[info_post_meta]
International Seminar on Disaster Health Management
10 years Tsunami Aceh : Lessons Learned and Strategy
for Disaster Management on Health Sector in Indonesia
Presented by:
Working groups on Disaster Management, Faculty of Medicine UGM
And Center for Health Policy and Management, Faculty of Medicine UGM
On 17-18 December 2014
It has been 10 years after a tsunami Aceh. It was one of the deadliest disaster in Indonesian history. We can still remember, how was the devastating tsunami that was happened on 26 December 2004 at 07.58 WIB, an earthquake with magnitude 8,9 SR in Indian Ocean, 66 km west coast of Aceh and followed by a big tsunami with waves up to 12 meters, with the wave speed up to 500-900 km per hour.
Tsunami aceh has destroyed infrastructures, houses and buidings. It has not only ruin the buildings, but it also caused hundred thousand people killed, injured and lost. While, the other hundred thousand people displaced. This is a big tragedy in indonesian history, even this event is not the first tsunami happened in Indonesia. Before tsunami aceh, there was a tsunami happened in 1861 and 1907. But before tsunami aceh 2004, we don’t aware with the importance of disaster management.
Tsunami aceh in 2004 was the tsunami with the longest ruptured in the world history. The length of ruptured under sea which being a source of earthquake and tsunami is about 1600 km. Hiro Kanamori et al. In their paper with the title “Historical seismograms for unraveling a mysterious earthquake: The 1907 Sumatra Earthquake”, did not mention the length of ruptured, but they wrote the similarity between tsunami 1907 and tsunami Nias 2005 and earthquake on November 2002. But because the limitation of the equipment, so the length of the ruptured was not clear. Based on that similarity can be concluded that the lenght of ruptured tsunami Nias in 2005 is shorter than ruptured in tsunami Aceh 2004 (Hiro Kanamori et al. 2004).
After a big tsunami 2004, we finally aware that disaster management is very from tsunami Aceh, what elements has done good and what element needs an improvement, so we are well prepared if it happen again in the future.
Faculty of medicine UGM and RS Sardjito has helped Aceh in Tsunami 2004 for 4 years and published a book about its experinced in helping aceh with the title “ 3 Years Activities of Sardjito Hospital, Faculty of Medicine, and Faculty o Psychology UGM in Aceh”. Based in its experinced, the center for health policy and management, especially disaster management division and working gruop on disaster management faculty of medicine UGM will organize international seminar/workshop to commemorate the tsunami aceh 2004 and disaster management journey that has been conducted over 10 years.
Seminar International on Disaster Health Management
-
Memperingati 10 Tahun Kejadian Bencana Aceh:
Mengambil Pelajaran dan Stratgeti untuk Pengembangan Manajemen Bencana Sektor Kesehatan di Indonesia
University Club dan Senat KPTU FK UGM
17-18 Desember 2014
Dilanjutkan dengan penampilan tarian Saman yang merupakan tarian tradisional masyarakat Aceh. Tarian Saman yang juga dikenal dengan tarian 1000 tangan ini dibawakan oleh 11 orang mahasiswa Jurusan Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran UGM. Harapannya tarian ini dapat mewakilkan kegembiraan masyarakat Aceh sekarang yang dapat bangkit dari duka tsunami 10 tahun silam.
Sambutan pertama disampaikan oleh dr. Handoyo Pramusinto, Sp. BS selaku Ketua Pokja Bencana FK UGM. Singkat dan padat apa yang beliau sampaikan, yakni mengenai pentingnya sebuah kejadian untuk diambil sebagai sebuah pelajaran dan kita disini semua berkumpul untuk membahas, mendiskusikan, dan bersyukur jika hal ini dapat menjadi titik untuk menyusun strategi ke depannya.
Sambutan selanjutnya, disampaikan oleh Dekan Fakultas Kedokteran UGM, Prof. Dr. dr. Teguh Aryandono, Sp.Onk. Beliau menyambut hangat kedatangan semua peserta dan pembicara baik dari dalam dan luar negeri yang terlibat dalam kegiatan ini. Tujuan kita disini semuanya sama, yakni duduk dan berdiskusi untuk manajemen bencana yang lebih baik ke depannya, khususnya di sektor kesehatan. UGM memang pernah terlibat selama kurang lebih 4 tahun dalam penanggulangan bencana di Aceh lalu dan ini bisa dijadikan dasar pengalaman yang baik untuk menyusun strategi ke depannya, misalnya mengenai peran universitas. Harapannya, seminar yang diselenggarakan oleh Pokja Bencana FK UGM dan PKMK ini dapat bermanfaat sebagai bahan rekomendasi manajemen bencana sektor kesehatan di Indonesia.
Secara simbolis, pembukaan dibuka dengan pembunyian sirine peringatan tsunami oleh Dekan Fakultas Kedokteran UGM.
Sebagai keynote speaker dalam seminar ini adalah Prof. dr. Laksono Trisnantoro, MSc., Ph.D, beliau juga merupakan pemimpin proyek penanggulangan bencana Tsunami Aceh selama empat tahun (2004-2008). Beliau menyampaikan mengenai kronologi bantuan UGM untuk tsunami Aceh silam serta pengembangan apa yang dilakukan setelah bantuan tersebut. Saat ini misalnya, FK UGM telah mengembangkan kurikulum bencana untuk mahasiswa kesehatan (kedokteran umum dan keperawatan), mahasiswa S2 kesehatan masyarakat, serta membantu mengembangkan perkuliahan manajemen bencana kesehatan pada sekolah manajemen bencana UGM. Melalui seminar ini beliau berharap kita semua dapat berfikir untuk merumusakan mengenai manajemen bencana sektor kesehatan yang lebih baik ke depannya.
Acara selanjutnya adalah istirahat pagi, peserta juga disuguhkan dengan pemutaran dokumentasi kegiatan Fakultas Kedokteran UGM dan Pokja Bencana dalam penanggulangan bencana yang terjadi di Indonesia.
Dilanjutkan dengan penampilan tarian Saman yang merupakan tarian tradisional masyarakat Aceh. Tarian Saman yang juga dikenal dengan tarian 1000 tangan ini dibawakan oleh 11 orang mahasiswa Jurusan Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran UGM. Harapannya tarian ini dapat mewakilkan kegembiraan masyarakat Aceh sekarang yang dapat bangkit dari duka tsunami 10 tahun silam.
Sambutan pertama disampaikan oleh dr. Handoyo Pramusinto, Sp. BS selaku Ketua Pokja Bencana FK UGM. Singkat dan padat apa yang beliau sampaikan, yakni mengenai pentingnya sebuah kejadian untuk diambil sebagai sebuah pelajaran dan kita disini semua berkumpul untuk membahas, mendiskusikan, dan bersyukur jika hal ini dapat menjadi titik untuk menyusun strategi ke depannya.
Sambutan selanjutnya, disampaikan oleh Dekan Fakultas Kedokteran UGM, Prof. Dr. dr. Teguh Aryandono, Sp.Onk. Beliau menyambut hangat kedatangan semua peserta dan pembicara baik dari dalam dan luar negeri yang terlibat dalam kegiatan ini. Tujuan kita disini semuanya sama, yakni duduk dan berdiskusi untuk manajemen bencana yang lebih baik ke depannya, khususnya di sektor kesehatan. UGM memang pernah terlibat selama kurang lebih 4 tahun dalam penanggulangan bencana di Aceh lalu dan ini bisa dijadikan dasar pengalaman yang baik untuk menyusun strategi ke depannya, misalnya mengenai peran universitas. Harapannya, seminar yang diselenggarakan oleh Pokja Bencana FK UGM dan PKMK ini dapat bermanfaat sebagai bahan rekomendasi manajemen bencana sektor kesehatan di Indonesia.
Secara simbolis, pembukaan dibuka dengan pembunyian sirine peringatan tsunami oleh Dekan Fakultas Kedokteran UGM.
Sebagai keynote speaker dalam seminar ini adalah Prof. dr. Laksono Trisnantoro, MSc., Ph.D, beliau juga merupakan pemimpin proyek penanggulangan bencana Tsunami Aceh selama empat tahun (2004-2008). Beliau menyampaikan mengenai kronologi bantuan UGM untuk tsunami Aceh silam serta pengembangan apa yang dilakukan setelah bantuan tersebut. Saat ini misalnya, FK UGM telah mengembangkan kurikulum bencana untuk mahasiswa kesehatan (kedokteran umum dan keperawatan), mahasiswa S2 kesehatan masyarakat, serta membantu mengembangkan perkuliahan manajemen bencana kesehatan pada sekolah manajemen bencana UGM. Melalui seminar ini beliau berharap kita semua dapat berfikir untuk merumusakan mengenai manajemen bencana sektor kesehatan yang lebih baik ke depannya.
Acara selanjutnya adalah istirahat pagi, peserta juga disuguhkan dengan pemutaran dokumentasi kegiatan Fakultas Kedokteran UGM dan Pokja Bencana dalam penanggulangan bencana yang terjadi di Indonesia