengan pilihlah pimpinan jaman now…
Merdeka jaman now….
Seperti apakah bebas penjajah pak presiden Joko?
Seperti apakah tidak terikat setelah 73 tahun bebas?
Seperti apakah bangsa Indonesia ini ingin lepas?
Oaaalah…jaman now…..
Yayi S Prabandari-Yogyakarta &Timika Agustus 2018
Cinta di Jalan Sunyi Indonesia
Oleh Ika Dewi Ana
Malam itu, sunyi kembali
Aku hanya mendengar dentuman jiwa
Dan suara tik tak tik tak tik tak beraturan
Sangat sunyi, sepi, dan sendiri
Di hadapanku terbentang jalan panjang
Seolah-olah ada cahaya di ujungnya
Biru
Indah
Gemerlap
Di sisiku,
Terserak buku catatan
Yang menorehkan seluruh perjalanan itu
Rinduku kusematkan pada pada pusaran
Yang bergerak teratur
Yang hangatnya menyelimutiku
Hingga seluruh jiwa dan khayalku mengangkasa
Menukik menuju bintang
Tik tak tik tak tik tak
Rinduku juga kusematkan
pada butiran berukuran kecil
Sangat kecil
Lebih kecil daripada batasan sepuluh pangkat minus enam
Senti
Putih, melaju, berputar teratur,
dan ia tak akan pernah
lelah dan mengendap
Indonesia, di jalan sunyi ini
Aku ingin memberikan hidupku
Menempuh sisa perjalananku
Di senyap ini
Di jalan panjang ini
Di kesunyianmu
Ia adalah bagian dari
Perintah untuk membaca bagiku
Untuk kemanusiaan
Untuk ilmu
Untuk kukembalikan cintaku pada
Alam raya.
Yogyakarta, Agustus 2018
Richard Feynmann mengatakan: There is a plenty of rooms at the bottom.
INDONESIA
A.A. Ma’ruf
Kubaca dalam sebuah kitab ensiklopedia
Sebuah negara bernama Indonesia
Negeri surga diapit dua benua
dipeluk dua samudera
Indonesia negara paling
kaya di jagat raya
Kandungan emas
terbesar sangatlah pantas
Cadangan gas melimpah ruah
sepanjang sejarah
Hutan belantara subur dan rimbun
kayu rotan banyak berjibun
Ikan berlimpah merindu pukat
tiram mutiara merindu diangkat
Laut bukan lagi laut, kolam susu lebih patut
Penduduknya aduhai…
ramah dan santun
Religius dan murah hati
bahkan terlampau murah hati
Bangsa asing datang disambut
dengan riang
Emas berlapis-lapis disila dikeruk habis
Minyak dan gas dibiarkan amblas tanpa bekas
Kayu rotan diberikan tanpa beban
Sawit dan karet dipindah tangan
Ikan dan mutiara bukan milik nelayan, sekedar kuli para juragan
Lautan susu dijarah, pun pasrah sumarah
Ya, pasrah dan sumarah
Konon, itulah ajaran simbah
AA Ma’roef, menulis beberapa antologi puisi dan beberapa cerpen. Berkhidmat di Kemenag, melahirkan puisi dari hasil mewawas dan melawat.
JANJI WAKIL RAKYAT
Tadkiroatun Musfiroh
Waktu itu, para kepala sekolah bersatu dalam komando
“Coblos si jaket hijau, corong suara kita, pembela sejati”
Waktu itu, suara dipilin rapi seperti kacang panjang
unting mengunting diikat dalam cinta penuh perjuangan
ruang-ruang asa yang dipadati janji bak serani suci
Waktu itu, senyum guru-guru merekah, merasakan matahari pagi
menghangatkan tubuh-tubuh yang masih sedingin kabut
Langkah penuh kerinduan bertemu siswa yang telanjang kaki
“Kita punya wakil rakyat sekarang. Suara kita akan didengar.
Nasib kita akan diperjuangkan”
Waktu itu, kepala sekolah tegak berjalan, menatap ke depan
“Aliran bantuan akan menderas, menggantikan gubug jadi gedung
menyulap kandang jadi laboratorium.”
Hari-hari hening… sepi…
Waktu terus berjalan, harapan meredup perlahan.
mentari menua, senja mengundang malam
harap menjelang gelap dan pengap
Sunyi tanpa sapa, sendiri tanpa tatap muka
Para kepala sekolah itu, lesu merasa tertipu
Gapai jauh, tebing curam tiada penolong
teriakan gempita yang dulu berwarna-warna kini bisu
di list bantuan sekolah pun zonk tanpa nama mereka
sekolah-sekolah itu, tak ada sehurufpun tertera
Guru, murid, dan kepala sekolah pun terluka
mereka diam dan memendam marah di sekam
Tahun berganti. 2019 menanti
Datang rayu manis si anak manja haus kuasa
dengan senyum jumawa dan gemintang sorai
dia dendangkan lagi janji-janji, dikibarkan nama-nama Kyai
“Akulah sang suci, dewa kalian, pembela kebenaran.
Aku lahir dari titis-titis benih emas murni, pantang ingkar janji”
Senyumnya mengembang dihiasi bunga api jasa-jasa.
Ia lupa beribu aspirasi tak pernah sampai, tak jua tuai
Ia berdiri di puing-puing hati yang tak lagi percaya padanya.
==Plosokuning, 25 Juli 2018==