Arsip:

IbuAnak

Progam Intervensi Komunitas Dalam Kesehatan Ibu Dan Anak

[av_heading tag=’h1′ padding=’30’ heading=’Progam Intervensi Komunitas Dalam Kesehatan Ibu Dan Anak ‘ color=” style=’blockquote modern-quote’ custom_font=” size=’30’ subheading_active=” subheading_size=’15’ custom_class=”][/av_heading]

[av_textblock size=” font_color=” color=”]
[info_post_meta]
[/av_textblock]

[av_hr class=’invisible’ height=’20’ shadow=’no-shadow’ position=’center’ custom_border=’av-border-thin’ custom_width=’50px’ custom_border_color=” custom_margin_top=’30px’ custom_margin_bottom=’30px’ icon_select=’yes’ custom_icon_color=” icon=’ue808′ font=’entypo-fontello’]

[av_one_full first min_height=” vertical_alignment=” space=” custom_margin=” margin=’0px’ padding=’0px’ border=” border_color=” radius=’0px’ background_color=” src=” background_position=’top left’ background_repeat=’no-repeat’ animation=”]

[av_textblock size=” font_color=” color=”]

Sejak 1990 hingga2015, angka kematian anak mengalami penurunan sebesar 53%. Dalam kurun waktu tersebut, angka kematian ibu juga mengalami penurunan meski tidak mencapai target dari MDGs. Pada 2015 sebanyak 303 ribu wanita meninggal karena komplikasi kehamilan dan persalinan. Setiap wanita layak mendapatkan perhatian, perhatian budaya, serta perawatan yang terfokus pada bagaimana dan dengan siapa mereka ingin menerima perawatan kesehatan ibu. Untuk memastikan terpenuhinya hal tersebut, sistem kesehatan harus memenuhi kebutuhan wanita dimanapun mereka berada, baik secara harfiah ataupun tidak. Pendekatan berbasis komunitas dapat menjadi strategi yang efektif untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan ibu yang sesuai dan dimanapun mereka berada. Sayangnya, masih banyak sistem kesehatan yang belum memiliki kapasitas ataupun infrasturktur dalam menyediakan pelayanan kesehatan ibu (dengan standar tinggi) pada level komunitas.

Dalam upaya menyediakan pelayanan kesehatan ibu berbasis komunitas, dibutuhkan tenaga kesehatan yang kuat dan terlatih, serta adanya sistem rujukan dan transportasi yang efisien, juga infrastruktur yang jelas. Namun berbagai progam terkait antepartum, intrapartum, dan pospartum pada level komunitas di area rural masih memiliki tenaga kesehatan yang kurang memadai.

Program berbasis komunitas ini sudah banyak digunakan pada beberapa negara seperti Burma, Etiopia, Kenya, Nigeria, Afghanistan, dan Nepal.

Sebuah tinjauan sistematis 2013 menyimpulkan bahwa CHWs (program beerbasis komunitas) dapat secara efektif menyampaikan pesan pendidikan, meningkatkan akseptabilitas praktik perawatan bayi baru lahir seperti kontak kulit ke kulit dan menyusui eksklusif dan memberikan intervensi termasuk pengobatan pencegahan intermiten untuk layanan malaria dan psikososial. Namun, penelitian tambahan mengenai berbagai jenis program CHW dalam beragam pengaturan diperlukan untuk mengidentifikasi model paling sukses untuk peningkatan skala.

Program Berbasis Komunitas:

Sebagai upaya dalam meningkatkan pelayanan kesehatan para sukarelawan dan komunitas dapat dilibatkan dalam pendidikan dan promosi kesehatan. Hal ini bertujuan untuk memberdayakan komunitas dengan pengetahuan dan keahlian yang memadai. Salah satu cara yang digunakan untuk memberdayakan komunitas dengan mengorganisir kelompok perempuan yang fokus terhadap beberapa isu kesehatan tertentu. Dalam suatu penelitian di India menyebutkan bahwa dengan adanya intervensi dari komunitas, angka kematian anak bisa menurun hingga 30%. Penurunan angka kematian anak didukung dengan meningkatnya inisiasi menyusui dini (IMD) dan penyuluhan terkait perilaku hidup sehat dari komunitas-komunitas.

Pada suatu review sistematik pada 2013, disebutkan bahwa peran komunitas wanita dalam KIA cukup berpengaruh dalam menurunkan angka kematian ibu. Peran yang dapat dilakukan oleh komunitas perempuan antara lain dalam melakukan identifikasi dan deteksi dini terkait adanya masalah dalam kehamilan hingga persalinan. Hal ini dapat menurunkan AKI sebesar 23% dan angka kematian anak sebesar 20%.

Tantangan dalam Program berbasis Komunitas:

Pada negara-negara dengan SDM terlatih yang rendah, akan lebih sulit dalam mencapai tujuan untuk menurunkan AKI. Namun tidak ada aturan atau standar tertentu dalam suatu komunitas untuk meningkatkan perannya dalam penurunan AKI. Hal yang diatur oleh WHO sendiri lebih cenderung pada SOP dalam intervensi terkait proses persalinan ibu, antara lain penggunaan oxytocin sebagai uterotonic untuk mencegah PPH. Dalam suatu review sistematik disebutkan bahwa dalam suatu komunitas, penggunaan misoprostol selama home visit lebih besar dibandingkan saat ANC.

Dalam upaya meningkatkan kualitas dari komunitas dibutuhkan pelatihan dan supervisi untuk memastikan komunitas memberikan pelayanan yang berkualitas utamanya terkait KIA. Metode pelatihan yang sering digunakan adalah sesi kelas interaktif, diskusi dengan grup-grup kecil, clinical vignettes, dan pelatihan lapangan/ praktik langsung. Dalam pelatihan ini harus diperhatikan dan diterapkan sesuai dengan keragaman yang ada di lingkungan tersebut seperti budaya dan kepercayaan. Melalui komunitas ini, pemerintah dapat lebih mudah dalam mensosialisasikan program-program baru terkait KIA. Selain itu juga adanya teknologi baru yang berhubungan dengan KIA akan dikenalkan ke masyarakat melalui keberadaan komunitas.

24_1

Efektivitas Program Berbasis Komunitas:

Berdasarkan WHO-CHOICE model, Adam and oth- ers (2005) perkiraan efektivitas dari adanya intervensi komunitas dinilai baik pada negara dengan angka mortalitas ibu dan anak yang cukup tinggi, seperti Afrika dan Asia Tenggara. Intervensi yang paling baik adalah perawatan bayi baru lahir, disusul dengan ANC, penolong persalinan terlatih, pelayanan kesehatan pada ibu dan bayi, serta penanganan pada kondisi kegawatdaruratan selama persalinan, paska persalinan, dan bayi. Intervensi ini dikatakan efektif apabila nilai Disability Adjusted Life Year (DALY) lebih kecil dari Gross Domestic Product (GDP) dan dinilai sangat efektif jika DALY <3 x GDP per kapita.

24_2

Kesimpulan:

Seiring dengan berkembangnya suatu negara, hasil dari peningkatan perkembangan ekonomi global dan sistem pelayanan kesehatan turut membaik. Sehingga jika diikuti dengan peningkatan jumlah penduduk tidak akan menjadi suatu masalah atau ketimpangan yang berarti. Kematian ibu dan anak tentunya menjadi suatu tantangan yang cukup berat terutama di daerah rural. Untuk mendapatkan kesehatan ibu, anak, bayi, dan juga masyarakat usia produktif lainnya dibutuhkan peran serta dari komunitas. Intergrasi/ kerjasama antara komunitas dan sistem pelayanan kesehatan primer memiliki beragam dampak dalam keberlanjutannya, efektivitasnya,  dan keberlangsungan komunitas pada bidang kesehatan. Semua hal tersebut akan membantu dalam terwujudnya SDGs.

SUMBER :

[/av_textblock]

[/av_one_full]

PERAN KELUARGA DALAM UPAYA TUMBUH KEMBANG ANAK

[av_heading tag=’h1′ padding=’30’ heading=’PERAN KELUARGA DALAM UPAYA TUMBUH KEMBANG ANAK’ color=” style=’blockquote modern-quote’ custom_font=” size=’30’ subheading_active=” subheading_size=’15’ custom_class=”][/av_heading]

[av_textblock size=” font_color=” color=”]
[info_post_meta]
[/av_textblock]

[av_hr class=’invisible’ height=’20’ shadow=’no-shadow’ position=’center’ custom_border=’av-border-thin’ custom_width=’50px’ custom_border_color=” custom_margin_top=’30px’ custom_margin_bottom=’30px’ icon_select=’yes’ custom_icon_color=” icon=’ue808′ font=’entypo-fontello’]

[av_one_full first min_height=” vertical_alignment=” space=” custom_margin=” margin=’0px’ padding=’0px’ border=” border_color=” radius=’0px’ background_color=” src=” background_position=’top left’ background_repeat=’no-repeat’ animation=”]

[av_textblock size=” font_color=” color=”]
nak

Keluarga/ orangtua berfungsi untuk memastikan bahwa anaknya sehat dan aman, memberikan sarana dan prasana untuk mengembangkan kemampuan sebagai bekal di kehidupan sosial, serta sebagai media dalam menanamkan nilai sosial dan budaya sedini mungkin. Orangtua memberikan kasih sayang, penerimaan, penghargaan, pengakuan, dan arahan kepada anaknya.

Hubungan antara orangtua dan anak sangat penting untuk membangun kepercayaan terhadap orang lain dan diri sendiri. Selain itu juga dapat membantu perkembangan sosial, emosional, dan kognitif pada anak. Penelitian menyebutkan bahwa hubungan antara orangtua dan anak yang hangat, terbuka, dan komunikatif; terdapat batas yang wajar antar usia; menyampaikan alasan terkait hal-hal yang tidak boleh dilakukan anak, akan meningkatkan rasa percaya diri dan juga performa di sekolah maupun lingkungan masyarakat. Selain itu anak akan lebih terhindar dari hal-hal negatif seperti, depresi dan penggunaan narkoba.

Budaya, kepercayaan, tradisi, dan nilai yang dianut dalam suatu keluarga juga mempengaruhi tumbuh kembang anak. Dalam suatu penelitian yang dilakukan pada orangtua Cina-Amerika menyebutkan bahwa para orang tua memiliki cukup andil dalam mengatur tingkah laku anaknya, sehingga masalah terkait penyimpangan perilaku pada anak jarang dijumpai.

Pada masa remaja-dewasa muda, orangtua memiliki tugas dan peran baru seiring dengan berubahnya kebutuhan anak pada masa ini. Perubahan yang terjadi pada masa ini adalah perubahan secara fisik, kognitif, dan juga sosial. Anak akan mulai melepaskan diri dari ketergantungan pada keluarga dan mulai fokus pada kehidupan sosial di luar rumah. Tantangan bagi orangtua adalah bagaimana harus menyeimbangkan antara mempertahankan ikatan dalam keluarga dan meningkatkan otonomi anak seiring dengan bertambahnya usia dan pendewasaan pada anak. Dalam suatu penelitian disebutkan bahwa orangtua yang tetap mempertahankan komunikasi yang baik dan hangat memiliki anak dengan luaran lebih baik dalam kehidupan sosialnya, tidak menggunakan narkoba, mengalami gangguan cemas dan depresi yang lebih sedikit daripada anak dengan orangtua yang tidak menjaga komunikasi pada masa remaja-dewasa muda.

Keberhasilan tumbuh kembang anak dipengaruhi oleh faktor lingkungan, mulai dari lingkungan keluarga hingga masyarakat luas. Peran keluarga utamanya orangtua sangat penting dalam membentuk lingkungan keluarga yang harmonis, penuh kasih sayang, dan pengertian. Mengapa peran keluarga utamanya orangtua sangat penting? Lingkungan paparan pertama dan tersering bagi anak-anak adalah keluarga. Pembentukan karakter dan proses tumbuh kembang pertama kali dimulai dari sini. Anak-anak harus dipersiapkan sedini mungkin untuk menjadi penentu kehidupannya nanti. Harus dipersiapkan untuk bisa membuat keputusan sendiri dan tumbuh menjadi pribadi yang kompeten di masyarakat. Proses ini dapat didapatkan sedini mungkin tergantung pada lingkungan tempat tinggal anak dibesarkan.

Kondisi yang optimal di rumah, pemenuhan nutrisi yang cukup, dan interaksi antar orangtua maupun dengan anak sangat mempengaruhi perkembangan dan perilaku anak.   Orangtua bertanggungjawab untuk menyediakan lingkungan yang aman, memantau aktivitas anak, membantu mengembangkan emosi sosial dan kognitif, serta menyediakan arahan dan panduan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan menyediakan lingkungan rumah yang aman dan kondusif, anak akan senang bermain, mengeksplorasi hingga menemukan berbagai hal baru yang dapat meningkatkan level perkembangan kognitif, sosial, dan emosional. Harapannya kelak dapat menjadi pribadi yang bertanggungjawab dan produktif.

UNICEF bersama dengan komunitas lain memberdayakan keluarga dan komunitas di lingkungan sekitarnya untuk membantu setiap anak mendapatkan awal yang baik di kehidupannya. Salah satu bentuk upaya UNICEF untuk membantu mencapai tumbuh kembang anak yang optimal dan meningkatkan taraf hidup anak adalah program kerjasama dengan WHO, Care for Child Development. Dalam program ini lebih difokuskan pada kerjasama orangtua dan keluarga dalam menrawat dan mendidik anak secara efektif. Program ini sudah terbukti memiliki hasil yang baik pada keluarga maupun anaknya sendiri.

Pada Family and community practice that promote child survival, growth and development terdapat 12 hal yang perlu diperhatikan dalam upaya mengoptimalkan tumbuh kembang anak:

  1. Imunisasi
  2. Pemberian ASI
  3. Makanan pelengkap selain ASI
  4. Micronutrients
  5. Kebersihan
  6. Treated bednets
  7. Asupan makanan dan minuman
  8. Perawatan di rumah
  9. Care-seeking
  10. Adherence
  11. Stimulation
  12. Antenatal care

Kedua belas hal di atas membutuhkan peran orangtua, keluarga, komunitas, hingga pemerintah setempat agar dapat terlaksana dengan baik. Sehingga tumbuh kembang anak bisa optimal dan angka harapan hidup khususnya pada anak pun bisa meningkat.

SUMBER:

[/av_textblock]

[/av_one_full]

Pekan ASI Nasional: Budayakan ASI Eksklusif hingga Usia Bayi 6 bulan

[av_heading tag=’h1′ padding=’30’ heading=’Pekan ASI Nasional: Budayakan ASI Eksklusif hingga Usia Bayi 6 bulan ‘ color=” style=’blockquote modern-quote’ custom_font=” size=’30’ subheading_active=” subheading_size=’15’ custom_class=”][/av_heading]

[av_textblock size=” font_color=” color=”]
[info_post_meta]
[/av_textblock]

[av_hr class=’invisible’ height=’20’ shadow=’no-shadow’ position=’center’ custom_border=’av-border-thin’ custom_width=’50px’ custom_border_color=” custom_margin_top=’30px’ custom_margin_bottom=’30px’ icon_select=’yes’ custom_icon_color=” icon=’ue808′ font=’entypo-fontello’]

[av_one_full first min_height=” vertical_alignment=” space=” custom_margin=” margin=’0px’ padding=’0px’ border=” border_color=” radius=’0px’ background_color=” src=” background_position=’top left’ background_repeat=’no-repeat’ animation=”]

[av_textblock size=” font_color=” color=”]

Salah satu upaya untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas bayi dan anak yaitu dengan menggalakkan pemberian ASI (air susu ibu) minimal hingga usia 6 bulan. Pemerintah Indonesia pada 2003 sudah menerapkan wajib ASI selama 6 bulan ini. Seperti yang dianjurkan oleh WHO dan UNICEF juga, setelah mendapat ASI eksklusif selama 6 bulan selanjutnya anak harus diberi makanan padat dan semi padat tambahan selain ASI. Pada UU No 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, Pasal 128 disebutkan bahwa selama pemberian ASI pihak keluarga, pemerintah, dan masyarakat harus mendukung ibu secara penuh dengan penyediaan waktu dan fasilitas khusus. PP No 33 tahun 2012 juga menegaskan kewajiban pemberian ASI pada bayi baru lahir. Seberapa pentingkah ASI? Apa saja manfaat ASI?

ASI (Air Susu Ibu) memiliki faktor protektif dan nutrien yang dapat menjamin status gizi bayi. Selain itu ASI juga berguna untuk mencegah bayi dari berbagai infeksi seperti diare, otitis media, dan ISPA. Kolostrum (ASI pertama) mengandung 10-17 kali lebih banyak zat antibodi dari pada ASI yang keluar setelahnya, untuk itu sangat penting dilakukan inisiasi menyusui dini (IMD) pada bayi baru lahir. Harapannya sistem imun bayi sudah terbentuk sedini mungkin, sehingga angka morbiditas dan mortalitas bisa diturunkan.

Menurut WHO pola pemberian ASI dibagi menjadi 3 kategori:

  1. Menyusui Eksklusif
    Tidak memberikan makanan dan minuman lain, termasuk air putih pada bayi selain ASI,kecuali pemberian obat atau vitamin yang dibutuhkan bayi dan ASI perah diperbolehkan.
  2. Menyusui Predominan
    Pernah memberikan asupan lain selain ASI, seperti air putih dan teh sebagai makanan/ minuman prelakteal sebelum ASI keluar.
  3. Menyusui Parsial
    Memberikan makanan atau minuman selain ASI sebelum bayi berusia 6 bulan, seperti susu formula, bubur, dan lain-lain.

Inisiasi menyusui dini (IMD) sudah digalakkan dan diterapkan pada hampir setiap ibu yang baru melahirkan. IMD dilakukan selama 30-60 menit paska persalinan, dan bertujuan untuk:

  • Membuat bayi lebih tenang dengan adanya kontak kulit bayi dengan ibu
  • Bakteri baik dari kulit ibu yang tertelan saat IMD akan membentuk koloni di kulit dan usus bayi sebagai perlindungan diri
  • Meningkatkan ikatan kasih sayang antara ibu dan bayi dengan adanya kontak kulit
  • Mengurangi perdarahan setelah melahirkan
  • Mengurangi anemia

Meski IMD sudah diterapkan sedini mungkin, namun pemberian ASI secara eksklusif masih jarang ditemui. Pada 2010 hanya terdapat 39,8% ibu yang memberikan ASI secara eksklusif pada bayinya, sekitar 5,1% memberikan secara predominan, dan 55,1% parsial. Pemberian ASI eksklusif bahkan semakin menurun seiring betambahnya usia bayi sebelum mencaai 6 bulan. Hal ini membuktikan kurangnya kesadaran masyarakat khususnya para ibu terkait kepentingan pemberian ASI.

Berikut adalah 10 hal yang menjelaskan tentang pentingnya pemberian ASI menurut WHO:

  1. Manfaat ASI pada 6 bulan pertama kelahiran
    WHO merekomendasikan untuk melakukan IMD dalam 1 jam pertama kelahiran. ASI harus diberikan selama 6 bulan secara eksklusif agar pertumbuhan dan perkembangan bayi dapat tercapai secara optimal. Selain itu dengan ASI eksklusif 6 bulan kesehatan bayi akan lebih terjamin dan kebutuhan nutrisi terpenuhi. Pemberian ASI ini seharusnya dilanjutkan hingga usia 2 tahun, boleh diberi selingan asupan nutrisi lainnya.
  2. ASI mampu melindungi bayi dari infeksi penyakit
    Selain mengandung nutrisi, ASI juga mengandung antibodi yang mampu melindungi bayi dari beberapa infeksi seperti diare dan pneumonia sebelum bayi mampu membentuk antibodinya sendiri.
  3. Manfaat pemberian ASI bagi ibu
    Memberikan ASI dapat menjadi salah satu metode kontrasepsi alami yang efektif dalam 6 bulan setelah persalinan. Selain itu dengan memberikan ASI ibu akan lebih terlindungi dari risiko kanker payudara dan kanker indung telur, DM tipe II dan depresi post partum.
  4. Manfaat jangka panjang ASI bagi anak-anak
    Pada anak dengan riwayat pemerian ASI yang baik dan eksklusif memiliki risiko yang lebih rendah untuk terkena DM tipe II maupun obesitas. Selain itu anak dengan pemberian ASI eksklusif menunjukkan hasil intelektual yang lebih baik daripada yang tidak mendapat ASI secara eksklusif.
  5. ASI mengandung antibodi khusus yang tidak dimiliki oleh susu formula
  6. Penularan HIV melalui ASI dapat dikurangi dengan pemberian obat
    Pada seorang ibu dengan HIV tetap dianjurkan untuk menyusui, namun ditambah dengan konsumsi ARV. ASI dan ARV mampu mengurangi risiko penularan dari ibu ke bayi jika memang bayi belum terinfeksi.
  7. Pemasaran makanan pengganti ASI sangat diawasi
    Semua susu formula yang diberikan pada bayi sebelum usia 6 bulan dapat mempengaruhi kesehatan bayi. Dalam kode internasional, terdapat aturan yang tidak mengijinkan adanya promoi dari susu formula.
  8. Dukungan bagi ibu yang menyusui sangat diperlukan
  9. Asi harus tetap diberikan meski ibu juga bekerja
  10. Makanan pelengkap atau pengganti ASI dapat diberikan jika usia bayi minimal sudah 6 bulan
    Jika makanan/ asupan lain selain ASI diberikan pada bayi sebelum usia 6 bulan, bayi akan lebih rentan terkena infeksi seperti diare. Terlebih jika diberikan ketika bayi sama sekali belum menerima ASI, nutrisi dari kolostrum yang terdiri dari antibodi akan tergantikan. Akibatnya bayi akan semakin rentan dan bisa terkena meningitis ataupun sepstisemia.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Kamran A, et al pada 2011, disebutkan bahwa tingkat edukasi ibu juga mempengaruhi keberhasilan IMD. Pada ibu dengan riwayat pendidikan tinggi angka IMD mencapai 86%. Sedangkan pada ibu dengan riwayat pendidikan rendah hanya mencapai 65%. Selain tingkat edukasi ibu, peran tenaga kesehatan juga  mempengaruhi keberhasilan IMD. Edukasi dari para tenaga kesehatan utamanya perawat terbukti mampu meningkatkan angka keberhasilan IMD, bahkan ditemukan lebih tinggi pada ibu dengan tingkat edukasi yang rendah dari pada ibu dengan tingkat edukasi yang tinggi.  Pada bulan ke-4 setelah persalinan peningkatan pemberian ASI secara eksklusif pada ibu dengan tingkat edukasi rendah menjadi 77,3% dan menurun pada ibu dengan tingkat edukasi tinggi menjadi 47,7%. Hal ini membuktikan intervansi dari tenaga kesehatan berupa pemberian edukasi terkait pentingnya IMD dan pemberian ASI secara eksklusif dapat meningkatkan kesadaran dan pengetahuan ibu, sehingga angka pemberian ASI akan meningkat.

SUMBER:

[/av_textblock]

[/av_one_full]

Pencegahan Pernikahan Dini Sebagai Upaya Menurunkan Angka Kematian Ibu

[av_textblock size=” font_color=” color=”]
[info_post_meta]
[/av_textblock]

[av_textblock size=” font_color=” color=”]

Pencegahan Pernikahan Dini Sebagai Upaya Menurunkan Angka Kematian Ibu

Remaja adalah penduduk dalam rentang usia 10-18 tahun. Sebanyak 18% penduduk dunia adalah remaja, sekitar 1,2 milyar jiwa. Rentang usia ini merupakan periode terjadinya pertumbuhan dan perkembangan yang pesat baik secara fisik, psiklogis, maupun intelektual. Rasa ingin tahu yang tinggi dan keinginan untuk mencoba hal-hal baru merupakan ciri khas remaja. Hal tersebut tak  jarang disertai dengan pengambilan keputusan yang ceroboh atau tidak berpikir panjang, seperti menikah muda/ pernikahan dini misalnya.

Pernikahan dini masih banyak ditemui di seluruh dunia. Setiap tahunnya sebanyak 10 juta perempuan di dunia menikah pada usia <18 tahun. Hal ini menyebabkan angka kematian ibu dan anak, penularan infeksi menular seksual, dan kekerasan semakin meningkat bila dibandingkan dengan perempuan yang menikah pada usia >21 tahun.

Kehamilan maupun proses persalinan pada usia muda tentunya memiliki risiko atau komplikasi yang berbahaya, antara lain:

  1. Perempuan yang melahirkan sebelum usia 15 tahun memiliki risiko kematian 5 kali lebih besar daripada perempuan yang melahirkan pada usia >20 tahun
  2. Kematian pada ibu hamil usia 15-19 tahun lebih sering dijumpai di negara dengan pendapatan yang menengah ke bawah
  3. Bayi yang lahir dari perempuan usia <18 memiliki risiko mortilitas dan mobbiditas 50% lebih besar daripada bayi yang lahir dari ibu usia >18 tahun
  4. Bayi lahir prematur, BBLR, dan perdarahan persalinan

Untuk mengurangi angka kematian ibu dan anak di seluruh dunia, berbagai usaha dilakukan antara lain:

  1. Mencegah terjadinya pernikahan dini
    WHO telah mengeluarkan peraturan untuk melarang terjadinya pernikahan pada usia <18 tahun
  2. Meningkatkan edukasi dan pemberdayaan perempuan

Jika edukasi perempuan tinggi, harapannya akan lebih melek tentang kesehatan. Sehingga mampu menentukan untuk menunda pernikahan ataupun kehamilan.

  1. Mensiasati dengan norma dan aturan yang berlaku di masyarakat
  2. Memfasilitasi Antenatal Care (ANC) pada ibu-ibu usia muda
  3. Menggunakan sarana layanan kesehatan sebagai perantara menuju sarana pelayanan lainnya
  4. Melakukan evaluasi dan perluasan cakupan
  5. Meningkatkan pengetahuan terkait kesehatan reproduksi, meliputi:
    1. Pengetahuan bahwa perempuan bisa hamil dengan 1 kali hubungan seksual
    2. Penularan HIV/AIDS dapat dikurangi jika berhubungan seksual dengan satu pasangan yang tidak memiliki pasangan dan penggunaan kondom
    3. Memiliki pengetahuan komprehensif seputar HIV/AIDS
    4. Mengetahui satu atau lebih gejala PMS pada laki-laki dan perempuan
    5. Mengetahui tempat penyedia layanan informasi dan konseling kesehatan reproduksi remaja

Informasi kesehatan reproduksi remaja hanya diketahui oleh 35,3% remaja perempuan dan 31,2% remaja laki-laki. Pendidikan dan pemberdayaan pada remaja sangatlah penting untuk menghindari terjadinya pernikahan dini. Selain pemerintah dan tenaga kesehatan, peran orang tua terutama ibu sangatlah penting dalam menyampaikan hal-hal mendasar terkait norma dan informasi kesehatan reproduksi remaja. Jika upaya untuk mengurangi pernikahan dini bisa tercapai, maka angka kematian ibu maupun bayipun akan menurun. Tiap 10% penurunan kejadian pernikahan usia <18 tahun akan menyebabkan angka kematian ibu juga menurun hingga 70%.

SUMBER:

[/av_textblock]

Pentingnya Pendekatan Keluarga Dalam Upaya Menurunkan Angka Kematian Anak

[av_section min_height=” min_height_px=’500px’ padding=’large’ shadow=’no-border-styling’ bottom_border=’no-border-styling’ id=” color=’main_color’ custom_bg=” src=” attachment=” attachment_size=” attach=’scroll’ position=’top left’ repeat=’no-repeat’ video=” video_ratio=’16:9′ overlay_opacity=’0.5′ overlay_color=” overlay_pattern=” overlay_custom_pattern=”]

[av_heading tag=’h1′ padding=’30’ heading=’Pentingnya Pendekatan Keluarga Dalam Upaya Menurunkan Angka Kematian Anak’ color=” style=’blockquote modern-quote’ custom_font=” size=’30’ subheading_active=” subheading_size=’15’ custom_class=”][/av_heading]

[av_one_full first min_height=” vertical_alignment=’av-align-top’ space=” margin=’0px’ margin_sync=’true’ padding=’0px’ padding_sync=’true’ border=” border_color=” radius=’0px’ radius_sync=’true’ background_color=” src=” attachment=” attachment_size=” background_position=’top left’ background_repeat=’no-repeat’ animation=” mobile_display=”]

[av_textblock size=” font_color=” color=”]

Hari anak nasional yang jatuh pada 23 Juli sudah 33 tahun diperingati . Berbagai program dan upaya telah dilakukan pemerintah untuk senantiasa meningkatkan taraf hidup anak, begitu pula di sektor kesehatan. Meski demikian, angka kematian neonatus (AKN) masih tergolong tinggi yakni 19/1000 kelahiran dalam 5 tahun terakhir, sementara untuk angka kematian pasca neonatal (AKPN) terjadi penurunan dari 15/1000 menjadi 13/1000 kelahiran hidup, dan angka kematian anak balita juga turun dari 44/1000 menjadi 40/1000 kelahiran hidup. Penyebab kematian tersering pada kelompok perinatal adalah intra uterine fetal death (IUFD), yakni sebanyak 29,5% dan berat bayi lahir rendah (BBLR) sebanyak 11,2%. Pada 2012 dilaporkan terdapat 150 ribu anak Indonesia yang meninggal. Bila tidak ada tindakan yang diambil terprediksi pada 2028 akan terdapat >35 juta anak di Indonesia yang meninggal. Salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah meningkatkan peran keluarga. Keluarga memiliki peran penting dalam peningkatan taraf hidup anak hingga mengurangi jumlah kematian anak di Indonesia. Maka dibuatlah program pendekatan keluarga yang diatur dalam Permenkes RI No 39 tahun 2016.

Dalam Permenkes RI No 39 tahun 2016 tentang pedoman penyelenggaraan program indonesia sehat  dengan pendekatan keluarga, disebutkan berbagai upaya untuk menurunkan angka kematian anak dalam berbagai kelompok usia:

  1. Balita:
    1. Melakukan revitalisasi Posyandu
    2. Menguatkan kelembagaan Pokjanal Posyandu
    3. Meningkatkan transformasi KMS ke dalam Buku KIA
    4. Menguatkan kader Posyandu
    5. Menyelenggarakan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) Balita..
  2. Anak Usia Sekolah:
    1. Melakukan revitalisasi Usaha Kesehatan Sekolah (UKS)
    2. Menguatkan kelembagaan Tim Pembina UKS
    3. Menyelenggarakan Program Gizi Anak Sekolah (PROGAS)
    4. Mengembangkan penggunaan rapor kesehatan
    5. Menguatkan SDM Puskesmas.
  3. Remaja:
    1. Menyelenggarakan pemberian Tablet Tambah Darah (TTD)
    2. Menyelenggarakan pendidikan kesehatan reproduksi di sekolah menengah
    3. Menambah jumlah Puskesmas yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan peduli remaja (PKPR)
    4. Mengupayakan penundaan usia perkawinan.

Selain peran dari pemerintah dan tenaga kesehatan terkait, peran keluarga sangatlah penting dalam meningkatkan taraf hidup anak hingga mengurangi angka kematian pada anak. Peran dari keluarga dapat dilakukan melalui pendekatan keluarga. Pendekatan keluarga merupakan salah satu cara dari puskesmas untuk meningkatkan jangkauan sasaran sekaligus meningkatkan akses pelayanan kesehatan di wilayah kerjanya dengan mendatangi keluarga. Selain pelayanan kesehatan di dalam gedung, puskesmas juga memberikan pelayanan keluar gedung dengan melakukan kunjungan keluarga di wilayah kerjanya.

Sebelum mengetahui lebih lanjut mengenai pendekatan keluarga kita perlu mengetahui fungsi dari keluarga, yaitu:

  1. Fungsi afektif
    Merupakan fungsi utama untuk mengajarkan segala sesuatu guna mempersiapkan anggota keluarga berhubungan dengan orang lain. Fungsi ini berguna untuk perkembangan individu dan psikososial anggota keluarga.
  2. Fungsi sosialisasi
    Proses perkembangan dan perubahan yang menghasilkan interaksi sosial dan belajar berperan dalam lingkungan sosialnya. Fungsi ini dimulai sejak lahir dan berguna untuk membina sosialisasi pada anak, membentuk norma-norma tingkah laku sesuai dengan tingkat perkembangan anak dan meneruskan nilai-nilai budaya keluarga.
  3. Fungsi reproduksi
    Fungsi untuk mempertahankan generasi dan menjaga kelangsungan keluarga.
  4. Fungsi ekonomi
    Berfungsi untuk memenuhi kebutuhan keluarga secara ekonomi dan tempat dalam mengembangkan kemampuan individu meningkatkan penghasilan agar memenuhi kebutuhan keluarga.
  5. Fungsi perawatan atau pemeliharaan kesehatan
    Mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga agar produktivitasnya tetap tinggi. Fungsi ini dikembangkan menjadi tugas keluarga di bidang kesehatan, meliputi:

    • Mengenal gangguan perkembangan kesehatan setiap anggota keluarga
    • Mengambil keputusan untuk tindakan kesehatan yang tepat
    • Memberikan perawatan kepada anggota keluarga yang sakit
    • Mempertahankan suasana rumah yang menguntungkan untuk kesehatan dan perkembangan kepribadian anggota keluarga
    • Mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga dan fasilitas kesehatan.

Pendekatan keluarga yang dimaksud dalam pedoman umum ini merupakan pengembangan dari kunjungan rumah oleh puskesmas dan perluasan dari upaya Perawatan Kesehatan Masyarakat (Perkesmas), yang meliputi:

  1. Kunjungan keluarga untuk pendataan/pengumpulan data profil kesehatan keluarga dan peremajaan (updating) pangkalan datanya
  2. Kunjungan keluarga dalam rangka promosi kesehatan sebagai upaya promotif dan preventif
  3. Kunjungan keluarga untuk menindaklanjuti pelayanan kesehatan dalam gedung
  4. Pemanfaatan data dan informasi dari profil kesehatan keluarga untuk pengorganisasian/ pemberdayaan masyarakat dan manajemen p

Kunjungan rumah (keluarga) dilakukan secara terjadwal dan rutin, dengan memanfaatkan data dan informasi dari profil kesehatan keluarga. Sehingga pelaksanaan upaya Perkesmas harus diintengrasikan ke dalam kegiatan pendekatan keluarga. Dalam menjangkau keluarga, Puskesmas tidak hanya mengandalkan UKBM (upaya kesehatan berbasis masyarakat) yang selama ini dilaksanakan, melainkan juga langsung berkunjung ke keluarga. Pendekatan keluarga melalui kunjungan rumah tidak berarti mematikan UKBM-UKBM yang ada, tetapi justru untuk memperkuat UKBM-UKBM yang masih kurang efektif.

Melalui kunjungan rumah puskesmas dapat mengenali masalah kesehatan dan PHBS yang ada dalam suatu keluarga secara lebih menyeluruh. Anggota keluarga yang perlu mendapatkan pelayanan kesehatan dapat dimotivasi untuk memanfaatkan UKBM yang ada dan/atau pelayanan p.uskesmas. Keluarga juga dapat dimotivasi untuk memperbaiki kondisi kesehatan lingkungan dan faktor risiko lain yang selama ini merugikan kesehatan, dengan pendampingan dari kader-kader kesehatan UKBM dan/atau petugas profesional puskesmas. Untuk itu, diperlukan pengaturan agar setiap keluarga di wilayah puskesmas memiliki Tim Pembina Keluarga.

puskesmaz1

Pendekatan keluarga dilakukan untuk mengintegrasikan upaya kesehatan perorangan (UKP) dan upaya kesehatan masyarakat (UKM) secara berkesinambungan, dengan target keluarga, didasarkan pada data dan informasi dari profil kesehatan keluarga. Tujuan dari pendekatan keluarga adalah:

  1. Meningkatkan akses keluarga beserta anggotanya terhadap pelayanan kesehatan komprehensif (pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif dasar)
  2. Mendukung pencapaian Standar Pelayanan Minimum (SPM) kabupaten/ kota dan provinsi, melalui peningkatan akses dan skrining kesehatan
  3. Mendukung pelaksanaan JKN dengan meningkatkan kesadaran masyarakat untuk menjadi peserta JKN
  4. Mendukung tercapainya tujuan Program Indonesia Sehat dalam Renstra Kementerian Kesehatan Tahun 2015 – 2019.

Pentingnya pendekatan keluarga juga diamanatkan dalam renstra kemenkes tahun 2015 – 2019. Salah satu acuan bagi arah kebijakan kemenkes adalah penerapan pendekatan pelayanan kesehatan yang terintegrasi dan berkesinambungan (continuum of care). Artinya pelayanan kesehatan harus dilakukan terhadap seluruh tahapan siklus hidup manusia, sejak masih dalam kandungan – bayi – anak balita – anak usia sekolah – remaja – dewasa muda – dewasa tua atau usia lanjut.

Dalam rangka pelaksanaaan program indonesia sehat  terdapat 12 indikator utama untuk penanda status kesehatan sebuah keluarga, meliputi:

  1. Keluarga mengikuti program Keluarga Berencana (KB)
  2. Ibu melakukan persalinan di fasilitas kesehatan
  3. Bayi mendapat imunisasi dasar lengkap
  4. Bayi mendapat air susu ibu (ASI) eksklusif
  5. Balita mendapatkan pematauan pertumbuhan
  6. Penderita tuberkulosis paru mendapatkan pengobatan sesuai standar
  7. Penderita hipertensi melakukan pengobatan secara teratur
  8. Penderita gangguan jiwa mendapatkan pengobatan dan tidak ditelantarkan
  9. Anggota keluarga tidak ada yang merokok
  10. Keluarga sudah menjadi anggota Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
  11. Keluarga mempunyai akses sarana air bersih
  12. Keluarga mempunyai akses atau menggunakan jamban sehat

Pelaksanaan pendekatan keluarga ini memiliki tiga hal yang harus diadakan atau dikembangkan, yaitu instrumen yang digunakan di tingkat keluarga, forum komunikasi yang dikembangkan untuk kontak dengan keluarga, dan keterlibatan tenaga dari masyarakat sebagai mitra Puskesmas.

Materi :

[/av_textblock]

[/av_one_full][/av_section]

1.000 Hari Pertama Kehidupan Dalam Tumbuh Kembang Anak

[av_section min_height=” min_height_px=’500px’ padding=’large’ shadow=’no-border-styling’ bottom_border=’no-border-styling’ id=” color=’main_color’ custom_bg=” src=” attachment=” attachment_size=” attach=’scroll’ position=’top left’ repeat=’no-repeat’ video=” video_ratio=’16:9′ overlay_opacity=’0.5′ overlay_color=” overlay_pattern=” overlay_custom_pattern=”]

[av_heading heading=’1.000 Hari Pertama Kehidupan Dalam Tumbuh Kembang Anak’ tag=’h1′ style=’blockquote modern-quote’ size=’30’ subheading_active=” subheading_size=’15’ padding=’30’ color=” custom_font=”][/av_heading]

[av_textblock size=” font_color=” color=”]
[info_post_meta]
[/av_textblock]

[av_one_full first min_height=” vertical_alignment=’av-align-top’ space=” margin=’0px’ margin_sync=’true’ padding=’0px’ padding_sync=’true’ border=” border_color=” radius=’0px’ radius_sync=’true’ background_color=” src=” attachment=” attachment_size=” background_position=’top left’ background_repeat=’no-repeat’ animation=” mobile_display=”]

[av_textblock size=” font_color=” color=”]

Pesatnya pertumbuhan dan perkembangan pada 1.000 hari pertama kehidupan membuat pemantauan tumbuh kembang anak sangat penting pada usia ini. 1.000 hari pertama kehidupan dihitung mulai dari saat pembuahan di dalam rahim ibu sampai anak berusia 2 tahun.  Pada anak usia 2 tahun tinggi badannya  sudah mencapai setengah dari tinggi orang dewasa dan perkembangan otaknya sudah mencapai 80% dari otak dewasa.

Tumbuh adalah bertambahnya ukuran fisik, seperti berat dan tinggi badan. Kembang ialah bertambahnya kemampuan struktur dan fungsi tubuh menjadi  lebih kompleks, seperti kemampuan bayi bertambah dari berguling menjadi duduk, berdiri, dan berjalan. Kemampuan ini harus sesuai dengan umurnya,  atau disebut tonggak perkembangan anak.

Pada anak usia <2 tahun terjadi perkembangan otak yang sangat pesat. Masa ini disebut dengan periode kritis perkembangan dan merupakan waktu yang  tepat untuk melakukan pemulihan bila ada gangguan perkembangan. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar 2013 menyebutkan  angka kejadian anak pendek akibat masalah gizi di Indonesia sebesar 37,2 %, dan tentunya gangguan pertumbuhan ini  akan mengganggu perkembangannya. Maka, orangtua harus memantau tumbuh kembang anaknya  terutama pada usia <2 tahun.

Pemantauan tumbuh kembang, adalah suatu kegiatan untuk menemukan secara dini adanya penyimpangan pertumbuhan (status gizi  kurang atau buruk, anak pendek), penyimpangan perkembangan (terlambat bicara), dan penyimpangan mental emosional anak (gangguan konsentrasi dan hiperaktif). Pemantauan tumbuh kembang bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan dan perkembangan anak serta menemukan secara dini adanya gangguan tumbuh kembang sehingga dapat ditindaklanjuti segera agar hasilnya lebih baik.

Skrining pertumbuhan dilakukan dengan menimbang berat badan, mengukur panjang / tinggi badan dan lingkar kepala. Data tersebut kemudian diplotkan ke dalam kurva pertumbuhan  yang sesuai untuk umur dan jenis kelamin yang ada di buku kesehatan anak. Sedangkan skrining perkembangan dapat dilakukan dengan melakukan pengamatan langsung pada bayi/ anak oleh petugas kesehatatan dan juga menggunakan kuesioner yang dijawab oleh orangtua atau menggunakan buku kesehatan Ibu dan Anak. Skrining/ pemantauan dilakukan pada semua anak umur 0-6 tahun (oleh pertugas kesehatan di tingkat Puskesmas), semua bayi/ anak yang mempunyai risiko tinggi (oleh dokter anak di rumah sakit).

Bayi risiko tinggi adalah bayi yang dalam perkembangannya masih normal tetapi dapat  terjadi gangguan perkembangan, misalnya mempunyai riwayat  lahir kurang bulan, berat lahir rendah, bayi baru lahir yang  mengalami infeksi, penurunan kadar gula darah, sindroma sesak napas, atau kejang.

Bila bayi/anak yang dinyatakan normal masih diperlukan skrining perkembangan karena tumbuh kembang anak merupakan suatu proses yang masih terus berlangsung dan dalam perjalanannya dapat mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan.

Skrining / pemantauan tumbuh kembang bayi dianjurkan untuk dilakukan tiap bulan. Bagi anak usia 12 – 24 bulan dianjurkan tiap 3 bulan, dan anak usia 24 bulan sampai 72 bulan dianjurkan tiap 6 bulan.

Apa yang perlu dilakukan orangtua untuk mencegah gangguan pertumbuhan dan perkembangan?

Gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada anak bisa dicegah dengan adanya peran orang tua, meliputi asuh, asih, asah:

  1. Asuh: kebutuhan fisik-biomedis meliputi pemberian ASI, gizi yang sesuai, kelengkapan imunisasi,  pengobatan bila anak sakit, pemukiman yang layak, kebersihan individu dan lingkungan, rekreasi dan bermain.
  2. Asih: kebutuhan emosi dan kasih sayang.
  3. Asah: kebutuhan akan stimulasi mental yang merupakan cikal bakal untuk proses belajar anak.

Selain peran orangtua, pemerintah juga memiliki peran penting dalam perjalanan tumbuh kembang anak, salah satunya dengan membentuk peraturan atau panduan terkait pelaksanaan tumbuh kembang anak. Dalam Permenkes No. 66 Tahun 2014 tentang pemantauan, perkembangan, dan gangguan tumbuh kembang anak terdapat berbagai panduan terkait tumbuh kembang anak.

Pokok-pokok Kegiatan, antara lain:

  1. Pendidikan Kesehatan Anak didik TK
    1. Pembiasaan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS)
    2. Peningkatan kemampuan dan keterampilan petugas
  2. Pelayanan kesehatan anak didik TK
    1. Pemeriksaan/pemantauan kesehatan anak didik TK, meliputi kondisi umum dan berat serta tinggi badan
    2. Pelayanan kesehatan rutin, meliputi:

–    Pemberian vitamin A, dan sirup besi serta kapsul yodium

–    Pemberian obat kecacingan

–    Kegiatan makan bersama, cuci tangan sebelum dan sesudah makan, gosok gigi bersama

  1. Pertolongan pertama pada kecelakaan.
  2. Penanggulangan penyakit dan kelainan gizi.
  3. Deteksi dan penanggulangan penyimpangan tumbuh kembang.
  4. Deteksi, penanggulangan perilaku dan masalah kejiwaan.
  5. Deteksi dan penanggulangan penyimpangan daya lihat dan daya dengar.
  6. Pembinaan upaya kesehatan anak didik TK, meliputi pembinaan terhadap aspek teknologi, sarana, dan ketenagaan

Ciri Anak Sehat:

  1. Rambut bersih dan mengkilap, tidak kotor, tidak kusam, tidak berketombe, tidak ada kutu.
  2. Mata bersih dan bersinar, tidak merah, tidak bengkak, tidak gatal dan tidak nyeri/sakit.
  3. Telinga bersih dan sehat, tidak berbau, tidak keluar cairan dari lubang telinga dan tidak ada keluhan sakit telinga.
  4. Hidung bersih, tidak ada ingus, tidak mudah berdarah/mimisan. Rongga mulut bersih, nafas tidak bau, gusi tidak mudah berdarah, tidak ada sariawan.
  5. Gigi geligi bersih, tidak berlubang, tidak ada keluhan sakit gigi.
  6. Bibir dan lidah tampak segar, bersih, tidak pucat, tidak kering dan tidak pecah-pecah.
  7. Leher berkulit bersih, tidak bersisik, tidak ada benjolan, tidak ada bercak putih, panu, atau kadas, dan tidak gatal.
  8. Tangan bersih, kuku pendek bersih, kulit bersih tidak bersisik, tidak ada luka, tidak ada bisul, tidak ada koreng
  9. Badan bersih, kulit bersih tidak bersisik, tidak ada bercak putih, tidak ada luka atau bisul, tidak ada benjolan.
  10. Kaki bersih, kuku pendek dan bersih, kulit tidak bersisik, tidak ada bercak putih, tidak ada luka atau borok.

Di samping ciri fisik tersebut, status gizi dan tingkat perkembangan anak menunjukkan tanda-tanda :

  1. Tumbuh proporsional (berat badan dan tinggi badan sesuai umur), tidak terlalu gemuk dan tidak terlalu kurus dan gizi anak baik.
  2. Tahapan perkembangan tidak terlambat, kemampuan motorik, kognitif dan afeksi, sosialisasi dan kemandirian anak sesuai dengan umurnya.
  3. Tampak aktif/gesit dan gembira tidak lesu, tidak murung dan tidak pemarah.
  4. Mudah menyesuaikan diri dengan lingkungannya, tidak cengeng dan tidak rewel. Anak tidak mempunyai masalah kejiwaan dan kelainan perilaku.
  5. Tidak menderita penyakit seperti batuk pilek, mencret, penyakit telinga, mata dan kulit.

Terdapat 4 aspek yang perlu dinilai dalam tumbuh kembang anak:

  1. Motorik kasar dan halus, seperti berjalan lurus, berdiri dengan 1 kaki selama 11 detik, menggambar dengan 6 bagian, menggambar orang lengkap, menangkap bola kecil dengan kedua tangan, menggambar segi empat
  2. Kemampuan berbahasa dan kognitif, seperti mengerti arti lawan kata, mengerti pembicaraan yang menggunakan 7 kata atau lebih, menjawab pertanyaan tentang benda terbuat dari apa dan  kegunaannya, mengenal angka dan bisa menghitung angka 5 – 10, mengenal warna-warni
  3. Emosi dan psiko-sosial, seperti mengungkapkan simpati, mengikuti aturan main
  4. Kemandirian, seperti berpakaian sendiri tanpa dibantu

Peran keluarga terutama orangtua sangat penting dalam mencapai tumbuh kembang anak yang optimal. Peran keluarga dalam mencapai tumbuh kembang anak yang optimal, antara lain:

  • Memberikan kasih sayang dan perasaan aman.
  • Menjamin keadaan fisik mental dan sosial yang sehat.
  • Memfasilitasi anak ke pelayanan kesehatan jika membutuhkan.
  • Memberikan makanan yang cukup dan bergizi seimbang.
  • Memberikan anak kesempatan untuk memperoleh stimulasi tumbuh kembang dan pendidikan dini di keluarga dan masyarakat, serta melakukan kegiatan yang sesuai dan menarik minat anak.
  • Memberi kesempatan anak bermain permainan yang merangsang perkembangan anak.

SUMBER :

[/av_textblock]

[/av_one_full][/av_section]