Sharing Hasil Kegiatan AIPMNH

Kupang
Rabu, 9 Januari 2012

i.underline

sharing1

Kupang. Pada hari Rabu yang lalu, 9 Januari 2012, Australia-Indonesia Partnership for Mother and Neonatal Health (AIPMNH) mengadakan acara pertemuan di Kupang untuk sharing hasil-hasil kegiatannya di seluruh NTT, termasuk kegaitan Sister Hospital dan Performance Management & Leadership (PML). Sejauh ini PML sudah membantu NTT khususnya sektor kesehatan selama lebih dari 20 tahun, dan bantuan ini akan terus berlanjut dalam rangka membantu mencapai tujuan MGDs. Hal tersebut disampaikan oleh Minister Counselor dari AIPMNH pada pembukaan pertemuan. AIPMNH mengapresiasi keberhasilan NTT dalam menurunkan angka kematian Ibu dan keberhasilan Kabupaten Sumba Barat dalam meraih penghargaan dari Presiden RI terkait masalah pemberdayaan perempuan. Namun angka kematian bayi belum menurun sehingga dipandang masih perlu adanya kolaborasi antara puskesmas dengan RS scara lebih baik.

Kedepannya APIMNH akan fokus pada masalah kesehatan reproduksi, KB, gizi pad aibu hamil, yang rencananya. Oleh karena itu, kerjasama yang lebih baik dengan Pemda masih sangat diperlukan, terutama untuk menjamin sustainabilitas program. AIPMNH menyebutkan bahwa sudah ada contoh baik yang dikembangkan oleh Pemda, misalnya dibentuknya desa siaga, reformasi puskesmas dan sister hospital, dimana berbagai program ini telah pula melibatkan Badan Pemberdayaan Desa, Badan Pemberdayaan Perempuan dan sebagainya. Namun dalam kesempatan ini AIPMNH ingin menekankan bahwa lembaga tersebut tidak akan mentoleransi tindakan yang bersifat korup sehingga perlu adanya akuntabilitas program yang lebih baik untuk kedepannya.

Gubernur NTT saat memberikan sambutan mengakui bahwa provinsinya sudah banyak dibantu oleh AUSAID. Menurut Gubernur, perhatian lebih banyak perlu diberikan pada masyarakat di desa. Agar output program sesuai dengan yang diharapkan, maka perlu ada sinergi antara program yang dibuat oleh AIPMNH dengan program-program yang telah direncanakan oleh pemerintah daerah, sehingga sumber daya yang ada dapat dimanfaatkan secara lebih optimal dan tidak membebani pelayanan pada publik. Gubernur juga mengakui bahwa penurunan angka kematian ibu di NTT terjadi antara lain berkat bantuan dari AUSAID.

Upaya penurunan angka kematian ibu dan bayi di NTT diawali pada tahun 2009 dengan menyusun Rancangan Peraturan Daerah mengenai Revolusi KIA oleh suatu tim yang terdiri dari tiga belas sektor terkait. Hasilnya adalah draft nol naskah akademik dan sraft nol raperda . Setelah melalui berbagai proses FGD dan pembahasan-pembahasan yang juga melibatkan masyarakat, di tingkat desa ada peraturan bahwa suami akan dikenai denda jika tidak membawa istrinya yang sedang hamil untuk periksa dan ditangani di pusat pelayanan kesehatan.

Ada sebanyak 21puskesmas yang dilengkapi dengan ruang bersalin. Grafik menunjukkan jumlah persalinan di wilayah intervensi lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah non intervensi. Artinya, di wilayah non intervensi banyak ibu yang melahirkan di rumah atau dukun bersalin sehingga tidak terdata oleh Dinas Kesehatan. Tiap Kepala Desa (di wilayah intervensi) wajib melaporkan bila ada warganya yang hamil. Untuk itu, ada lembaga yang dibentuk yang disebut Lindi Malundung Center atau pusat informasi.

Berbagai intervensi yang dilakukan menunjukkan hasil yang cukup menggembirakan, dimana angka kematian ibu menurun dari lebih dari 25 (tahun 2007) menjadi kurang dari 10 (tahun 2010). Namun angka ini meningkat lagi di tahun 2012 karena masih kurang sigapnya puskesmas terutama mengenai persediaan darah. Sementara itu, angka kematian bayi masih sulit diturunkan.

Terkait dengan kegiatan Sister Hospital dan PML, PMPK FK UGM melaporkan bahwa kegiatan ini menunjukkan hasil yang cukup menggembirakan dan telah bergaung di level nasional. Jakarta ingin meniru program ini dengan meminta RS-RS besar di Jakarta dan sekitarnya mejadi sister bagi RS-RS yang belum maju.

Ada dua tujuan uatma yang ingin dicapai pada kegiatan sister hospital, yaitu:

1. Clinical contracting (untuk meningkatkan kemampuan RSUD dalam hal pelayanan kesehatan ibu dan anak melalui pengiriman dokter spesialis Obsgyn, kesehatan anak dan tenaga perawat, meningkatkan kemampuan staf RSUD melalui pelatihan dan pembudayaan teknis kerja serta pelatihan bagi SDM di puskesmas dalam rangka penguatan system rujukan.

2. Kegiatan pengiriman residensi untuk menyediakan tenaga spesialis dalam kurun waktu empat tahun kedepan dan pendidikan dokter umum menjadi dokter spesialis melalui kerjasama dengan perguruan tinggi (Unhas, Unair, Unbraw dan Unud).

Indikator keberhasilan program ini adalah :

1. Tersedianya PONEK 24 jam di RSUD dengan mutu yang baik

2. Meningkatnya kapasitas staf Dinkes kabupaten, Dinkes provinsi dan rumah sakit dalam menyediakan pelayanan Kesehatan Ibu dan Bayi Baru Lahir.

3. Meningkatnya kapasitas dokter dan staf Puskesmas untuk melakukan rujukan.

4. Adanya dokter spesialis yang bekerja di RS Daerah dalam waktu 2013 – 2021 (dengan wajib kerja 2n) dan terjadi retensi dokter spesialis di kabupaten.

Dari kegiatan tersebut, hasil yang diperoleh adalah :

1. Sudah tersedianya PONEK 24 jam di RSUD

2. Kapasitas staf Dinkes kabupaten, Dinkes provinsi dan rumah sakit dalam menyediakan pelayanan Kesehatan Ibu dan Bayi baru Lahir sudah mendapat banyak peningkatan.

3. Kapasitas dokter dan staf Puskesmas untuk melakukan rujukan sudah dilakukan peningkatan

4. Ada dokter spesialis yang dikirimkan ke berbagai pusat pendidikan

5. Angka rujukan meningkat

6. Angka kematian ibu menurun

7. Case fatality rate ibu dan neonatal menurun

8. Terdapatnya calon dokter spesialis obsgyn, anak dan anestesi yang akan mengisi kekurangan tenaga spesialis di RSUD peserta program, saat mereka telah menyelesaikan PPDS.

Pembelajaran yang diperoleh dari kegiatan ini adalah :

1. Revolusi KIA sudah berada dalam jalur yang benar. Persalinan diharapkan dilakukan di faskes. Hal ini memicu rujukan, sehingga perlu perbaikan dari hulu ke hilir.

2. Sistem kontrak dapat dijalankan di Indonesia, melalui partnership dan adanya RS Mitra A yang dapat menjadi “Sister” bagi RS Mitra B (RS yang dibina). Sistem kontrak akan memicu terjadinya distribusi tenaga khusus ke daerah terpencil yang biasany akurang menarik secara finansial.

3. Penggunaan Surveilans Respon secara lebih kuat. Untuk itu perlu perbaikan pengorganisasian. SH telah menguatkan RS (hilir) dengan penguatan mutu pelayanan klinik dan perbaikan sistem manajemen (PML), namun SH belum secara penuh menguatkan sistem rujukan. SH telah mendorong penguatan Sistem Informasi Kesehatan dan penguatan Dinas Kesehatan Kabupaten. Namun SH belum kuat dalam mengembangkan Surveilans Respon untuk kematian Ibu dan Bayi.

PMPK mengusulkan untuk menggunakan data kematian absolut. Juga penting untuk mulai mencatat lokasi kematian, untuk memberikan informasi yang lebih detil dan mengembangkan strategi pemecahan masalah yang lebih tepat.

Pembelajaran dari Revolusi KIA ynag dapat diambil dapat dilihat pada gambar berikut :

KIA

Contoh kasus yang ditampilkan adalah RSUD Ende, yang menunjukkan keberhasilan yang bermakna dalam aspek perubahan budaya organisasi untuk memperbaiki kinerja RS, meningkatkan mutu pelayanan dan pada akhirnya menurunkan angka kematian ibu dan bayi. Namun satu hal penting yang belum sempat terlaksana adalah pengembangan Sistem Infromasi Manajemen RS yang sanagt diperlukan untuk mendukung terjadinya pencatatan dan pelaporan yang akurat dan tepat waktu.