Entries by admin

Kongres Nasional ke 14 Jaringan Epidemiologi Nasional Epidemiologi Sosial dalam Mendukung Pelayanan Kesehatan Primer

Kongres Nasional ke 14 Jaringan Epidemiologi Nasional
Epidemiologi Sosial dalam Mendukung Pelayanan Kesehatan Primer

6-8 november 2012
Kusuma Sahid Prince Hotel Solo

i.underline

Laporan Hari Pertama Konas JEN ke-14


jen1

Sesi Penyusunan Policy Brief Berdasarkan Hasil Studi Epidemiologi (6/11/12)

Konas JEN ke-14 yang dilaksanakan selama 3 hari mulai 6 sampai dengan 8 November 2012 di Surakarta dilatarbelakangi oleh rekomendasi determinan sosial yang diberikan Komisi Determinan Sosial Kesehatan (CSDH) WHO pada tahun 2008 yang diharapkan menghasilkan sistem kesehatan yang paripurna dan mampu mencapai keadilan dan kesetaraan kesehatan populasi. Dari Konas ini diharapkan dapat dihasilkan suatu rekomendasi intervensi ekonomi dan hukum bagi pembuat kebijakan untuk meningkatkan pelayanan primer.

Konas JEN ke-14 dilaksanakan dalam rangkaian kegiatan yang meliputi kegiatan pra-kongres (hari I), seminar dan rapat pengurus (hari II), serta kongres JEN (hari III). Kegiatan pra-kongres pada hari pertama Konas JEN ke-14 dilaksanakan dalam bentuk pelatihan untuk meningkatkan keterampilan para anggota institusi JEN. Pelatihan terdiri atas 5 topik yang terbagi dalam 3 kelas paralel. Topik-topik tersebut adalah “Pelatihan Penulisan untuk Publikasi Internasional”, “Penyusunan Policy Brief Berdasarkan Hasil Studi Epidemiologi”, “Metode Survei Cepat pada Populasi Risiko Tinggi”, “Penerapan Analisis Multilevel untuk Penelitian Kesehatan”, serta “Pelayanan dan Penelitian pada Kelompok Miskin/Kumuh Perkotaan”. Salah satu topik terkait kebijakan kesehatan adalah “Penyusunan Policy Brief Berdasarkan Hasil Studi Epidemiologi” yang disampaikan oleh Direktur Pusat Manajemen Pelayanan Kesehatan (PMPK UGM) Prof. dr. Laksono Trisnantoro, MSc., Ph.D.

Berikut materi pendukung yang dapat diunduh :

1. Contoh NCD brief for policy makers 1
2. Contoh-NCD brief for policy makers 2
3. Policy Brief berbasis data/hasil penelitian epidemiologis: Studi Kasus KIA
4. How to Write a Policy Brief (IDRC)
5. Surveillance and response for maternal death
6. Analisis Kebijakan dan Policy Brief

Lomba Paduan Suara FK UGM 2012

Lomba Paduan Suara FK UGM 2012

Bagian IKA – Semangat Majapahit Sriwijaya

Bagian IKA – Gethuk

Lomba Paduan Suara 2012 merupakan salah satu kegiatan dalam rangkaian Dies Natalis FK UGM ke-66 dan HUT RSUP Dr. Sardjito ke-30.

SISTEM INFORMASI MANAJEMEN BERBASIS OPEN SOURCE

SISTEM INFORMASI MANAJEMEN BERBASIS OPEN SOURCE

Jogjakarta,

1 November 2012 Pukul 09.00 – 12.30 WIB

i.underline

Kebutuhan akan sistem informasi yang baik saat ini sebenarnya merupakan kebutuhan pokok bagi rumah sakit. Apalagi dalam waktu dekat Indonesia akan menerapkan sistem pembiayaan kesehatan universal coverage, dimana semua RS harus dapat melayani pasien jaminan sosial dan mengintegrasikan datanya untuk berbagai kebutuhan pelaporan keuangan, perencanaan dan pengambilan keputusan. Namun dalam kurun waktu 20 tahun perkembangan keilmuan manajemen RS di Indonesia, perkembangan sistem informasi belum sejalan dengan perkembangan teknologi informasi di sektor umum maupun perkembangan kebutuhan RS itu sendiri. Hal ini cenderung disebabkan karena terjadinya kegagalan mekanisme pasar dalam pengembangan sistem informasi berbasis IT ini.  Software cenderung closed-system dan closed-source, yang cenderung mahal dan sulit dikembangkan mandiri, serta datp menjadi masalah dalam pelelangan.

Ada beberapa isu dalam pengantar ini:

Isu  1: Mengapa terjadi kegagalan pengembangan software untuk manajemen rumahsakit?

Pertama: Dalam mekanisme pasar murni, pembiayaan software dan sistem manajemen keuangan oleh swasta merupakan hal dominan sejak dari penelitian awal sampai ke aplikasinya. Apabila swasta mengembangkan segalanya maka akan cenderung untuk close-system. Dampak akhir adalah harga software dan sistem pemasangan dan pelatihan yang tinggi, dan tidak terjangkau oleh rumahsakit biasa. Dengan demikian ada kegagalan mekanisme pasar dalam SIM RS.  Akibatnya RS Yayasan dan Pemerintah yang melayani masyarakat miskin tidak mempunyai dukungan SIM RS yang baik. Dalam hal ini ada ketidak adilan di sini. Berbagai  software untuk RS yang pasiennya banyak orang miskin, jarang diproduksi. Mengapa? RS miskin tidak mampu membiayai pengembangan SIM RS, dan tidak ada perusahaan IT dan konsultan SIM RS yang mau bekerja tanpa bayaran cukup. Kedua: Pemerintah belum memberi perhatian cukup dalam pengembangan software open source ini. Pemerintah belum  melakukan intervensi untuk mengatasi kegagalan mekanisme pasar  dengan car mengatur pendanaan, sehingga dana dari pajak dapat dipakai untuk mendanai Research and Development software, pelatihan bagi tenaga IT, sampai ke penyediaan hardware bagi RS yang tidak mampu. Dalam hal ini SIM RS  belum dianggap sebagai “public-good” yang perlu didanai oleh pemerintah, atau bekerja sama dengan swasta dalam bentuk public-private-partnership. Ketiga: Pengelola RS, sering mengambil jalan pintas yang mudah dengan mengkontrakkan IT ke pihak ketiga yang menggunakan closed-system dan tidak ada transfer teknologi.  Sumber Daya Manajemen IT RS menjadi tidak berkembang. Akibatnya terjadi ketergantungan ke pihak kontraktor IT yang menghambat pengembangan untuk keperluan manajemen, penelitian, dan pendidikan.

Isu 2: Apa yang dapat dilakukan di masa depan?

Pendanaan pemerintah. Dalam kebijakan ini maka pemerintah dapat mendanai pengembangan open system software yang dapat dipergunakan oleh seluruh rumahsakit pemerintah dan swasta. Dari sisi hardware, pemerintah dapat memberikan keringanan pajak untuk hardware yang dibeli oleh rumahsakit untuk masyarakat miskin, atau mensubsidi pembelian hardware. Perlu dorongan agar IT RS berbentuk open-system Belum banyak pengembang IT RS yang tertarik untuk bergerak ke pengembangan open system software ini karena umumnya masih fokus pada pengembangan sistem yang close. Padahal jika sistem yang berbasis open system ini dikembangkan, maka akan mempercepat pertumbuhan jumlah RS yang mengaplikasikan sistem informasi RS berbasis IT sehingga perkembangan ilmu dibidang inipun akan menjadi semakin cepat dan luas. Diharapkan pengembangn SIM RS berbasis open system ini diinisiasi oleh perguruan tinggi dan didanai oleh pemerintah maupun sumber lain. Perlu keberanian direksi RS Dalam hal ini direksi RS perlu melakukan keberaniann untuk berubah ke open-system. Keberanian ini perlu didukung oleh konsultan tim IT yang baik, sistem kerjasama antara RS yang menggunakan model chain-hospital (jaringan rumahsakit). Persiapan ini tidak mudah dan perlu waktu yang cukup.

Isu 3: Apa yang dikerjakan oleh PMPK UGM PPMPK UGM telah memulai pengembangan sistem Itrumahsakit yang open-system dan open-source sejak beberapa tahun yang lalu dimana sistem dikembangkan secara modular. Modul Billing System adalah yang pertama dikembangkan dan telah diaplikasikan di beberapa RS Daerah, dan dikembangkan juga oleh beberapa RS swasta RS vertikal. Saat ini pengembangan yang telah dilakukan tim UGM meliputi modul sistem billing, sistem inventory dan sistem aset (sedang dalam pengembangan) yang pada akhirnya akan menuju pada sistem akuntansi yang utuh. Modul modul ini  relevan untuk menyiapkan RS dalam menghadapi era diberlakukannya UU mengenai BPJS.

Unduh Materi :

Workshop Hospital Disaster Plan RS Panti Nugroho Hari ke I

Workshop

Hospital Disaster Plan RS Panti Nugroho
Hari ke I

Kamis, 21 Juni 2012
RS Panti Nugroho Yogyakarta

i.underline

plan1Workshop Hospital Disaster Plan di RS Panti Nugroho merupakan kegiatan kerjasama pihak Rumah Sakit Panti Nugroho dengan Pusat Manajemen Pelayanan Kesehatan (PMPK) FK UGM. Kegiatan ini dilaksanakan selama 2 hari yang dimulai dari hari kamis, 21 Juni s.d Jumat 22 Juni 2012, dibuka oleh Direktur RS Panti Nugroho dan PMPK FK UGM. Dalam penyampaian kata sambutannya untuk kegiatan, dr. Tandean Arif W selaku Direktur Rumahsakit Panti Nugroho menyampaikan bahwa dalam kegiatan ini melibatkan karyawan serta staf RS Panti Nugroho, serta dari RS Panti Rapih, RS Panti Rini, RS St. Elizabeth Ganjuran dan AKPER Panti Rapih, dalam upaya untuk mempersiapkan diri dalam menghadapi bencana agar bisa siaga dalam menghadapi bencana. Karena seperti yang kita ketahui bahwa bencana di Yogyakarta sekarang sering terjadi seperti gempa bumi, merapi meletus dan kecelakaan misal lainnya.

plan2Sambutan kedua sekaligus penyampaian Pengantar Workshop oleh Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc, Ph.D. Beliau menjelaskan bahwa bencana merupakan masalah besar, karena itu kita mengadakan pelatihan untuk hal yang tidak kita inginkan. Tapi kita tidak berharap seperti itu, namun kita harus siap apalagi melihat siklus bencana saat ini. Kita tidak bisa memprediksi kapan, tapi ketika bencana itu datang, kita bisa siap, terutama dalam RS mempersiapkan diri bagaimana menanggulangi dan siap dalam situasi apapun juga. Ini yang kita sebut dengan Hospital Disaster Plan. Dalam konteks landasan hukum, RS diharapkan siap mempunyai HDP karena memang perlu untuk pencegahan kecelakaan dan penanggulangan bencana. Hospital Disaster Plan tidak hanya bersumber pada dokumen, tapi juga pelatihan-pelatihan yang diterapkan untuk RS. Jangan sampai kita hanya punya dokumen saja, tapi juga simulasi agar kita benar-benar siap. Tujuan dari kegiatan ini adalah peserta diharapkan memahami kesiapan dalam penanggulangan bencana, mampu membuat POA dan akhirnya mampu menerapkan HDP di RS

Pembahasan Sesi I :
Kerangka Konsep Bencana dan Manajemen Bencana
dr. Sulanto Saleh Danu, Sp.FK

plan3Materi pertama mengenai “Kerangka Konsep Bencana Dan Manajemen Bencana” disampaikan oleh dr. Sulanto Saleh Danu, Sp.FK, dengan tujuan yang ingin dicapai dari pembelajaran materi pertama ini adalah agar peserta memahami dan mengerti tentang konsep dasar bencana, upaya penanggulangan bencana, organisasi, mekanisme kerja, dan sumberdaya, dapat menganalisa kejadian bencana serta dapat mengorganisasi upaya penanggulangan bencana. Beliau menjelaskan bahwa kita berada pada daerah yang sering terjadi gempa, sehingga sekarang sudah dibuat UU yaitu UU 24/2007 tentang penanggulangan bencana. Dari sini kita lihat bahwa bencana dibagi menjadi 3 yaitu alam (gempa, gunung meletus, topan, kekeringan banjir dan tanah longsor), non alam (gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemic dan wabah penyakit) dan sosial (ulah manusia seperti konflik social/komunitas). Kita juga harus berhati-hati terhadap remaja, karena sekarang ini masih sering terjadi tawuran yang bisa mengakibatkan bencana juga. Bencana sendiri suatu kejadian dari luar yang besar dan membutuhkan bantuan dan berpengaruh bagi luar. Seperti kebakaran yang tidak hanya membutuhkan bantuan dari dalam tapi juga bantuan dari luar. Tapi, jari terpotong belum tentu bencana, karena mungkin bagi diri sendiri itu bencana, tapi belum tentu bagi orang lain.

Bencana adalah interaksi antara bahaya dan penduduk. Beberapa kata yang terkait dengan bencana adalah: kelemahan (vulnerability), resiko (risk), bencana (disaster), kegawatdaruratan (emergency). Adapula istilah mengenai mitigasi yaitu upaya yang dilakukan untuk mengurangi dampak yang terjadi akibat bencana dengan menggunakan teknologi inovatif, atau suatu alternatif yang dilakukan sebelum adanya kerusakan. Manajemen bencana bertujuan agar bisa meminimalisasi kerugian akibat bencana. Dalam manajemen ini tidak hanya ditingkat direksi tapi juga sampai ke tingkat paling bawah. Dalam organisasi tim bencana ada beberapa yang perlu diperhatikan dan pikirkan, yaitu manajemen, adminstrasi, operasional, logistik dan perencanaan

Pembahasan Sesi II:
Overview Hospital Disaster Plan
Dr. Sulanto Saleh Danu, Sp.FK

Penyampaian materi kedua mengenai Overview Hospital Disaster Plan (HDP) yang disampaikan oleh dr. Sulanto Saleh Danu, Sp.FK. Dijelaskan bahwa dalam HDP ada bencana yang menyebabkan RS menjadi chaos dan tindakan tidak mencukupi serta terjadi kepanikan padahal harusnya menolong pasien sehingga menyebabkan outcome yang jelek. Tentunya tindakan-tindakan ini memerlukan dokter dan dukungan perawat yang terampil dan di manage dengan baik. Tujuan dari HDP ini sendiri agar dapat memberikan pelayanan medis secara tepat dan efektif secara maksimal untuk menekan morbiditas akibat bencana dengan cara mensiagakan seluruh staf dan sumber daya RS supaya bisa bekerja secara efektif dalam segala kondisi. Untuk penanganan korban dalam jumlah banyak bisa dilakukan dengan cara surge capacity – capability yaitu dengan meningkatkan kapasita penerimaan, penanganan pasien secara individu, tetap melanjutkan perawatan pasien yang sudah ada, mengelola pekerjaan tambahan akibat bencana serta menyiapkan logistik, bukan hanya medical logistic untuk pasien tapi juga untuk petugas.

Selain itu juga dijelaskan bahwa jika terjadi bencana internal dalam RS, fungsi HDP bisa memberikan manfaat melindungi kehidupan, lingkungan dan property yang ada terhadap kerusakan lebih lanjut yaitu dengan cara menjalankan prosedur penanggulangan bencana, staf RS menjalankan tugas masing-masing, meminta bantuan dari luar, mengembalikan fungsi pelayanan secepat mungkin. Dalam tahap penyusunan HDP, kita mulai dengan membuat kebijakan, dan menganalisa kemungkinan yang akan terjadi. Setelah itu, kita harus membuat emergency disaster plan. Kemudian, setelah rencana itu terbentuk, maka pimpinan mensosialisasikan pelatihan-pelatihan bagi seluruh karyawan RS dan selanjutnya kita monitor serta evaluasi hasil perencanaan tersebut. Kekurangan dalam perencanaan itu bisa diperbaiki secepatnya. Setiap intervensi wajib kita lakukan monitor dan evaluasi.

Pembahasan Sesi III :
Pengorganisasian dalam Bencana
dr. Hendro Wartatmo, Sp.B KBD

plan4Materi ketiga “Pengorganisasian dalam Bencana” disampaikan oleh dr. Hendro Wartatmo, Sp.B KBD. Beliau menyatakan bahwa dalam bencana ada filosofi yang harus kita ketahui yaitu kekacauan itu tidak bisa kita cegah. Adanya HDP bukan untuk mencegah kekacauan tersebut, melainkan menyelesaikan akibat dari bencana itu secepat mungkin. Bedanya yang sudah punya plan dan yang belum punya plan adalah waktu kekacauan tersebut. Yang sudah punya plan pasti kekacauannya lebih cepat terselesaikan daripada yang tidak punya plan. Dasar pemikirannya adalah mengorganisasikan kembali petugas-petugas yang ada untuk menyiapkan HDP, sehingga tidak perlu mencari orang-orang baru untuk mengisi tim itu. Struktur dalam pengorganisasian bencana ini jangan sampai terlalu rumit tapi cukup istilah miskin struktur, kaya fungsi. Struktur ini diharapkan dapat sesederhana mungkin tapi bisa bekerja secara maksimal. Untuk memudahkan pekerjaan, diharapkan bisa membuat checklist. Checklist ini berfungsi untuk mengingatkan petugas ketika menghadapi bencana. Saat ini mungkin ingat apa yang harus dilakukan ketika bencana. Tapi ketika bencana itu tiba, semua orang bisa panic dan bisa lupa apa yang harus dilakukan. Dalam menyusun struktur organisasi, jangan semua dilimpahkan ke direktur atau wakil direktur. Hal ini dikarenakan direktur ataupun wakilnya tidak berada ditempat setiap saat. Yang dibutuhkan adalah orang-orang atau petugas yang ada setiap saat, 7 hari seminggu 24 jam sehari. Ini bisa terjadi, contohnya dokter jaga di UGD. Orangnya bisa berubah-ubah, tapi jabatannya sama. Jadi, prinsipnya penanggulangan bencana, organisasinya bisa diaktifkan oleh level yang serendah mungkin. Selain itu, jangan buat organisasi baru, karena perlu diingat, dalam keadaan bencana, aktifitas sehari-hari masih bisa berjalan.

Pembahasan Sesi IV :
Fasilitas Rumah Sakit dalam Bencana
dr. Bella Donna, M.Kes

plan5Materi keempat mengenai “Fasilitas Rumah Sakit dalam Bencana” disampaikan dr. Bella Donna, M.Kes. Disampaikan bahwa dalam HDP, bencana itu dibagi dua yaitu internal (bagaimana RS menanggulangi bencana dari dalam RS) dan eksternal (bagaimana RS menanggulangi bencana di luar RS dengan mengirim tim ke RS lain dan menerima korban bencana). Salah satu fasilitas yang harus disiapkan salah satu contohnya di UGD, beberapa hal yang perlu disiapkan dengan contoh warna untuk skala prioritas dalam triage. Beberapa Fasilitas yang disiapkan antara lain yaitu dari aspek General, Victims Management, Supporting Facilities. Selain itu, untuk para pasien juga diberikan fasilitas – fasilitas yang memadai, jangan lupa makanan untuk semua pasien dan petugas yang ada. Di pos komando, fasilitas yang diharapkan ada komunikasi internal dan eksternal, radio dan televise, peta RS dan daerah, tenaga listrik gawat darurat, toilet, makanan dan minuman, papan dan bolpen, lampu senter dan baterei tambahan, persediaan alat tulis. Sedangkan untuk operasional: peralatan triage,alat tulis, emergency kit dan lain-lainnya. Surge capacity adalah kemampuan memenuhi kecukupan personil, supply dan peralatan, fasilitas, serta, serta sistem agar dapat memberikan pelayanan yang memadai dihadapkan kebutuhan segera dengan adanya arus pasien yang besar akibat bencana. Dalam surge capacity ada 4 hal yang diperlu diperhatikan yaitu Staf, Peralatan, Struktur dan Sistem

Sharing Hasil Kegiatan AIPMNH

Sharing Hasil Kegiatan AIPMNH

Kupang
Rabu, 9 Januari 2012

i.underline

sharing1

Kupang. Pada hari Rabu yang lalu, 9 Januari 2012, Australia-Indonesia Partnership for Mother and Neonatal Health (AIPMNH) mengadakan acara pertemuan di Kupang untuk sharing hasil-hasil kegiatannya di seluruh NTT, termasuk kegaitan Sister Hospital dan Performance Management & Leadership (PML). Sejauh ini PML sudah membantu NTT khususnya sektor kesehatan selama lebih dari 20 tahun, dan bantuan ini akan terus berlanjut dalam rangka membantu mencapai tujuan MGDs. Hal tersebut disampaikan oleh Minister Counselor dari AIPMNH pada pembukaan pertemuan. AIPMNH mengapresiasi keberhasilan NTT dalam menurunkan angka kematian Ibu dan keberhasilan Kabupaten Sumba Barat dalam meraih penghargaan dari Presiden RI terkait masalah pemberdayaan perempuan. Namun angka kematian bayi belum menurun sehingga dipandang masih perlu adanya kolaborasi antara puskesmas dengan RS scara lebih baik.

Kedepannya APIMNH akan fokus pada masalah kesehatan reproduksi, KB, gizi pad aibu hamil, yang rencananya. Oleh karena itu, kerjasama yang lebih baik dengan Pemda masih sangat diperlukan, terutama untuk menjamin sustainabilitas program. AIPMNH menyebutkan bahwa sudah ada contoh baik yang dikembangkan oleh Pemda, misalnya dibentuknya desa siaga, reformasi puskesmas dan sister hospital, dimana berbagai program ini telah pula melibatkan Badan Pemberdayaan Desa, Badan Pemberdayaan Perempuan dan sebagainya. Namun dalam kesempatan ini AIPMNH ingin menekankan bahwa lembaga tersebut tidak akan mentoleransi tindakan yang bersifat korup sehingga perlu adanya akuntabilitas program yang lebih baik untuk kedepannya.

Gubernur NTT saat memberikan sambutan mengakui bahwa provinsinya sudah banyak dibantu oleh AUSAID. Menurut Gubernur, perhatian lebih banyak perlu diberikan pada masyarakat di desa. Agar output program sesuai dengan yang diharapkan, maka perlu ada sinergi antara program yang dibuat oleh AIPMNH dengan program-program yang telah direncanakan oleh pemerintah daerah, sehingga sumber daya yang ada dapat dimanfaatkan secara lebih optimal dan tidak membebani pelayanan pada publik. Gubernur juga mengakui bahwa penurunan angka kematian ibu di NTT terjadi antara lain berkat bantuan dari AUSAID.

Upaya penurunan angka kematian ibu dan bayi di NTT diawali pada tahun 2009 dengan menyusun Rancangan Peraturan Daerah mengenai Revolusi KIA oleh suatu tim yang terdiri dari tiga belas sektor terkait. Hasilnya adalah draft nol naskah akademik dan sraft nol raperda . Setelah melalui berbagai proses FGD dan pembahasan-pembahasan yang juga melibatkan masyarakat, di tingkat desa ada peraturan bahwa suami akan dikenai denda jika tidak membawa istrinya yang sedang hamil untuk periksa dan ditangani di pusat pelayanan kesehatan.

Ada sebanyak 21puskesmas yang dilengkapi dengan ruang bersalin. Grafik menunjukkan jumlah persalinan di wilayah intervensi lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah non intervensi. Artinya, di wilayah non intervensi banyak ibu yang melahirkan di rumah atau dukun bersalin sehingga tidak terdata oleh Dinas Kesehatan. Tiap Kepala Desa (di wilayah intervensi) wajib melaporkan bila ada warganya yang hamil. Untuk itu, ada lembaga yang dibentuk yang disebut Lindi Malundung Center atau pusat informasi.

Berbagai intervensi yang dilakukan menunjukkan hasil yang cukup menggembirakan, dimana angka kematian ibu menurun dari lebih dari 25 (tahun 2007) menjadi kurang dari 10 (tahun 2010). Namun angka ini meningkat lagi di tahun 2012 karena masih kurang sigapnya puskesmas terutama mengenai persediaan darah. Sementara itu, angka kematian bayi masih sulit diturunkan.

Terkait dengan kegiatan Sister Hospital dan PML, PMPK FK UGM melaporkan bahwa kegiatan ini menunjukkan hasil yang cukup menggembirakan dan telah bergaung di level nasional. Jakarta ingin meniru program ini dengan meminta RS-RS besar di Jakarta dan sekitarnya mejadi sister bagi RS-RS yang belum maju.

Ada dua tujuan uatma yang ingin dicapai pada kegiatan sister hospital, yaitu:

1. Clinical contracting (untuk meningkatkan kemampuan RSUD dalam hal pelayanan kesehatan ibu dan anak melalui pengiriman dokter spesialis Obsgyn, kesehatan anak dan tenaga perawat, meningkatkan kemampuan staf RSUD melalui pelatihan dan pembudayaan teknis kerja serta pelatihan bagi SDM di puskesmas dalam rangka penguatan system rujukan.

2. Kegiatan pengiriman residensi untuk menyediakan tenaga spesialis dalam kurun waktu empat tahun kedepan dan pendidikan dokter umum menjadi dokter spesialis melalui kerjasama dengan perguruan tinggi (Unhas, Unair, Unbraw dan Unud).

Indikator keberhasilan program ini adalah :

1. Tersedianya PONEK 24 jam di RSUD dengan mutu yang baik

2. Meningkatnya kapasitas staf Dinkes kabupaten, Dinkes provinsi dan rumah sakit dalam menyediakan pelayanan Kesehatan Ibu dan Bayi Baru Lahir.

3. Meningkatnya kapasitas dokter dan staf Puskesmas untuk melakukan rujukan.

4. Adanya dokter spesialis yang bekerja di RS Daerah dalam waktu 2013 – 2021 (dengan wajib kerja 2n) dan terjadi retensi dokter spesialis di kabupaten.

Dari kegiatan tersebut, hasil yang diperoleh adalah :

1. Sudah tersedianya PONEK 24 jam di RSUD

2. Kapasitas staf Dinkes kabupaten, Dinkes provinsi dan rumah sakit dalam menyediakan pelayanan Kesehatan Ibu dan Bayi baru Lahir sudah mendapat banyak peningkatan.

3. Kapasitas dokter dan staf Puskesmas untuk melakukan rujukan sudah dilakukan peningkatan

4. Ada dokter spesialis yang dikirimkan ke berbagai pusat pendidikan

5. Angka rujukan meningkat

6. Angka kematian ibu menurun

7. Case fatality rate ibu dan neonatal menurun

8. Terdapatnya calon dokter spesialis obsgyn, anak dan anestesi yang akan mengisi kekurangan tenaga spesialis di RSUD peserta program, saat mereka telah menyelesaikan PPDS.

Pembelajaran yang diperoleh dari kegiatan ini adalah :

1. Revolusi KIA sudah berada dalam jalur yang benar. Persalinan diharapkan dilakukan di faskes. Hal ini memicu rujukan, sehingga perlu perbaikan dari hulu ke hilir.

2. Sistem kontrak dapat dijalankan di Indonesia, melalui partnership dan adanya RS Mitra A yang dapat menjadi “Sister” bagi RS Mitra B (RS yang dibina). Sistem kontrak akan memicu terjadinya distribusi tenaga khusus ke daerah terpencil yang biasany akurang menarik secara finansial.

3. Penggunaan Surveilans Respon secara lebih kuat. Untuk itu perlu perbaikan pengorganisasian. SH telah menguatkan RS (hilir) dengan penguatan mutu pelayanan klinik dan perbaikan sistem manajemen (PML), namun SH belum secara penuh menguatkan sistem rujukan. SH telah mendorong penguatan Sistem Informasi Kesehatan dan penguatan Dinas Kesehatan Kabupaten. Namun SH belum kuat dalam mengembangkan Surveilans Respon untuk kematian Ibu dan Bayi.

PMPK mengusulkan untuk menggunakan data kematian absolut. Juga penting untuk mulai mencatat lokasi kematian, untuk memberikan informasi yang lebih detil dan mengembangkan strategi pemecahan masalah yang lebih tepat.

Pembelajaran dari Revolusi KIA ynag dapat diambil dapat dilihat pada gambar berikut :

KIA

Contoh kasus yang ditampilkan adalah RSUD Ende, yang menunjukkan keberhasilan yang bermakna dalam aspek perubahan budaya organisasi untuk memperbaiki kinerja RS, meningkatkan mutu pelayanan dan pada akhirnya menurunkan angka kematian ibu dan bayi. Namun satu hal penting yang belum sempat terlaksana adalah pengembangan Sistem Infromasi Manajemen RS yang sanagt diperlukan untuk mendukung terjadinya pencatatan dan pelaporan yang akurat dan tepat waktu.

Seminar Strategi Untuk Menyusun Hospital Disaster Plan (HDP) 2011

Seminar
Strategi untuk Menyusun Hospital Disaster Plan (HDP)

Rabu, 30 November 2011
Ruang Senat KPTU FK UGM Lt. 2. Yogyakarta

i.underline

dr yodi

dr. Yodi Mahendradhata, M.Sc., Ph.D.

Seminar dibuka secara resmi oleh Direktur Pusat Manajemen Pelayanan Kesehatan (PMPK) FK UGM, dr. Yodi Mahendradhata, M.Sc., Ph.D. dalam pidato pembukaannya beliau menjelaskan bahwa dalam seminar yang dilaksanakan pada hari ini, ada 3 kata yang penting adalah disaster, planning, capacity building. Terkait dengan disaster, letak geografis Negara kita berada pada kawasan bencana, seperti di Yogyakarta banyak sekali bencara antara lain letusan gunung merapi, gempa bumi, putting beliung dan yang sekarang dikhawatirkan adalah banjir lahar dingin. Sudah banyak warning tentang bencana dalam jangka pendek, BNPB mengatakan bahwa akan ada beberapa bencana tahun 2012 seperti banjir, gempa dan juga 40 gunung akan berapi aktif. Untuk itu kita memiliki kepentingan dalam mengelola bencana yang akan terjadi agar rumah sakit siap dalam menghadapi bencana ini. Dari segi planning, rumah sakit harus siap dalam perencanaan manajemen bencana. PMPK mempunyai gagasan untuk membentuk divisi bencana setelah terjadi bencana di Bantul. Kegiatan yang diutamakan, yaitu Service berkaitan dengan pengabdian kepada masyarakat; Research dalam hal ini untuk mendokumentasikan beberapa penelitian dan pembelajaran mengenai bencana yang hasilnya dapat dilihat di pameran. Capacity building yaitu untuk meningkatkan kapasitas terkait dengan hospital disaster plan yang bekerjasama dengan WHO dan Kementerian Kesehatan. Melalui seminar ini kita mengajak seluruh peserta untuk mendiskusikan mengenai bagaimana meningkatkan capacity dalam pengelolaan bencana.

dr.-hendro-wartatmo-sp.b.-bkdSambutan selanjutnya oleh Senior Konsultan Divisi Manajemen Bencana PMPK FK UGM, dr. Hendro Wartatmo, Sp.B., KBD, menjelaskan bahwa dalam manajemen dari pengelolaan bencana meliputi 3 aspek yaitu disaster, planning, building. Manajemen bencana merupakan ilmu baru yang perlu dikaji terus, begitu barunya, di indonesia ini ada 30 definisi dari bencana. Dapat kita bayangkan bahwa manajemen bencana merupakan ilmu yang baru dan masih terpisah-pisah di beberapa sektor. Hal ini merupakan tantangan bagi kita dalam mengembangkan ilmu ini, karena kita merupakan konsumen bencana yang paling banyak dengan frekuensi bencana yang paling sering. Beliau berharap, melalui pelaksanaan seminar kita kali ini rumah sakit dapat membuat Hospital disaster plan yang operasional dan sesuai dengan kebutuhan serta tidak hanya menjadi syarat akreditasi.

Sesi I

dr.-suci-melati-wulandariSesi pertama disampaikan oleh WHO EHA (Emergency Humanitarian Action), dr. Suci Melati Wulandari. Materi yang dipresentasikan berjudul Hospital in Emergency. Dalam penyampaiannya, dr. Suci menjelaskan tentang regional konteks: mengenai regional WHO yang ada, issue penting dari program WHO dan isu kesehatan dalam konteks bencana serta bagaimana peran dari rumah sakit, fokus penting dalam menjaga fasilitas kesehatan agar tetap aman dari bencana karena lebih sulit dan lebih mahal merehabilitasi fasilitas kesehatan yang rusak akibat bencana daripada membangun fasilitas tahan bencana serta rencana kesiapan kegawatan rumah sakit (Hospital Emergency Preparedness Plan). Hal ini dimaksudkan agar fasilitas kesehatan masih bisa berfungsi meskipun pada saat bencana. Sesi ini dipandu oleh moderator, dr. Bella Donna, M.Kes, dan ditutup setelah dilakukan diskusi dengan para peserta oleh narasumber.

Sesi II

h.-chairul-rajab-nasutionSesi kedua oleh Direktur Bina Upaya Kesehatan (BUK) Rujukan Kementerian Kesehatan RI, dr. H. Chairul Rajab Nasution, Sp.PD, KGEH, FINASIM, M.Kes. yang menyampaikan materi berjudul Peran Kemenkes dalam regulasi Hospital Disaster Plan. Beliau menjelaskan tentang SPGDT-S (Sistem Pelayanan Gawat Darurat Terpadu-Sehari-hari), siklus manajemen bencana yang dimulai dari saat bencana adalah fase respon, fase rehabilitasi, setelah bencana dilakukan rekontruksi, pencegahan dan mitigasi kemudian kesiapsiagaan bencana, SPGDT (Sistem Pelayanan Gawat Darurat Terpadu). Selain itu, dijelaskan juga mengenai pasal-pasal terkait pengelolaan bencana di rumah sakit (UU RI No. 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit). Pada sesi ini di pandu oleh dr. Handoyo Pramusinto Sp.B-S selaku moderator dan ditutup setelah Tanya jawab dengan peserta seminar.

Sebelum sesi istirahat dan makan siang, peserta seminar melakukan kunjungan ke Pameran Ilmiah Pengalaman FK UGM dalam Berbagai Bencana dan Kurikulum di Pendidikan bencana di UGM.

Suasana Pameran Poster

Suasana Pameran Poster

Sesi Workshop

Pengembangan Modul dan Strategi Pendanaan Hospital Disaster Plan melalui pendekatan e-learning

Sesi siang menggunakan metode Workshop dengan tema Pengembangan Modul dan Strategi Pendanaan Hospital Disaster Plan melalui pendekatan e-learning dengan Narasumber: dr. Hendro Wartatmo, Sp.B. KBD; Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc., Ph.D: dan dr. Bella Donna, M.Kes selaku narasumber dan moderator pada sesi ini.

Penyampaian materi pertama pada workshop ini oleh dr. Hendro Wartatmo, Sp.B.KBD dengan topik Pengembangan Modul Hospital Disaster Plan. Penanggulangan kegawatdaruratan terdiri atas 2 fase yaitu fase rumah sakit dan fase pra-rumah sakit yaitu dari tempat kejadian dan transportasi menuju ke tempat pelayanan kesehatan dalam hal ini rumah sakit. Sedangkan pada fase rumah sakit merupakan penanganan korban yang sudah sampai rumah sakit. Dalam medical responses dalam hal ini fase akut, bahwa pada saat sampai rumah sakit bisa terjadi chaos dan bisa terjadi penanganan yang baik. Beliau juga menjelaskan konsep awal dari hospital disaster plan, komponen-komponen yang ada dalam hospital disaster plan dan modul penyusunan HDP serta proses penyusunannya. Sesi dr. Hendro ditutup dengan tanya jawab dengan peserta.

Sesi kedua dan ketiga dalam workshop ini dilakukan secara panel oleh Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc., Ph.D dengan judul Strategi Pendanaan Hospital Disaster Plan melalui pendekatan e-learning: dan dr. Bella Donna, M.Kes dengan Pengenalan materi pembelajaran melalui web (e-Learning). Prof. Laksono dalam pemaparannya menjelaskan tentang perencanaan keuangan yang bersifat strategis serta langkah-langkah untuk perencanaan dan sumber dana yang bisa digunakan. Sementara itu, dr. Bella Donna, M.Kes menjelaskan pengenalan materi pembelajaran melalui web (e-learning). Dalam pemaparannya, beliau memberikan contoh penggunaan web yang dimiliki oleh PMPK FK UGM dibawah pengelolaan Divisi Manajemen Bencana: www.bencana-kesehatan.net, yang menyediakan fasilitas open source untuk referensi yang berhubungan dengan bencana, program-program yang dilakukan oleh Divisi Manajemen Bencana serta liputan penanggulangan bencana yang pernah dilakukan oleh FK UGM.

prof_laksono-dr.bela2

Fokus dalam sesi ini adalah pada bagian kegiatan Hospital Disaster Plan, dari (1) Komponen/Cheklist Hospital Disaster Plan (2) Kegiatan Pelatihan Hospital Disaster Plan, serta contoh dari (3) Kegiatan Training RSUD Sidoardjo. Di akhir workshop siang, peserta diajak untuk berdiskusi mengenai materi yang disampaikan

Sesi III

dr_pudji_dr_gandungSetelah sesi workshop, dilanjutkan dengan sesi paralel dua narasumber: dr. Pudji Sri Rasmiati, Sp.B., MPH selaku Perwakilan PERSI DIY dengan dr. Gandung Bambang Hermanto, Wakil Direktur Pelayanan RS Panembahan Senopati Bantul, yang dipandu oleh moderator dr. Bella Donna, M.Kes. Sesi ini diawali dengan penyampaian oleh dr. Pudji mengenai Peran PERSI dalam Pengembangan SDM RS untuk penanggulangan Krisis Kesehatan akibat bencana. Peran yang dimaksud adalah dalam beberapa kondisi bencana baik kondisi tenang, kondisi saat bencana serta kondisi pasca bencana. Sementara itu dr. Gandung memberikan sharing pengalaman dalam melakukan penyusunan Hospital Disaster Plan Panembahan Senopati Bantul yang bekerjasama dengan PMPK FK UGM Divisi Manajemen Bencana. Beliau memberikan contoh bagaimana proses dari penyusunan hospital disaster plan yang sudah mereka susun dan komponen dari hospital disaster plan yang dimiliki.

Dengan berakhirnya sesi III, maka rangkaian kegiatan seminar ditutup. Penutupan kegiatan disampaikan oleh dr. Hendro Wartatmo, Sp.B. KBD., beliau berharap setelah acara seminar ini, rumah sakit bisa menyusun hospital disaster plan yang operasional sesuai dengan kebutuhan rumah sakit dan wilayahnya. Bagi rumah sakit yang dalam tahap menyusun hospital disaster plan bisa melanjutkan penyusunannya sampai terbentuk suatu hospital disaster plan yang operasional.

Download Poster