Coordination of Benefit (CoB), akankan menjadi Solusi Tumpang Tindih antar Asuransi Kesehatan?
[info_post_meta]
Cita-cita Universal Health Coverage (UHC) mengamanatkan bahwa seluruh penduduk Indonesia terlindungi kesehatannya dalam sebuah mekanisme asuransi kesehatan. Lahirnya BPJS Kesehatan per 1 Januari 2014 yang dinilai masih baru menimbulkan beberapa polemik, antara lain berkaitan dengan benturan terhadap asuransi kesehatan komersial yang sudah beroperasi jauh lebih dulu sebelum BPJS Kesehatan sebagai asuransi pemerintah diluncurkan. Padahal, Perpres 13/2014 pada pasal 6 secara eksplisit menyebutkan bahwa seluruh penduduk yang belum masuk sebagai Peserta BPJS Kesehatan paling lambat pada tanggal 1 Januari 2019. Tentu ini akan menimbulkan pertanyaan, bagaimana dengan warga negara yang sudah memiliki jaminan kesehatan selain JKN?. Beberapa masyarakat beranggapan bahwa adanya BPJS Kesehatan menimbulkan tumpang tindih dengan asuransi kesehatan komersial, karena jika mengacu Prepres 13/2014, penduduk yang belum terdaftar sebagai peserta JKN baik karena belum masuk dalam skema jaminan kesehatan komersial maupun yang sudah menjadi peserta asuransi kesehatan komersial mau tidak mau harus menjadi peserta JKN. Sehingga terminologi “mubadzir” akan jamak terdengar jika pemerintah tidak mengatur mekanisme kepesertaan JKN khususnya terkait penduduk yang sudah ter-cover dalam asuransi kesehatan komersial.
Ternyata pemerintah sudah lebih dulu mengantisipasi akan terjadinya fenomena ini. Pada awal 2014, asuransi swasta telah menandatangani nota kesepahaman dengan BPJS Kesehatan tentang mekanisme Coordintion of Benefit (CoB) atau lebih dikenal dengan koordinasi manfaat. Beberapa hal yang dikoordinasikan antara lain metode pendaftaran, jenis nasabah yang bisa mendapatkan CoB, koordinasi iuran dan koordinasi klaim antar kedua belah pihak. Akan tetapi, MoU ini digugurkan akibat adanya adendum pada akhir 2014 mengacu pada UU 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, Perpres 12/2013 tentang Jaminan Kesehatan, dan Perpres 111/2013 Perubahan atas Perpres 12/2013 tentang Jaminan Kesehatan Pasal 27B dan 28.
Akhir-akhir ini, per 21 Juni 2016 pemerintah kembali menerbitkan regulasi terkait Coordination of Benefit (CoB) melalui Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan Nomor 4 Tahun 2016 tentang Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Koordinasi Manfaat dalam Program Jaminan Kesehatan Nasional. Dalam peraturan ini dijelaskan bahwa koordinasi manfaat adalah suatu metode di mana dua atau lebih penanggung (insurer) yang menanggung orang yang sama untuk manfaat asuransi kesehatan yang sama, membatasi total manfaat dalam jumlah tertentu yang tidak melebihi jumlah pelayanan kesehatan yang dibiayakan. Sementara itu, yang dimaksud dengan peserta koordinasi manfaat adalah peserta yang mengikutkan dirinya dan terdaftar sebagai Peserta BPJS Kesehatan dan Peserta Asuransi Kesehatan Tambahan. Peraturan ini membahas secara rinci petunjuk teknis terkait pelaksanaan CoB sekaligus hal-hal yang dikoordinasikan dalm mekanisme CoB. Selain koordinasi manfaat, beberapa poin yang dikoordinasikan dalam CoB adalah aspek kepesertaan, sosialisai, pengumpulan iuran, dan sistem informasi. Peraturan ini juga berupaya untuk mengajak penyelenggara asuransi tambahan bersama sama dengan BPJS Kesehatan mendukung mekanisme kendali mutu kendali biaya, mencegah fraud, dan managed care.